b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Minggu, 20 Oktober 2013

TUMOR INTRAKRANIAL

thumbnail Title: TUMOR INTRAKRANIAL
Posted by:Unknown
Published :2013-10-20T00:44:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
TUMOR INTRAKRANIAL

Tumor otak intrakranial dibagi berdasarkan lokasinya. Untuk tujuan pengelolaan anestesi diklasifikasikan atas supratentorial, fossa posterior dan cranioparingioma.
Tumor supratentorial :
Lesi supratentorial hampir separoh dari semua tumor otak pada pediatri, tumor tumor ini cenderung menekan sistem ventrikular dan menyebabkan obstruktif hidrosepalus. Lesi supratentorial lebih sering pada bayi daripada anak sedangkan anak diatas satu tahun 50% pada infratentorial. Lesi supratentorial 25%-40% terletak pada hemisper dan 15% sampai 20% terletak pada garis tengah. Frekuensi tumor maligna biasanya dua kali tumor benigna.Tumor maligna yang sangat sering adalah astrocytoma (35%),medulla blastoma (18%) dan ependimoma (13%).

Pertimbangan anestesi :
1.Kenaikan ICP :
   Perkiraan derajat kenaikan ICP lewat pemeriksaan CT scan dan MRI.
2.Lambung penuh :
   Pengosongan lambung yang terlambat pada pasien dengan ICP yang meninggi.
3.Keseimbangan cairan dan elektrolit :
   Bisa berubah oleh kelainan intrakranial dan SIADH.
4.Hubungan patofisiologi dan umur.
5.Posisi :
             Kepala sebaiknya ditinggikan tidak lebih 10 derajat dari horizontal  menjamin aliran balik vena besar kepala tak terhalang.
Monitoring
Pemasangan kateter arterial perlu dipertimbangkan untuk pemantauan hemodinamik dan kimia darah. Pemasangan CVP bila diantisipasi terjadi hilangnya darah yang banyak dan terjadinya emboli udara. Issue pemasangan CVP adalah kontroversi, karena diameter terlalu besar buat bayi dan kebanyakan anak dan kurang akurat menggambarkan volume vaskular terutama posisi tengkurap. Kateter urine penting karena pemakaian diuretika dan operasi lama.
Preinduksi
Pasien dengan tumor yang besar, odem tumor yang bermakna, atau obstruksi CSF dibutuhkan pendekatan anestesi yang mampu mengurangi ICP dan sebagian anak sudah dipasang VP shunt. Perlu dicatat defisit neurologi pre operasi dan SIADH sering bersamaan dengan proses patologi intrakranial. Anak mungkin menunjukan hiponatremia, osmolalitas serum yang rendah,osmolalitas urin yang rendah dan oliguri. Retriksi cairan preoperatif biasanya diperlukan.
Induksi
Induksi intravena pentotal, lidokain, narkotik dan pelemas otot tanpa depolarisasi, penekanan krikoid dan hiperventilasi dengan tekanan inpirasi rendah untuk mencegah masuknya udara kelambung. Intubasi semulus mungkin dan sebaiknya via nasotrakeal bila ventilasi post operatif diperlukan atau untuk menjamin posisi yang lebih stabil terutama pada bayi.Pemeliharaan anestesi dengan narkotik,N20,benzodiazepin atau dropridol. PaCO2 dipertahankan antara 25-30 mmHg. Isofluran dapat ditambahkan dengan konsentrasi rendah, untuk pelemas otot bisa diberikan pankuronium yang bersifat vagolitik cocok untuk neonatus atau bayi untuk mempertahankan laju jantung.

Pengelolaan cairan
Pasien dengan ICP tinggi sering dehidrasi setelah pemakaian diuretik osmotik hal ini diperberat dengan perdarahan oleh insisi kulit dan eksisi boneflap, ekspansi volume sering dibutuhkan. Pada anak tanpa kenaikan ICP yang berarti atau hilangnya darah hanya sedikit cukup diganti dengan larutan kristaloid. Untuk mempertahankan volume isoonkotik maka diberikan koloid dengan ratio 1:3 dengan kristaloid. Putusan untuk extubasi berdasarkan tingkatan intervensi pembedahan, stabilitas selama operasi normalisasi ICP, umur anak, beratnya defisit neurologi, faktor yang menyulitkan respirasi proteksi jalan nafas dan suhu tubuh. Neonatus dan bayi dengan problem kardiopulmonal membutuhkan ventilasi post operatif. Anak yang lebih besar dengan kelainan neurologi sering dengan reflex airway yang tak adekuat membutuhkan intubasi post operatif sampai mampu melindungi airway. Pemberian narkotik harus hati hati dengan melihat status neurologi pasien dan infiltrasi lokal anestetik waktu penutupan luka operasi sangat menurunkan kebutuhan narkotik post operatif.
Pasien yang tak sadar post operatif harus dicurigai dengan ICP yang tinggi atau perdarahan intrakranial. Kenaikan ICP post operatif biasanya karena hipertensi sistemik yang tidak terkontrol cukup hanya dengan membuat anak senang, tetapi bila tekanan darah tetap tinggi bisa diberi obat vasoaktif seperti labetalol yang bersifat gabungan alpa dan beta bloker dan biasanya tidak melewati sawar darah otak. Kejang kadang-kadang terjadi segera post operasi untuk ini ahli bedah biasa memberi profilaksis antikonvulsan preoperatif diteruskan selama post operatif umumnya penobarbital paling sering digunakan dan phenitoin untuk yang tidak respons.

TUMOR FOSSA POSTERIOR
Lebih sering pada anak daripada dewasa dan setengah dari jumlah tumor otak pada anak dan 50-55% adalah infratentorial. Empat tumor yang biasa adalah medulloblastoma (30%), cerebellarastrocytoma (30%),brainstem glioma(30%), ependymoma(7%) dan sisanya acoustic neuroma(3%). Gejala klinis yang sering akibat tumor fossa posterior adalah oleh karena hidrosepalus ditemukan pada 90% anak dengan medulloblastoma dan hampir semua anak dengan cerebellar astrocytoma.
Pertimbangan anestesi:
Ø  Patofisiologi berkaitan dengan umur
Ø  Penilaian ICP :
   Simtomatik hidrosepalus selalu memerlukan VP shunt.
Ø  Kompressi brainstem :
Menyebabkan problema kardiopulmonal terutama  hipertensi dan hilangnya reflex proteksi airway dan stridor inspirasi,cenderung aspirasi pneumonitis dan  sleep apnoe sering bertahan selama post operatif.
Ø  Lambung penuh :
Kelainan pada fossa posterior sering melambatkan pengosongan lambung dan menyebabkan regurgitasi waktu induksi.
Ø  Emboli udara :
Terutama posisi duduk(30%) dan monitor emboli udara dengan  prekordial Doppler dan pasang CVP untuk menyedot emboli udara. Elevasi bone flap bisa merobek sinus transversus,perdarahan massif dan emboli udara bisa terjadi.
Ø  Cairan dan elektrolit :
Pemberian osmotik diuretik preoperatif untuk  menurunkan ICP bisa menyebabkan gangguan volume cairan dan elektrolit.
Ø  Posisi pasien :
Biasanya 50% posisi pasien tengkurap,ini memerlukan  perhatian khusus antara lain bebasnya kompressi abdomen dan thorax,perlindungan mata dan penekanan bagian tubuh tertentu serta keamanan posisi dan fiksasi pipa trakea. Kepala biasanya dilindungi dengan Mayfiel head frame.
Induksi dan pemeliharaan anestesi :
Diarahkan dengan mempertahankan CPP dan mencegah kenaikan ICP dan memberikan kedalaman anestesi yang tepat. Induksi intravena pentotal atau propofol bersama pelemas otot tanpa depolarisasi dan narkotik adalah cukup. Suksinilkolin bisa diberikan bila ICP tak terlalu tinggi dan hemodinamik stabil. Pipa trakeal lebih baik non kinked/kingking dan oral karena via nasal walaupun lebih stabil namun kecenderungan terjadi perdarahan nasal dan infeksi. Sesudah pensterilan kulit, infiltrasi bupivacain 0,125%  dengan epinefrin 1/200.000 sepanjang garis insisi dan anestesi didalamkan dengan fentanil atau isoluran untuk merelaksasikan otak sehingga mengurangi tekanan rekraktor dan mempertahankan CPP. Pelemas otot diberikan dan hiperventillasi dimana PaCO2 dipertahankan antara 25-30 mmHg,dan ICP bisa dikurangi dengan mannitol dengan didahului furesemide. Selama operasi terutama tumor intramedullary atau brainstem sebaiknya dimonitor sensory evoked potential(SEP). Nyeri post operatif bisa dikurangi dengan infiltrasi anestetik lokal pada saat penutupan luka operasi.

Masa pulih
Terlibatnya saraf kranial dan odem brainstem sebaiknya pasien tetap terintubasi selama post operatif. Bila mungkin diextubasi dikamar bedah berikan lidokain 0,5-1mg per kg dan dosis kecil narkotik untuk mencegah batuk/mengejan yang bisa menaikkan ICP dan perdarahan ulang. Hindarkan pemakaian obat yang mempengaruhi sensorium atau pupil supaya tak mengganggu penilaian neurologi. Pemakaian narkotik harus hati hati dan pasien seharusnya dimonitor terutama adanya depressi respirasi.
CRANIOPARINGIOMA
Frekuensinya 3% dari seluruh tumor intrakranial,6-9% dari tumor pediatri, dan 50% dari tumor yang menempati area sella-chiasmic. Tumor non glial yang paling sering pada anak terutama anak umur 5-10 tahun, distribusi sex sama pada laki-laki dan perempuan. Cranioparingioma menyebabkan kerusakan progressif neurologik dan kematian karena terlibatnya struktur suprasellar termasuk hipopisa,hipotalamus dan nervus optikus. Gejala yang timbul tergantung lokasi tumor. Bila pada suprasellar menyebabkan sakit kepala dan gangguan endokrin. Tumor retrochiasmatic menimbulkan obstruktif hidrosepalus, hipertensi intrakranial, odem papil dan tumor prechiasmatic menurunkan ketajaman visual dan atropi optik.

Evaluasi preoperatif termasuk pemeriksaan:
CTscan,MRI,neurooptamologi,neuroendokrinologi dan neuropsikologi. Anak bisa denga hipotiroidism,defisiensi growth hormon & kortikotropin atau diabetes insipidus yang  memerlukan pergantian hormon kortikosteroid dan hormon tiroid sebelum operasi.Diabetes insipidus jarang timbul sebelum operasi tetapi beberapa jam sesudah operasi dengan poliuri yang hebat menyebabkan hipovolemia,hipernatremia,hiperosmolality dan osmolalitas urine<200 0="" 1="" akan="" akibat="" anestesi="" awal="" bentuk="" berlangsung="" biasanya="" bila="" bisa="" buruk="" cairan="" craniotomi="" dalam="" dan="" darah="" dengan="" desmopressin="" diabetes="" diantaranya="" diberi="" diberikan="" diganti="" dilakukan="" dipertahankan.="" disertai="" disfungsi="" diuresis="" dosis="" dosisnya="" elektrolit="" emerlukan="" epilepsy.="" frontalis="" gula="" hari="" harus="" hidrosepalus="" icp="" insidens="" insipidus.="" intranasal="" intravena="" iskemia="" jangka="" kadang="" kadar="" kasus.="" kerusakan="" keseimbangan="" kg="" lama="" late="" lobus="" mengganggu="" merupakan="" mg="" mikroskopik="" mosm.="" nbsp="" o:p="" onset="" operasi="" operatif="" osmolalitas="" otak="" pada="" panjang="" pembedahan="" pengangkatan="" pengelolaan="" pengobatan="" perfusi="" post="" problem="" saat="" sama="" sedangkan="" seharusnya="" sekunder="" selalu="" stadium="" supratentorial.="" tehnik="" terjadi="" termasuk="" terpilih="" tetapi="" tinggi="" tumor="" vaskular="" vasopressin="" ventrikulostomi.="" via="" yang="">
Komplikasi post operatif antara lain kejang, diabetes insipidus dan hipotermia karena injuri pusat thermoregulator pada hipotalamus. Kadar glukosa harus dipantau secara cermat. Pemberian cairan disamping kebutuhan pemeliharaan ditambah 75% kehilangan urine/jam sebelumnya, berpedoman pada serum elektrolit. Propilaktis anti kejang disarankan karena bisa terjadi kejang post operasi sebaiknya pasien dirawat di ICU.

ANOMALI SEREBROVASKULAR
Aneurisma arteri jarang pada anak tetapi arteriovenous  malformation (AVM) sering tidak terdeteksi sampai umur 40-50 tahun dan hanya 18% muncul dibawah umur 15 tahun, bisa kongenital maupun didapat, merupakan tantangan buat neuroanestesiologist terutama  bayi dan anak. Insidens yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan sindrom angioplastik (Osler-Weber-Rondu syndrome,hereditary hemorrhage telangiectasi,Wyber-Mason syndrome). Aneurisma dan AVM bawaan merupakan perkembangan abnormal dari jaringan kapiller arteriole menghubungkan sistem arteri dan vena. Aliran darah melalui sirkuit arteriokapiler dengan resistensi rendah menyebabkan distensi dan dilatasi seluruh sistem vena diotak dan kranium secara progressif. Beberapa anomali vaskular spesifik pada arteri cerebral
posterior dan vena besar dari Galen biasanya muncul pada periode newborn dengan CHF. Dilatasi sakular vena Galen mungkin bersamaan dengan hidrosepalus karena obstruksi aquaductus Sylvius. Lokasi dominan pada anak adalah supratentorial.

Injuri serebral bisa disebabkan salah satu atau lebih:
1.Perdarahan dengan thrombosis dan infark.
2.Kompressi terhadap struktur neural yang berdekatan.
3.Iskemia parenchimal disebabkan oleh pencurian aliran   darah kejaringan   bertahanan rendah.
4.CHF dan hipoperfusi
5.Trauma pembedahan dan pengalihan aliran darah.
            Pasien AVM bisa membutuhkan embolisasi aliran darah arteri dengan kontrol radiologi, stereotactic radiosurgery sebagai terapi definitif dan klipping pembuluh darah mungkin dilakukan baik sebagai prosedur satu satunya atau prosedur lanjutan. Sasaran ahli anestesi adalah meminimalkan tekanan transmural pada aneurisma untuk mencegah pelebaran atau ruptur aneurisma dimana CPP tetap dipertahankan untuk mencegah iskemia otak.

Pertimbangan spesifik anestesi anak dengan AVM:
1.Patofisiologi sebelumnya :
   Adakah kenaikan ICP atau bersamaan dengan CHF?
   Atau adakah defect bawaan ?
2.Patofisiologi sehubungan umur :
   Adakah immaturitas dari sistem organ?
3.Kemungkinan hilang darah yang massif harus diantisipasi

Simptomatologi tergantung umur berapa saat penyakit itu ada.Pada anak yang lebih tua sering bersamaan dengan perdarahan subarachnoid dan intraventrikular. Lebih dari 70% pasien pediatri, AVM sebagai penyebab perdarahan subarachnoid dan 25% gejalanya adalah kejang. AVM pada neonatus adalah tantangan yang besar sebab sering bersama dengan CHF. Tahanan rendah AVM menyebabkan overload volume dan gejala gagal jantung kanan, memerlukan inotropik dan intubasi ,ventilasi mekanik sebelum operasi.
Sebagai tambahan monitor rutin,dua kateter intravena ukuran besar terpasang,serta kateter arteri , CVP dan kateter urin penting. Intervensi pembedahan terhadap satu atau lebih pembuluh darah besar sering menyebabkan emboli udara yang bermakna untuk itu monitor precordial Doppler adalah essensial. Prinsip tehnik anestesi ,hindarkan depresi kardiovaskular dan hipertensi waktu induksi. Dosis besar pentotal atau propopol,lidokain hindarkan tetapi dosis moderat pentotal,narkotik dan pelemas otot non depolarisasi disarankan serta premedikasi sedatif membantu lancarnya induksi. Pemeliharaan anestesi sama dengan anestesi tumor supratentorial.
Pada pasien AVM lebih disukai normokapni karena hipokapni akan menurunkan CBF kepembuluh darah normal dan menambah aliran ke AVM. Bila tanpa CHF maka hipotensi terkontrol dapat digunakan saat ligasi AVM, dengan trimethaphan,nitrogliserin  dan nitroprusid. Mempertahankan suhu tubuh normal sangat sulit apalagi transfusi massif diperlukan,untungnya modest hipotermia (34C) dapat memproteksi otak dengan menurunkan CMRO2 tanpa menimbulkan komplikasi post operatif dan bila hipertermia harus diterapi secara agressif.
            Vasospamo serebral perlu dideteksi dan dicegah periode post operatif dengan transcranial Doppler sonography dan calcium antagonist sebagai terapi pilihan karena vasospasmo memperburuk outcome. Pasien dengan CHF maupun dengan defisit neurologi yang berat sebaiknya tetap tersedasi dan terintubasi dan dirawat di ICU .Tak hanya analgetik tetapi terapi antihipertensi diperlulukan untuk mencegah kenaikan mendadak tekanan darah yang mencetuskan rebleeding.

Pasien aneurisma venous of Galen walaupun jarang tetapi mortalitinya 75% dimana neonatus dengan CHF,makrokrania,suara aliran darah terdengar via fontanella anterior dan embolisasi dilakukan sebelum operasi. Tetapi anak yang lebih tua sering mengeluh seperti migrain tetapi mortalitasnya rendah. Pengelolaan anestesi termasuk monitoring cardiovaskular yang agressif hindarkan hipotensi dan hipovolemia dan tekanan diastolik yang rendah akan mengganggu perfusi jantung.Saat klipping aneurisma terjadi peningkatan ventrikular afterload secara mendadak dan gagal jantung memerlukan inoropik dan vasodilator.
N20 dihindarkan karena pengaruh inotropik negatif dan meningkatkan resistensi vaskular pulmonal. 

| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar