1.
Mengapa hipertermia
memperburuk prognosis stroke?
Prognosis stroke
dipengaruhi banyak faktor, salah satunya suhu tubuh pasien. Hipertermia post
stroke berhubugan dengan mortalitas dan morbiditas penderita stroke perdarahan
maupun iskemik. Penurunan temperatur 1O berbanding lurus dengan
kondisi akhir yang baik (Saini et al.,
2009).
Hipertermia post stroke
disebabkan oleh mekanisme inflamasi dan biokemikal yang terjadi karena kerusakan
sel saraf. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertermia adalah tipe stroke,
topografi lesi dan volume, keparahan stroke, infeksi, dan respon inflamasi
sistemik (sekunder terhadap kerusakan sel saraf). Respon tubuh penderita
terhadap inflamasi dianggap sebagai faktor utama (Saini et al., 2009).
Mekanisme hipertemia
menyebabkan kerusakan sel saraf dengan mempengaruhi fisiologi dan struktural
sel (Saini et al., 2009). Hipertermia
mempengaruhi aktivitas enzim, menyebabkan kerusakan protein sitoskeletal,
meningkatkan neurotransmiter eksitatori neurotoksik (glutamat dan glisin) dan
menambah produksi radikal bebas (Saini et
al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Churn et al. (2010) menunjukkan bahwa penurunan suhu sampai 32o C
menyebabkan proteksi terhadap sel saraf yang iskemik. Sedangkan kenaikan suhu
sampai 39o C pada sel iskemik menstimulasi kematian sel (Churn et al., 2010).
Hipertermia secara
progresif menginduksi penurunan
aktivitas CaM kinase II. CaM kinase II adalah mediator penting yang banyak
ditemukan di otak untuk menjaga keseimbangan Ca 2+ intraseluler. Penurunan
aktivitas CaM kinase II menyebabkan perubahan influks ion, mekanisme transport
sel dan sistem transmiter. Akhirnya terjadi akumulasi ion, produk metabolisme,
dan toksin yang menyebabkan kematian sel (Churn et al., 2010).
Hipertermia pada stroke
perdarahan maupun iskemik biasanya terjadi 6 -24 jam pasca serangan. Hipertermia
yang tertunda menyebabkan hasil akhir yang lebih buruk dibandingkan hipertermia
yang terjadi pada jam awal setelah serangan. Hal ini disebabkan etiologi dasar
dari peningkatan temperatur. Hipertermia awal disebabkan oleh keparahan strok
dan respon inflamasi terhadap jaringan
infar. Sedangkan hipertermia fase lambat dikarenakan infeksi yang dapat
mempengaruhi perubahan fisiologis untuk penyembuhan jaringan dan plasitas
neuronal (Saini et al., 2009).
2. Sebutkan
stagging HNP
a. Disc Bulging
Terjadi
kelemahan struktural discus karena degenerasi. Degenerasi diskus terjadi secara
alami namun pada beberapa orang proses tersebut lebih hebat. Proses yang
terjadi adalah kelemahan anulus sehingga discus keluar. Pada fase bulging,
discus masuk ke jaringan fibrosa tetapi belum ruptur. Diskus ini mengiritasi
nervus sinuvertebra sehingga mengakibatkan nyeri (Gillard, 2002).
b. Disc Protrution
Discus
terdorong ke jaringan fibrosa sampai menyentuh atau mengompresi akar nervus
transversa (L5). Ligamen longitudinal posterior masih intak (Gillard, 2002).
c. Disc Extrution
Ligamen longitudianal posterior
ruptur sehingga nukleus pulposus masuk ke ruang epidural anterior. Terjadi
pergeseran akar nervus transversal dan akar nervus lain (S1-S4). Ekstrusi
diskus merupakan indikasi operasi secepatnya jika tidak membaik dengan terapi
konservatif. Terdapat fenomena shrinkage yaitu fragmen ekstrusi diabsorpsi
spontan oleh tubuh. Namun fenomena ini tidak mengurangi nyeri yang timbul dan
hanya mengurangi ukuran fragmen ekstrusi
(Gillard, 2002).
d. Disc Sequestration
Fragmen
nukleus terpisah dari badan ekstrusi dan
masuk ke ruang epidural sebagai fragmen bebas. Fragmen ini menyababkan kompresi
hebat pada akar nervus dan lapisan tekal. Sekuestrasi menyebabkan sindrom Cauda
Equina (Gillard, 2002).
3. Fenomena
on-off pada Parkinson
Fenomena
on-off adalah fluktuasi efek levodopa dalam waktu singkat, beberapa jam membaik
lalu memburuk mendadak atau sebagian otot tubuh memperlihatkan perbaikan,
lainnya tidak; terjadinya tidak berhubungan dengan waktu minum obat (Gan et al., 2007). Gejala klinis pada
periode off berupa gangguan motorik seperti kekakuan, menyeret kaki dan tremor
sampai immobilitas dan tremor berat ; gejala sensorik seperti nyeri; gejala
otonom berupa inkontinesia urine, keringat berlebihan, sensasi panas dan
dingin, dan disfagi serta Fakor yang mempengaruhi fenomena ini adalah keparahan
penyakit, lamanya pemberian levodopa, dan onset PD pada usia muda
(Fuente-FernaÂndez et a.l, 2004).
Ada
beberapa teori yang mendasari fenomena ini. Pertama, terdapat perubahan
afinitas reseptor dopamin di ganglia basalis sehingga desensitaso reseptor
dopamin postsinaptik menyebabkan periode off. Kedua, fenomena on off
berhubungan dengan perubahan fosforilasi reseptor NMDA di otak. Penurunan
jumlah NMDA berakibat pada penurunan motorik dan diskinesia. Ketiga, adanya
perubahan terminal dopamine presinaps akibat fluktuasi kadar transmitter.
Proses ini dipengaruhi oleh jumlah vesikel dan re-uptake dopamin dari sinaps
(Fuente-FernaÂndez et al., 2004).
Prinsip
manajemen fenomena on off adalah mengurangi waktu off dengan sesedikit mungkin
obat. Terapi yang dapat digunakan mencakup penggunaan lepas terkontrol carbidopa/levodopa;
penambahan MAO B inhibitor, COMT inhibitor, dopamine agonists dan apomorphin, penambahan dosis levodopa,
dan penambahan frekuensi pemberian levodopa.
4. Mengapa
pada cephalgia karena tumor gejala memberat pada pagi hari?
Tumor otak menimbulkan gejala dengan beberapa
mekanisme. Pertumbuhan masa tumor, edema saat terjadi angiogenesis yang
mengganggu sawar pembuluh darah, dan hidrosefalus saat tumor menginfiltrasi
ventrikel menyebabkan peningkatan TIK (Huff, 2012). Manifestasi yang muncul
dari peningkatan TIK adalah nyeri kepala, muntah, dan papiledema (Dunn, 2002).
Nyeri
kepala karena peningkatan TIK pada tumor biasaya memburuk pada pagi hari dan
berkurang dalam satu-dua jam. Hal ini dikarenakan peningkatan TIK selama malam
akibat proses berbaring, peningkatan pCO2 selama tidur karena depresi nafas,
dan penurunan absorpsi cairan serebrovaskular. Saat tidur terjadi penurunan
ventilasi. Penurunan ventilasi menyebabkan peningkatan pCO2 arteri. Peningkatan
ini menyebabkan vasodilatasi, peningkatan volume darah intrakranial , dan
peningkatan TIK dengan konsekuensi nyeri kepala (Dunn, 2002).
Nyeri
kepala kemudian disertai muntah. Di awal proses muntah terjadi penarikan nafas
panjang yang berarti terjadi hiperventilasi.
Hiperventilasi dapat menurunkan pCO2. Pasien yang bangkit ke posisi
tegak akan menambah venous return dari tubuh bagian atas sehingga menurunkan
TIK. Hal tersebut yang mengakibatkan gejala nyeri kepala pada tumor berkurang
satu dua jam setelah bangun tidur (Dunn, 2002).
Pertanyaan :
“macam
macam obat obatan pada stroke iskemik?”
Jawaban :
Golongan
obat antiplatelet:
Obat
|
Dosis
|
Mekanisme
|
Fungsional
|
ASA
|
50-325mg
|
Menghambat
siklooksigenase platelet
|
RR
18%
|
ASA+dypiridamol
|
1x1
tab
|
Mengahmbat
pembentukan cAMP platelet
|
Dua
kali lebih efektif dibangding ASA, efek samping nyeri kepala dan diare
|
Clopidogrel
|
75mg
|
Menghambat
agregasi yang diinduksi ADP
|
Sama
dengan ASA
|
Ticlopidin
|
250mg
|
Menghambat
agregasi yang diinduks ADP
|
Efeksamping
netropenia pada 1% , anemia aplastik
|
Golongan
fibrinolitik:
rTPA
dosis 0,9mg/kg maksimal 90mg
golongan
antikoagulan seperti heparin dan warfarin menurut guideline stroke menunjukan
hasil tidak bermakna, namun beberapa ahli masih merekombinasikan pemebrian
heparin dosis penuh pada stroke sikemik akut dengan risiko tinggi terjadinya
reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum
pembedahan, kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar >
50%, hipertensiyang tidak terkontrol dan perubahan otak yang luas.
Pertanyaan :
“
kejadian stroke dilihat dari factor resiko
Jawab :
Factor
resiko
|
Risiko
relative
|
Usia
65-74
|
6
|
Usia
75-80
|
12
|
Hipertensi
|
7
|
Merokok
|
2
|
DM
|
2
|
Obesitas
|
2
|
Hiperlipidemia
|
2
|
Fibrilasi
atrium
|
10
|
DAFTAR PUSTAKA
Saini, M., Saqqur,
M., Kamruzzaman, A., Lees K.R., Shuaib, A., 2009. Effect of Hyperthermia on
Prognosis After Acute Ischemic Stroke, Stroke,
40:3051-3059.
Churn, S.B., Taft,
WC., Billingsley, M.S., Blair, R.E., DeLorenzo, R.J, 1990. Temperature Modulation
of Ischemic Neuronal Death and Inhibition of Calcium/Calmodulin-Dependent
Protein Kinase II in Gerbils, Stroke,
21:1715-1721.
Gillard, D.M.,
2002. Disc Herniation, http://www.chirogeek.com/.htm,
diakses tanggal 26 Desember 2012.
Gan, Sulistiawan
et al., 2007. Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Fuente-FernaÂndez,
R., Schulzer, M., Mak, E., Calne, D.B., Stoessl, A.J., 2004. Presynaptic
Mechanisms of Motor Fuctuations in Parkinson's Disease: a Probabilistic Model, Brain, 127:4.
Hauser, R.A.,
2012, Parkinson Disease, http://emedicine.medscape.com,
diakses pada tanggal 27 Desember 2012.
Dunn, L.T.,
2002. Raised Intracranial Pressure, Journal
Neurology Neurosurgy Psychiatry, 73(SupplI):i23–i27.
Huff, J.S.,
2012. Brain Neoplasma, http://emedicine.medscape.com/article/779664-overview#a0104, diakses
tanggal 28 Desember 2012.