I.
PENDAHULUAN
Sindroma koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat
jantung dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau
gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom ini menggambarkan suatu penyakit yang
berat, dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak tergantung pada besarnya
prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih sering ditemukan pada penderita
dengan plak kurang dari 50-70% yang tidak stabil, yaitu fibrous cap ‘dinding (punggung) plak’ yang tipis dan mudah erosi atau ruptur.
Terjadinya
SKA, khususnya IMA, dipengaruhi
oleh beberapa keadaan, yaitu
aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi,
terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari
dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi
debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner
juga meningkat.
Sindroma koroner akut
mencakup:
1.
Angina pektoris tak stabil (APTS)
2.
Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
3.
ST elevation myocard infark (STEMI)
II.
ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI
Sindroma
koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan
kebutuhan oksigen miokard.
Etiologi SKA
antara lain:
1.
Penyempitan
arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak
aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
2.
Obstruksi
dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner
epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh
darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3.
Penyempitan
yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus à terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner
perkutan (PCI).
4.
Inflamasi
à penyempitan arteri, destabilisasi
plak, ruptur, trombogenesis. Makrofag, limfosit T à ↑ metalloproteinase à penipisan dan ruptur plak
5.
Keadaan/factor
pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard à demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard à anemia, hipoksemia
Patofisiologi
SKA dimulai
dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan
platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak
berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap
yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi
plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor jaringan’
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi
trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan
pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis
‘trombosis akut’.
Proses
inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase,
dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel
inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui
perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial,
yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur
plak.
Endotelium
mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat
vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka
segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi
endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh
beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH
(nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell
Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal
jantung.
Fase
selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi
endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin).
Seperti kita
ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan
migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai
proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet
dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel,
dan luasnya infark.
SKA yang
diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis
yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa
hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya
inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.
III.
DIAGNOSIS
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari
anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).
1.
Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri
dada yang khas kardial (gejala kardinal), yaitu:
ü Lokasi: substernal, retrosternal,
atau prekordial
ü Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan,
ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti
ditusuk.
ü Penjalaran: ke lengan kiri, leher,
rahang bawah, punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
ü Nyeri membaik/hilang dengan istirahat
atau nitrat.
ü Gejala penyerta: mual, muntah, sulit
bernapas, keringat dingin, cemas, lemah.
ü Factor pencetus: aktivitas fisik,
emosi
ü Factor resiko: laki-laki usia >40
tahun, wanita menopause, DM, hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian
tipe A, obesitas.
2.
Elektro Kardiografi
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi
segmen ST (≥ 1mV) atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead
yang bersebelahan.
|
|
Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium,
dan perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan
miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang
dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.
Selama infark miokard akut, EKG
berkembang melalui tiga stadium:
1) Gelombang T runcing diikuti dengan
inverse gelombang T
ü Secara akut, gelombang T meruncing
(peaking), kemudian inverse (simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan
iskemia miokardium. Jika terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse
selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
ü Secara akut, segmen ST mengalami
elevasi dan menyatu dengan gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas
miokardium. Jika terjadi infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso
elektrik dalam beberapa jam.
3) Muncul gelombang Q baru
ü Gelombang-gelombang Q baru
bermunculan dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan
infark miokard, syarat: lebar ≥ 0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25% tinggi R.
Pada kebanyakan kasus, gelombang ini menetap seumur hidup pasien.
|
Lokalisasi infark berdasarkan lokasi
letak perubahan EKG:
Lokasi
|
Lead
|
Perubahan EKG
|
Anterios
ekstensif
|
V1-V6
|
ST
elevasi, gelombang Q
|
Anteroseptal
|
V1-V4
|
ST
elevasi, gelombang Q
|
Anterolateral
|
V4-V6
|
ST
elevasi, gelombang Q
|
Posterior
|
V1-V2
|
ST
depresi, Gelombang R tinggi
|
Lateral
|
I,
aVL, V5, V6
|
ST
elevasi, gelombang Q
|
Inferior
|
II,
III, aVF
|
ST
elevasi, gelombang Q
|
Ventrikel
kanan
|
V4R,
V5R
|
ST
elevasi, gelombang Q
|
3.
Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain
dengan menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK),
kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat
dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I
>2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark
miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
ü Paling spesifik untuk infark miokard
ü Troponin C à Pada semua jenis otot
ü Troponin I & T à Pada otot jantung
ü Troponin I memiliki ukuran yang lebih
kecil, sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin
ü Marker paling cepat terdeteksi (hal
ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
ü Ditemukan pada sitoplasma semua jenis
otot
c. Creatine Kinase (CK)
ü Ditemukan pada otot, otak, jantung
ü Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
ü Ditemukan di seluruh jaringan
ü LD1 & LD2 memiliki konsentrasi
tinggi pada otot jantung, normalnya LD2
> LD1
ü Pada pasien infark jantung: LD1 >
LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band
(CKMB)
ü Spesifik untuk infark miokard
Cardiac Marker
|
Meningkat
|
Puncak
|
Normal
|
cTn T
|
3 jam
|
12-48 jam
|
5-14 hari
|
cTn I
|
3 jam
|
24 jam
|
5-10 hari
|
CKMB
|
3 jam
|
10-24 jam
|
2-4 hari
|
CK
|
3-8 jam
|
10-36 jam
|
3-4 hari
|
Mioglobin
|
1-2 jam
|
4-8 jam
|
24 jam
|
LDH
|
24-48 jam
|
3-6 hari
|
8-14 hari
|
Membedakan
APTS, NSTEMI, STEMI:
Perbedaan
|
APTS
|
NSTEMI
|
STEMI
|
Nyeri dada
|
<15 menit="" o:p="">15>
|
>15
menit
>15
menit
EKG
Normal/iskemik
iskemik
evolusi
Cardiac marker
normal
meningkat
meningkat
IV.
TERAPI AWAL
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan
nyeri dada tipikal dengan kecurigaan SKA adalah:
1. Oksigenasi
ü Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang
mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
ü Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
ü
Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg),
dapat diulang sampai 3x dengan interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik
setelah pemberian pertama, dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit
(jangan lebih 200 μg/menit).
ü
Kontraindikasi: hipotensi
ü
Manfaat:
-
memperbaiki
pengiriman oksigen ke miokard;
-
menurunkan
kebutuhan oksigen di miokard;
-
menurunkan
beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel;
-
dilatasi
arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
-
menghambat
agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine
ü
Dosis 2 – 4 mg intravena
ü
Manfaat:
-
mengurangi
kecemasan dan kegelisahan;
-
mengurangi
rasa sakit akibat iskemia;
-
meningkatkan
venous capacitance;
-
menurunkan
tahanan pembuluh sistemik;
-
menurunkan
nadi dan tekanan darah.
ü
Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi
pernapasan.
4. Aspirin
ü
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan
absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada
stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang
mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian
GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
ü
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial).
ü
Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan TXA2, sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
ü
Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi
platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah
dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet,
sehingga menurunkan kejadian iskemi.
ü
Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya
trombosis dan iskemia berulang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin
dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping:
netropenia, trombositopenia (jarang), purpura trombotik trombositopenia à perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II –
III.
ü
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan
lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun
tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral,
cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam
setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .
ü
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients
at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna
lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah
(IMA, stroke) pada aterosklerosis.
V.
KOMPLIKASI, PROGNOSIS
Komplikasi:
ü Aritmia
ü Disfungsi ventrikel kiri
ü Hipotensi
ü Lain-lain:
o
Emboli Paru Dan Infark Paru
o
Emboli Arteri Sistemik
o
Stroke Emboli
o
Ruptur Jantung
o
Disfungsi & Ruptur m. Papilaris
Prognosis:
Klasifikasi Killip pada AMI:
Klas
|
Definisi
|
Mortalitas (%)
|
I
|
Tak ada tanda gagal jantung
kongestif
|
6
|
II
|
+ S3 dan/atau ronki basah
|
17
|
III
|
Edema paru
|
30-40
|
IV
|
Syok kardiogenik
|
60-80
|
Skoring resiko TIMI untuk SKA:
Usia >65 tahun
|
1
|
>3
faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, rokok)
|
1
|
Diketahui PJK
|
1
|
Pemakaian ASA 7 hari terakhir
|
1
|
Angina berat (<24 jam="" o:p="">24>
|
1
↑ petanda biokimia
1
Deviasi ST
1
Skor, resiko kematian/AMI
0/1 3%
2 3%
3 5%
4 7%
5 12%
6/7 19%
VI.
KESIMPULAN
·
Sindroma
koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan
kebutuhan oksigen miokard.
·
Sindroma koroner akut mencakup:
ü
Angina pektoris tak stabil (APTS)
ü
Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
ü
ST elevation myocard infark (STEMI)
·
Diagnosis
ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan
pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).
·
Angina
pectoris tak stabil ditandai dengan keluhan nyeri dada tipikal tanpa
peningkatan enzim jantung.
·
NSTEMI
ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan EKG berupa ST
depress dan peningkatan enzim jantung.
·
STEMI
ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan EKG berupa ST
elevasi dan peningkatan enzim jantung.
·
Penanganan
dini yang harus segera diberikan kepada pasien nyeri dada dengan kecurigaan SKA
adalah MONACO (morfin, oksigen, nitrat, aspilet, clopidogrel)
VII.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W. et al.
2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. PAPDI: Jakarta.
Thaler, Malcolm S. 2000.
Satu-satunya buku EKG yang Anda Perlukan. Hipokrates: Jakarta.
PERKI. 2004. Tatalaksana
Sindroma Koroner Akut tanpa ST-Elevasi.
PERKI. 2004. Tatalaksana
Sindroma Koroner Akut dengan ST-Elevasi.
Wasid, H.A. 2003. Konsep
Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
Herdanto, Dwi Yuda. 2009. 20 Penyakit
Umum di Indonesia.