1. Tes Tempel (Patch
Test)
Metode ini adalah
dengan menerapkan alergi untuk sebuah patch yang kemudian diletakkan pada
kulit. Hal tersebut dapat dilakukan untuk menunjukkan yang memicu dermatitis
kontak alergi.15 Jika ada alergi antibodi dalam sistem tubuh, kulit
akan menjadi jengkel dan mungkin gatal, lebih mirip gigitan nyamuk. Reaksi ini
berarti pasien alergi terhadap zat tersebut
Pemeriksaan status imunologik
selular dapat dilakukan secara in vivo maupun secara in vitro. Uji kulit tipe
lambat digunakan untuk mengukur reaksi imunologi selular secara in vivo dengan
melihat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat setelah penyuntikan
antigen yang sudah dikenal sebelumnya (recall antigen) pada kulit.15
Uji ini menggunakan antigen spesifik
yang disuntikkan secara intradermal. Antigen yang digunakan biasanya yang telah
berkontak dengan individu normal, misalnya tetanus, difteria, streptokokus,
tuberkulin (OT), Candida albicans, trikofiton, dan proteus.15
Pada 85% orang dewasa normal reaksi akan positif dengan paling sedikit pada
satu dari antigen tersebut. Pada populasi anak persentase ini lebih rendah,
walaupun terdapat kenaikan persentase dengan bertambahnya umur. Hanya 1/3 dari
anak berumur kurang dari satu tahun yang akan bereaksi dengan kandida, dan akan
mencapai persentase seperti orang dewasa pada usia di atas 5 tahun.15
Sebuah aplikator sekali pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan
gliserin sebagai kontrol, misalnya seperti Multi-test CMI buatan Merieux
Institute sekarang banyak dipakai. Kit ini mengandung 7 jenis antigen (Candida
albicans, toksoid tetanus, toksoid difteri, streptokinase, old
tuberculine, trikofiton, dan proteus) serta kontrol gliserin secara
bersamaan sekaligus dapat diuji.15
Persiapan
Pastikan bahwa kondisi antigen yang
digunakan dalam keadaan layak pakai, perhatikan cara penyimpanan dan tanggal
kadaluarsanya Harus diingat bahwa kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat
menekan reaksi ini sehingga memberi hasil negatif palsu. Setelah itu lakukan
anamnesis tentang apakah pernah berkontak sebelumnya dengan antigen yang akan
digunakan.
Melakukan uji
Kalau memungkinkan gunakan aplikator
seperti di atas sehingga dapat digunakan banyak antigen sekaligus. Hati-hati
sewaktu melepas penutup antigen, harus dengan posisi menghadap ke atas sehingga
antigen tidak tumpah. Kalau tidak ada aplikator seperti itu dapat digunakan
antigen yang mudah didapat (tetanus, tuberculin, dan sebagainya). Dengan
menggunakan alat suntik tuberkulin, pastikan bahwa sejumlah 0,1 ml antigen
masuk secara intrakutan hingga berbentuk gelembung dan tidak subkutan. Beri
tanda dengan lingkaran masing-masing lokasi antigen.
Hasil pemeriksaan
Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam.15
Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif maka cukup aman untuk memberikan
dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi harus diraba dengan jari
dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter melintang (a) dan
memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula (a+b):2. Suatu reaksi
disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih.15
Efek samping
Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan
yang persisten selama 3-10 hari tanpa meninggalkan sikatriks. Pada orang yang
sangat sensitif dapat timbul vesikel dan ulserasi pada lebih dari satu lokasi
antigen.
Interpretasi
Uji kulit ini saja tidak cukup untuk
menyimpulkan status imunologik selular seseorang karena untuk dapat disimpulkan
hasil uji harus disesuaikan dengan anamnesis dan keadaan klinik. Untuk menilai
suatu uji kulit, seperti juga prosedur diagnostik yang lain, sangat tergantung
pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa kemungkinan terdapat gangguan pada
sistem imunitas selular, maka dapat dipertimbangkan pemberian imunoterapi.
Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan secara in vivo.
2. Prick Test (Uji
tusuk)
Uji
tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak. Tempat
uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak
sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak
alergen dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan
superfisial kulit ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang
dimodifikasi, atau dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak
alergen yang digunakan 1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan
untuk uji intradermal. Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit,
diharapkan risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk
mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji intradermal, tetapi
sensitivitasnya lebih rendah pada konsentrasi dan potensi yang lebih rendah.
Kontrol Untuk kontrol positif digunakan 0,01% histamin pada uji intradermal dan
1% pada uji tusuk. Kontrol negatif dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
reaksi dermografisme akibat trauma jarum. Untuk kontrol negatif digunakan
pelarut gliserin. Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena
itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling sedikit 3 hari
sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai pengaruh yang
lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat golongan
agonis β juga mempunyai pengaruh, akan tetapi karena pengaruhnya sangat kecil
maka dapat diabaikan. Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit
walaupun pada usia yang sama dapat saja terjadi reaksi berbeda. Makin muda usia
biasanya mempunyai reaktivitas yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen
yang paling baik adalah dilakukan setelah usia 3 tahun. Reaksi terhadap
histamin dibaca setelah 10 menit dan terhadap alergen dibaca setelah 15 menit.
Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi
dengan adanya indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba. Diameter
terbesar (D) dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran
(D+d):2. Pengukuran dapat dilakukan dengan melingkari indurasi dengan pena dan
ditempel pada suatu kertas kemudian diukur diameternya. Kertas dapat disimpan
untuk dokumentasi. Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen dengan
kualitas yang baik maka uji ini mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang
tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan.
Uji gores kulit (SPT) disarankan sebagai metode utama untuk diagnosis
alergi yang dimediasi IgE dalam sebagian besar penyakit alergi. Memiliki
keuntungan relatif sensitivitas dan spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas,
biaya rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi yang jelas kepada pasien
alergi mereka. Namun akurasinya tergantung pelaksana, pengamatan dan
interpretasi variabilitas.
3. Injeksi intradermal
Sejumlah
0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan secara
superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan
konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur
masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15
mm.3 Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen
pada kulit.Tes alergi pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan
untuk penggunaan rutin untuk aeroallergens dan makanan, tetapi
mungkin untuk mendeteksi racun dan diagnosis alergi obat. Ini
membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan tenaga medis
yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.
4.Uji Gores (Scratch Test)
Uji gores
kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah, namun
reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan,
langkah-langkah pengendalian infeksi sangat penting.
·
Pasien harus benar-benar dan tepat
mengenai risiko dan manfaat.
·
Masing-masing pasien kontraindikasi
dan tindakan pencegahan harus diperhatikan.
·
Uji gores kulit harus
dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf medis dan paramedis, di
pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati reaksi alergi sistemik
(anafilaksis).
·
Praktisi medis yang bertanggung
jawab harus memesan panel tes untuk setiap pasien secara individual, dengan
mempertimbangkan karakteristik pasien, sejarah dan temuan pemeriksaan, dan
alergi eksposur termasuk faktor-faktor lokal.
·
Staf teknis perawat dapat melakukan
pengujian langsung di bawah pengawasan medis (dokter yang memerintahkan
prosedur harus di lokasi pelatihan yang memadai sangat penting untuk
mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.
·
Kontrol positif dan negatif sangat
penting.
·
Praktisi medis yang bertanggung
jawab harus mengamati reaksi dan menginterpretasikan hasil tes dalam terang
sejarah pasien dan tanda-tanda.
·
Hasil tes harus dicatat dan
dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan bentuk yang dapat dipahami oleh
praktisi lain.
·
Konseling dan informasi harus
diberikan kepada pasien secara individual, berdasarkan hasil tes dan
karakteristik pasien dan lingkungan setempat.