Kesurupan merupakan fenomena yang sudah ada sejak lama pada berbagai suku bangsa. Pada suku–suku tertentu ini dikaitkan dengan ritual-ritual agama tertentu. Juga digunakan sebagai hiburan di pentas kesenian, Orang awam menyebutnya “kemasukan roh” Dalam dunia medis hal ini disebut “trance”
Dalam PPDGJ III gangguan ini dimasukkan dalam kelompok “gangguan disosiasi”
Sejarah
Trans sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno dan digunakan sebagai suatu cara pengobatan penyakit fisik dan mental.
Pada masyarakat Mesir Kuno terdapat kuil lelap (temple sleep) tempat orang meminta kesembuhan dengan cara memasuki keadaan trans yang dibimbing oleh para imam. Kuil ini juga terdapat di Yunani yang terdapat di Delphi. Pada masyarakat modern identifikasikan sebagai hipnosis pertama kali oleh Anton Mesmer (abad 18) dikenal dengan sebutan “magnetisme” dan “Mesmerisme”. Istilah hipnosis diperkenalkan pertama kali oleh James Braid dan digunakan dalam pengobatan gangguan psikosomatik.
Disosiasi adalah terpecahnya aktivitas mental yang spesifik dari sisa kesadaran normal, seperti terpecahnya pikiran atau perasaan dari perilaku (misal, ketika kita bosan mengikuti kuliah, kita melamun dan ketika kuliah usai ternyata catatan kuliah tetap lengkap-tanpa menyadari bahwa kita telah melakukan hal itu). Disosiasi minor merupakan fenomena yang lazim terjadi. Gangguan disosiatif menunjukkan disosiasi berat yang mengakibatkan timbulnya gejala-gejala yang berbeda dan bermakna dan mengganggu fungsi seseorang. Gangguan tersebut cukup lazim terjadi, khususnya timbul pada orang yang masa kanak-kanaknya mengalami kekerasan fisik atau seksual dan sering timbul dalam bentuk komorbiditas dengan depresi mayor, gangguan somatisasi, gangguan stress pasca trauma, penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian ambang, gangguan konduksi dan gangguan kepribadian antisosial.
Hal yang paling umum terlihat pada gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian/seluruh) dari integrasi normal antara : ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan dan kendali terhadap gerakan tubuh. Onset dan berakhirnya keadaan disosiatif sering kali berlangsung mendadak akan tetapi jarang sekali dapat dilihat kecuali dalam interkasi atau prosedur teknik- teknik tertentu seperti hIpnosis.
Definisi
“Trans” yang disebut juga “twilight state” adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas diri dengan atau tanpa suatu identitas alternatif.(DSM IV TR). “Trans” adalah suatu keadaan kehidupan separuh sadar (half-light) antara realitas yang nyata dan fantasi yang gelap (Cameron, 1963). “Trans” adalah suatu perubahan status kesadaran dan menunjukkan penurunan responsivitas terhadap stimulus lingkungan (Kaplan, 1994). Menurut Hinsie dan Campbel (1970), mempunyai persamaan arti dengan hipnosis, katalepsi dan keadaan ekstasi atau kekaguman dapat juga diartikan terlena. ”Trans” adalah suatu bentuk kesadaran transaksional yang dibangkitkan untuk tujuan transformasi (Hukom,1977)
Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an segera (awareness of identity and immediate sensations) serta control terhadap gerak tubuh.
Dalam penegakan diagnosis gangguan Disosiatif harus ada gangguan yang menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.
Epidemiologi
Gangguan Disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Tetapi juga Gangguan Disosiatif ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi.Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan disosiatif yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang 3 spesifik, dan menghindari kesalahan diagnosis antara DID, schizophrenia atau gangguan personal.
Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan disosiatif ini sangat mudah dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut.
Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan Disosiasi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
Etiologi
Trauma fisik dan mental
Kemarahan
Kecemasan
Kelelahan fisik
Struktur Kepribadian
Alam bawah sadar
Mekanisme Terjadinya
Stres / ritualistik / meditasi
Fungsi Ego Melemah
Batas Ego terbuka
Kekuatan bawah sadar bangkit
Kesurupan
Faktor yang membangkitkan
Musik / tetabuhan
Kata-kata / mantra
Cahaya yang menyilaukan
Situasi yang kacau
Kekaguman
Hipnosis
Faktor Resiko
Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan disosiatif. Anak-ana dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan disosiatif ini.
Gambaran Klinik
Pasien nampak dalam suatu keadaan separuh sadar,seperti mau pingsan atau dimabok cinta. Berada dalam suatu lingkungan dimana ada orang lain, tetapi mereka tenggelam dalam preokupasi regresi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata atau tak bisa saling berbagi dengan orang lain. Kebanyakan orang yang mengalaminya tidak dapat menceritakan kembali apa yang telah dialami, kita bisa mengetahui dari melihat langsung (bukti langsung)
Kriteria Diagnosis
Menurut PPDGJ III :
Adanya kehilangan sementara penghayatan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain. Hanya gangguan trans yang “involunter” (diluar kemauan individu)dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini. Tidak ada penyebab organik (epilepsi, cedera kepala, intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (skizofrenia, gangguan kepribadian multiple)
Pengobatan
Farmakologi :
1. Pemberian injeksi anti cemas atau antipsikotik yang membuat penderita lebih tenang
2. Psikologik
3. Hipnosis
Pencegahan
Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.
KESIMPULAN
Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.
Gangguan Disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan Disosiasi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
Ada beberapa penggolongan dalam gangguan disosiatif, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif.
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.
Daftar Pustaka
Setyonegoro RK. Budaya dan Gangguan Jiwa, Jiwa 1995;XXVIII (1): 1
Hukom AJ. Kuasa dan Pengetahuandalam Kesadaran Transaksional. Trans menurut gagasan Michael Foucault, Disertasi diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Filsafat pada Universitas Indonesia, Jakarta, 1997.
Suryani LK. Adnjana TAK. Kesurupan suatu fenomena masyarakat Hindu Bali. Jiwa 1996. XXIX (2) :57.
Maramis WF. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya, Airlangga University Press, 1980: 418
Ingwantoro S. Penelaahan Trans Dan Hubungannya Dengan Hipnosis Serta Manfaatnya Dalam Psikiatri. Jiwa 2000;XXXIII (2); 185-193.
Kaplan HI, Sadock BJ. Synopsis of Psychiatry. seventh edition, Baltimore;Williams & Wilkins 1994:651
Cameron N. Personality Development and Psychopathology; Boston; Mifflin Company 1963;338-372
Mansjoer, A. dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Media Aesculapius: Jakarta.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), Departemen Kesehatan RI., Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Cetakan Pertama