b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Minggu, 20 Oktober 2013

Pe Er Koass Saraf

thumbnail Title: Pe Er Koass Saraf
Posted by:Unknown
Published :2013-10-20T06:25:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
Pe Er Koass Saraf

1.      Mengapa hipertermia memperburuk prognosis stroke?
Prognosis stroke dipengaruhi banyak faktor, salah satunya suhu tubuh pasien. Hipertermia post stroke berhubugan dengan mortalitas dan morbiditas penderita stroke perdarahan maupun iskemik. Penurunan temperatur 1O berbanding lurus dengan kondisi akhir yang baik (Saini et al., 2009).
Hipertermia post stroke disebabkan oleh mekanisme inflamasi dan biokemikal yang terjadi karena kerusakan sel saraf. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertermia adalah tipe stroke, topografi lesi dan volume, keparahan stroke, infeksi, dan respon inflamasi sistemik (sekunder terhadap kerusakan sel saraf). Respon tubuh penderita terhadap inflamasi dianggap sebagai faktor utama (Saini et al., 2009).
Mekanisme hipertemia menyebabkan kerusakan sel saraf dengan mempengaruhi fisiologi dan struktural sel (Saini et al., 2009). Hipertermia mempengaruhi aktivitas enzim, menyebabkan kerusakan protein sitoskeletal, meningkatkan neurotransmiter eksitatori neurotoksik (glutamat dan glisin) dan menambah produksi radikal bebas (Saini et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Churn et al. (2010) menunjukkan bahwa penurunan suhu sampai 32o C menyebabkan proteksi terhadap sel saraf yang iskemik. Sedangkan kenaikan suhu sampai 39o C pada sel iskemik menstimulasi kematian sel (Churn et al., 2010).
Hipertermia secara progresif  menginduksi penurunan aktivitas CaM kinase II. CaM kinase II adalah mediator penting yang banyak ditemukan di otak untuk menjaga keseimbangan Ca 2+ intraseluler. Penurunan aktivitas CaM kinase II menyebabkan perubahan influks ion, mekanisme transport sel dan sistem transmiter. Akhirnya terjadi akumulasi ion, produk metabolisme, dan toksin yang menyebabkan kematian sel (Churn et al., 2010).
Hipertermia pada stroke perdarahan maupun iskemik biasanya terjadi 6 -24 jam pasca serangan. Hipertermia yang tertunda menyebabkan hasil akhir yang lebih buruk dibandingkan hipertermia yang terjadi pada jam awal setelah serangan. Hal ini disebabkan etiologi dasar dari peningkatan temperatur. Hipertermia awal disebabkan oleh keparahan strok dan  respon inflamasi terhadap jaringan infar. Sedangkan hipertermia fase lambat dikarenakan infeksi yang dapat mempengaruhi perubahan fisiologis untuk penyembuhan jaringan dan plasitas neuronal (Saini et al., 2009).

2.      Sebutkan stagging HNP
a.       Disc Bulging
Terjadi kelemahan struktural discus karena degenerasi. Degenerasi diskus terjadi secara alami namun pada beberapa orang proses tersebut lebih hebat. Proses yang terjadi adalah kelemahan anulus sehingga discus keluar. Pada fase bulging, discus masuk ke jaringan fibrosa tetapi belum ruptur. Diskus ini mengiritasi nervus sinuvertebra sehingga mengakibatkan nyeri (Gillard, 2002).
b.      Disc Protrution
Discus terdorong ke jaringan fibrosa sampai menyentuh atau mengompresi akar nervus transversa (L5). Ligamen longitudinal posterior masih intak (Gillard, 2002).
c.       Disc Extrution
Ligamen longitudianal posterior ruptur sehingga nukleus pulposus masuk ke ruang epidural anterior. Terjadi pergeseran akar nervus transversal dan akar nervus lain (S1-S4). Ekstrusi diskus merupakan indikasi operasi secepatnya jika tidak membaik dengan terapi konservatif. Terdapat fenomena shrinkage yaitu fragmen ekstrusi diabsorpsi spontan oleh tubuh. Namun fenomena ini tidak mengurangi nyeri yang timbul dan hanya mengurangi ukuran  fragmen ekstrusi (Gillard, 2002).
d.      Disc Sequestration
Fragmen nukleus terpisah dari  badan ekstrusi dan masuk ke ruang epidural sebagai fragmen bebas. Fragmen ini menyababkan kompresi hebat pada akar nervus dan lapisan tekal. Sekuestrasi menyebabkan sindrom Cauda Equina (Gillard, 2002).

3.      Fenomena on-off pada Parkinson
Fenomena on-off adalah fluktuasi efek levodopa dalam waktu singkat, beberapa jam membaik lalu memburuk mendadak atau sebagian otot tubuh memperlihatkan perbaikan, lainnya tidak; terjadinya tidak berhubungan dengan waktu minum obat (Gan et al., 2007). Gejala klinis pada periode off berupa gangguan motorik seperti kekakuan, menyeret kaki dan tremor sampai immobilitas dan tremor berat ; gejala sensorik seperti nyeri; gejala otonom berupa inkontinesia urine, keringat berlebihan, sensasi panas dan dingin, dan disfagi serta Fakor yang mempengaruhi fenomena ini adalah keparahan penyakit, lamanya pemberian levodopa, dan onset PD pada usia muda (Fuente-FernaÂndez et a.l, 2004).
Ada beberapa teori yang mendasari fenomena ini. Pertama, terdapat perubahan afinitas reseptor dopamin di ganglia basalis sehingga desensitaso reseptor dopamin postsinaptik menyebabkan periode off. Kedua, fenomena on off berhubungan dengan perubahan fosforilasi reseptor NMDA di otak. Penurunan jumlah NMDA berakibat pada penurunan motorik dan diskinesia. Ketiga, adanya perubahan terminal dopamine presinaps akibat fluktuasi kadar transmitter. Proses ini dipengaruhi oleh jumlah vesikel dan re-uptake dopamin dari sinaps (Fuente-FernaÂndez et al., 2004).
Prinsip manajemen fenomena on off adalah mengurangi waktu off dengan sesedikit mungkin obat. Terapi yang dapat digunakan mencakup penggunaan  lepas terkontrol carbidopa/levodopa; penambahan MAO B inhibitor, COMT inhibitor, dopamine agonists  dan apomorphin, penambahan dosis levodopa, dan penambahan frekuensi pemberian levodopa.


4.      Mengapa pada cephalgia karena tumor gejala memberat pada pagi hari?
Tumor otak menimbulkan gejala dengan beberapa mekanisme. Pertumbuhan masa tumor, edema saat terjadi angiogenesis yang mengganggu sawar pembuluh darah, dan hidrosefalus saat tumor menginfiltrasi ventrikel menyebabkan peningkatan TIK (Huff, 2012). Manifestasi yang muncul dari peningkatan TIK adalah nyeri kepala, muntah, dan papiledema (Dunn, 2002).
Nyeri kepala karena peningkatan TIK pada tumor biasaya memburuk pada pagi hari dan berkurang dalam satu-dua jam. Hal ini dikarenakan peningkatan TIK selama malam akibat proses berbaring, peningkatan pCO2 selama tidur karena depresi nafas, dan penurunan absorpsi cairan serebrovaskular. Saat tidur terjadi penurunan ventilasi. Penurunan ventilasi menyebabkan peningkatan pCO2 arteri. Peningkatan ini menyebabkan vasodilatasi, peningkatan volume darah intrakranial , dan peningkatan TIK dengan konsekuensi nyeri kepala (Dunn, 2002).
Nyeri kepala kemudian disertai muntah. Di awal proses muntah terjadi penarikan nafas panjang yang berarti terjadi hiperventilasi.  Hiperventilasi dapat menurunkan pCO2. Pasien yang bangkit ke posisi tegak akan menambah venous return dari tubuh bagian atas sehingga menurunkan TIK. Hal tersebut yang mengakibatkan gejala nyeri kepala pada tumor berkurang satu dua jam setelah bangun tidur (Dunn, 2002).


Pertanyaan :
“macam macam obat obatan pada stroke iskemik?”
Jawaban :
Golongan obat antiplatelet:
Obat
Dosis
Mekanisme
Fungsional
ASA
50-325mg
Menghambat siklooksigenase platelet
RR 18%
ASA+dypiridamol
1x1 tab
Mengahmbat pembentukan cAMP platelet
Dua kali lebih efektif dibangding ASA, efek samping nyeri kepala dan diare
Clopidogrel
75mg
Menghambat agregasi yang diinduksi ADP
Sama dengan ASA
Ticlopidin
250mg
Menghambat agregasi yang diinduks ADP
Efeksamping netropenia pada 1% , anemia aplastik
Golongan fibrinolitik:
rTPA dosis 0,9mg/kg maksimal 90mg
golongan antikoagulan seperti heparin dan warfarin menurut guideline stroke menunjukan hasil tidak bermakna, namun beberapa ahli masih merekombinasikan pemebrian heparin dosis penuh pada stroke sikemik akut dengan risiko tinggi terjadinya reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan, kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar > 50%, hipertensiyang tidak terkontrol dan perubahan otak yang luas.

Pertanyaan :
“ kejadian stroke dilihat dari factor resiko
Jawab :
Factor resiko
Risiko relative
Usia 65-74
6
Usia 75-80
12
Hipertensi
7
Merokok
2
DM
2
Obesitas
2
Hiperlipidemia
2
Fibrilasi atrium
10



















DAFTAR PUSTAKA

Saini, M., Saqqur, M., Kamruzzaman, A., Lees K.R., Shuaib, A., 2009. Effect of Hyperthermia on Prognosis After Acute Ischemic Stroke, Stroke, 40:3051-3059.

Churn, S.B., Taft, WC., Billingsley, M.S., Blair, R.E.,  DeLorenzo, R.J, 1990. Temperature Modulation of Ischemic Neuronal Death and Inhibition of Calcium/Calmodulin-Dependent Protein Kinase II in Gerbils, Stroke, 21:1715-1721.

Gillard, D.M., 2002. Disc Herniation, http://www.chirogeek.com/.htm, diakses tanggal 26 Desember 2012.

Gan, Sulistiawan et al., 2007. Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Fuente-FernaÂndez, R., Schulzer, M., Mak, E., Calne, D.B., Stoessl, A.J., 2004. Presynaptic Mechanisms of Motor Fuctuations in Parkinson's Disease: a Probabilistic Model, Brain, 127:4.

Hauser, R.A., 2012, Parkinson Disease, http://emedicine.medscape.com, diakses pada tanggal 27 Desember 2012.

Dunn, L.T., 2002. Raised Intracranial Pressure, Journal Neurology Neurosurgy Psychiatry, 73(SupplI):i23–i27.

Huff, J.S., 2012. Brain Neoplasma, http://emedicine.medscape.com/article/779664-overview#a0104, diakses tanggal 28 Desember 2012.



| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar