b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Minggu, 20 Oktober 2013

OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI

thumbnail Title: OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI
Posted by:Unknown
Published :2013-10-20T00:46:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI

Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Macam- macam obat pre medikasi :
1. Golongan Narkotika
-          Mempunyai efek analgetika  yang sangat kuat.
-          Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
-          Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
-          Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah yang dapat membuat hipotensi.
-          Biasanya  diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.
-          Pethidin :
·         mengurangi kecemasan dan ketegangan
·         menekan TD dan nafas (diinjeksikan pelan- pelan)
·         merangsang otot polos
-          Morfin :
·         mengurangi kecemasan dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi
·         menekan TD dan nafas
·         merangsang otot polos
·         depresan Sistem saraf pusat
·         pulih pasca bedah lebih lama
·         mempunyai efek samping mual muntah dan penyempitan bronkus
-          Fentanyl :
·         Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin
·         Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam tubuh
·         Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi dengan pemberian sufas atropin
·         Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah
2. golongan benzodiazepin
-          Mempunyai manfaat yang sangat berguna untuk premedikasi
-          Mempunyai efek ansiolisis, sedasi, dan amnesia
-          Dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau penggunaannya
-          Obat yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral ataupun iv
3. antikolinergik
-          Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan premedikasi lain ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya
-          Dapat digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi
-          Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita penyakit jantung), pireksia, midriasis
-          Obat-obatan yang biasa digunakan adalah sulfas atropin
4. 5-HT antagonis
-          Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari obat-obatan anestesi lainnya.





Macam- macam obat anastesi berikut dosis dan sediaannya :

Obat
Dalam sediaan
Jumlah di sediaan
pengenceran
Dalam spuit
Dosis (mg/kgBB)
1 cc spuit =
Pethidin
ampul
100mg/2cc
2cc + aquadest 8cc
10 cc
0,5-1
10 mg
Fentanyl

0,05 mg/cc



0,05mg
Recofol (Propofol)
ampul
200mg/
20cc
10cc + lidocain 1 ampul
10 cc
2-2,5
10 mg
Ketamin
vial
100mg/cc
1cc + aquadest 9cc
10 cc
1-2
10 mg
Efedrin HCl
ampul
50mg/cc
1cc + aquadest 9cc
10 cc
0,2
5 mg
Sulfas Atropin
ampul
0,25mg/cc
Tanpa pengenceran
3 cc
0,005
0,25 mg
Ondansentron HCl (Narfoz)
ampul
4mg/2cc
Tanpa pengenceran
3 cc
8 mg (dewasa)
5 mg (anak)
2 mg
Aminofilin
ampul
24mg/cc
Tanpa pengenceran
10 cc
5
24 mg
Dexamethason
ampul
5 mg/cc
Tanpa pengenceran

1
5 mg
Adrenalin
ampul
1 mg/cc


0,25-0,3

Midazolam (Sedacum)
ampul
5mg/5cc
Tanpa pengenceran

0,07-0,1
1 mg
Ketorolac
ampul
60 mg/2cc
Tanpa pengenceran


30 mg
Difenhidramin HCl
ampul
5mg/cc
Tanpa pengenceran


5 mg

A.     Obat induksi intravena
1.      Ketamin
-          Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral
-          Efek hipnotik kurang
-          Efek relaksasi tidak ada
-          Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik à batuk saat anestesi à refleks vagal
-          Disosiasi à mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
-          Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
-          TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
-          Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita- penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.
-          Dosis berlebihan secara iv à depresi napas
-          Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus
-          Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%
-          Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
-          Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
-          Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat retikular otak

Indikasi:
§  Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar
§  Untuk prosedur diagnostik pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
§  Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
§  Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.
§  Untuk tindakan operasi kecil
§  Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada
§  Pasien asma

Kontra Indikasi
§  hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
§  riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
§  Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :
§  Riwayat kelainan jiwa
§  Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik


2.      Propofol
-          Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak kedelai & postasida telur yang dimurnikan.
-          Terasa nyeri saat penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
-          Analgetik tidak kuat
-          Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat maintenance
-          Obat setelah diberikan à didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.
-          Metabolisme di liver dan metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.
-          Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak
Efek Samping
  • Bradikardi  
  • Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
  • Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
  • Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
  • Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik

B.     Obat anastetik inhalasi
1.       Halothan/fluothan
-          Tidak berwarna, mudah menguap
-          Tidak mudah terbakar/meledak
-          Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek:
-          Tidak merangsang traktus respiratorius
-          Depresi nafas Þ stadium analgetik
-          Menghambat salivasi
-          Nadi cepat, ekskresi air mata
-          Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
-          Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
-          Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
-          Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi
-          Vasodilatasi pembuluh darah otak
-          Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
-          Meningkatkan aktivitas vagal à vagal refleks
-          Pemberian berulang (1-3 bulan) à kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)
-          Menghambat kontraksi otot rahim
-          Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
-          Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan
  • cepat tidur
  • Tidak merangsang saluran napas
  • Salivasi tidak banyak
  • Bronkhodilator à obat pilihan untuk asma bronkhiale
  • Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
  • Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian
  • overdosis
  • Perlu obat tambahan selama anestesi
  • Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
  • aritmia jantung
  • Sifat analgetik ringan
  • Cukup mahal
  • Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2.       Nitrogen Oksida  (N2O)
-          gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam darah

Efek:
  • Analgesik sangat kuat setara morfin
  • Hipnotik sangat lemah
  • Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
  • Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. à Bila murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
  • jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.

3.      Isofluran
-          Adalah obat anestesi isomer dari enfluran
-          Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan tidak merusak logam
-          Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi
-          Mempunyai efek bronkodilator tetapi tidak kuat
-          Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan nafas, menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan darah sistemik

4.      Sevofluran
-          Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak mudah terbakar dan stabil terkena cahaya
-          Induksi dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak
-          Pada sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung
-          Dapat memicu bronkospasme
-          Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal

C.     Obat muscle relaksan

-          Bekerja pada otot bergaris à terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
-          Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata àekstremitas à mandibula àintercostalis àabdominal àdiafragma
-          Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan
-          Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak keluar dan terjadi relaksasi
-          Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi


Dosis awal (mg/kgBB)
Dosis rumatan (mg/kgBB)
Durasi (menit)
Efek samping
Non depol long-acting
1.      D-tubokurarin (tubarin)
2.      Pankuronium
3.      Metakurin
4.      Pipekuronium
5.      Doksakurium
6.      Alkurium (alloferin)

0.40-0.60
0.08-0.12
0.20-0.40
0.05-0.12
0.02-0.08
0.15-0.30

0.10
0.15-0.020
0.05
0.01-0.015
0.005-0.010
0.5

30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60

Hipotensi
Takikardi
Hipotensi
KV stabil
KV stabil
Takikardi
Non depol intermediate acting
1.      Gallamin (flaxedil)
2.      Atrakurium (tracrium/notrixum)
3.      Vekuronium (norcuron)
4.      Rokuronium (roculax/esmeron/noveron)
5.      Cistacuronium

4-6
0.5-0.6
0.1-0.2
0.6-1.0
0.15-0.20

0.5
0.1
0.015-0.02
0.10-0.15
0.02

30-60
20-45
25-45
30-60
30-45

Hipotensi
Amanhepar&ginjal


Isomer atrakurium
Non depol short acting
1.      mivakurium (mivacron)
2.      ropacuronium

0.20-0.25
1.5-2.0

0.05
0.3-0.5

10-15
15-30

Hipotensi & histamin +
Depol short acting
1.      suksinilkolin (scolin)
2.      dekametonium

1.0
1.0


3-10
3-10



  • Durasi
    • Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
    • Short (10-15 menit) : mivakurium
    • Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
    • Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium, doksakurium, galamin
    •  
  • Efek terhadap kardiovaskuler
    • tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin dan (penghambatan ganglion)
    • pankuronium : menaikkan tekanan darah
    • suksinilkolin : aritmia jantung

D.    anastesi lokal/ regional
Bekerja dengan cara blokade reversibel konduksi saraf. Mencegah depolarisasi dengan blokade ion Na + ke Cannel Na (blokade konduksi) yang berfungsi untuk mencegah permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+
Penggolongan anestesi lokal:















Potensi Obat

SHORT act
MEDIUM act
LONG act
Prototipe
Prokain
Lidokain
Bupirokain
Gol
Ester
Amida
Amida
Onset
2’
5’
15’
Durasi
30-45’
60-90’
2-4jam
Potensi
1
3
15
Toksisitas
1
2
10
Dosis max
12 Mg/KgBB
6 mg/KgBB
2 Mg/KgBB
Metabolisme
Plasma
Liver
Liver

Keterangan:
Bupivacaine
-          Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan <20ml .="" b="">
Lidokain (Xylocaine, Lidonest)
-          Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
-          0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
-          1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.
-          2% untuk relaksasi pasien berotot.

OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID
OPIOID
-             Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
-          Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.

A.       Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
1.                  opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
2.                  semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
3.                  sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

B.        Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:
1.   MORFIN
a.       Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
b.      Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c.       Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada  infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
d.      Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e.       Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.

2. PETIDIN
a.       Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik. 
b.      Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1)      Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2)      Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.
3)      Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia.
4)      Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.
5)      Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
6)      Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

c.       Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d.      Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik.
e.       Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f.       Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.

3. FENTANIL
a.       Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.
b.      Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c.       Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d.      Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol. 










ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)

Pirazolon
 
As. Karboksilat  
 
Oksikam  
 
Dipiron  
 
Piroksikam
 
As. Mefenamat, Floktafenin
 
As. Asetil salisilat,Dflunisal  
 
Ibuprofen, Naproksen, Ketoprofen
 
Diklofenak  
 
 











Keterangan
1.      Ketorolak
-          Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.
-          Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.
-          Lama kerja 4-6 jam.
-          Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB <50kg 60mg="" dibatasi="" hari.="" maks.="" o:p="">
-          30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.
-          Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di sistem saraf pusat.
-          Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut, anak usia <4th gangguan="" o:p="" perdarahan="" tonsilektomi.="">
2.      Ketoprofen
-          Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.
-          Per-rektal 1-2 suppositoria.
-          Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.
-          Intravena  per-infus dihabiskan dalam 20 menit.

Efek samping golongan NSAID 
-          Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare, dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.
-          Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.
-          Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus, retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.
-          Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus hepatoseluler.
-          Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
-          Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.
-          Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
-          Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil, manula.





STADIUM ANESTESI

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.
Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.
StadiumIII
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
Stadium lV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.




















MACAM-MACAM CAIRAN INFUS

Berdasarkan Partikel dalam cairan dibagi menjadi:
I. KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
-          Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L),  cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
-          Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
-          Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
-          Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
B. Cairan isotonik
-          osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
-          Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
-          Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
-          Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
-          Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L), sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
-          Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
-          Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

II. KOLOID
Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran semipermeabel/ dinding pembuluh darah. dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)
Berdasar tekanan Onkotiknya ada 2 macam :
-          Iso-Onkotik : Co/ Albumin 25%
-          Hiper-Onkotik : Co/ Albumin 5%



| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar