Anemia pada penderita “Critically Ill” terjadi karena :
- Anemia yang “transient” akibat perdarahan :
- Trauma
- Perdarahan
saluran cerna
- Anemia yang persisten :
- Perdarahan
saluran cerna, keganasan
- Produksi
sel darah merah yang menurun (nutrisi, keracunan, kegagalan bone marrow
dll.)
- Destruksi
yang meningkat (DIC kelainan bawaan thalassemia dll.)
- Kebutuhan
yang meningkat : kehamilan.
Dalam tulisan ini kami banyak memakai Rekomendasi yang diajukan oleh Komisi
Trauma Eropa pada tahun 2007 (8). Rekomendasi ini mengikuti Formula dari
”Grading of Recommendation Assessment, Development and Evaluation” (GRADE) oleh GUYATT dkk (19).
______________________
Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB)
XXV Proyek Trigonum Plus, Surabaya ,
6 – 8 Nopember 2008
Tab. 1 : Grading of
Recommendations after Guyatt et al (19)
Grade of recommendation
|
Implication
|
1A
Strong recommendation,
high-quality evidence
|
Strong recommendation, can
apply to most patients in most circumstances without reservation
|
1B
Strong recommendation,
moderate-quality evidence
|
Strong recommendation can
apply to most patients in most circumstances without reservation
|
1C
Strong recommendation,
low-quality or very low-quality evidence
|
Strong recommendation but
may change when higher-quality evidence becomes available
|
2A
Weak recommendation,
high-quality evidence
|
Weak recommendation, best
action may differ depending on circumstances or patients or societal values
|
2B
Weak recommendation,
moderate-quality evidence
|
Weak recommendation, best
action may differ depending on circumstances or patient or societal values
|
2C
Weak recommendation,
low-quality or very low-quality evidence
|
Very weak recommendation,
other alternatives may be equality reasonable
|
BLOOD LOSS ESTIMATION
Pada penderita yang datang karena
trauma, manajemen awal mengikuti “guidelines” American College
of Surgeons Advanced Trauma Life support (ATLS) (7). Pada penderita yang datang dengan syok hemoragik,
derajat perdarahan mengikuti American College of Surgeon (ACS) (Rekomendasi 1
C) (tab2) (8). Hal ini penting sebagai assessment awal sehingga dapat membantu
menentukan tindakan berikutnya untuk mengurangi perdarahan sehingga mencapai
stabilitas hemodinamik.
Tab. 2 : American College of Surgeons ATLS Classification
of Hemorrhage Severity (8)
Haemorrhage
severity according to ACS/ATLS classification *)
|
Class I
|
Class II
|
Class III
|
Class IV
|
Blood loss (ml)
|
<750 o:p="">750>
|
750 – 1,500
1,500 – 2,000
>2,000
Pulse rate (per minute)
<100 o:p="">100>
>100
>120
>140
Blood pressure
Decreased
Decreased
Pulse pressure (mm Hg)
Decreased
Decreased
Decreased
Respiratory rate (per
minute)
14 – 20
20 – 30
30 – 40
>40
Urine output (ml/hour)
>30
20 – 30
5 – 15
Negligible
Central nervous system
(mental status)
Slightly anxious
Mildly anxious
Anxious confused
Lethargic
*) Values are estimated for a
70-kg adult. Table reprinted with permission from the American
College of Surgeons ACS/ATLS, American College of Surgeons/Advanced Trauma Life
Support.
Bila sumber perdarahan dapat ditentukan,
tindakan kontrol perdarahan segera dilakukan, kecuali resusitasi awal berhasil.
(Rekomendasi 1 B) (8).
Pada trauma dengan perdarahan,
penurunan hematokrit (Hct) menunjukkan perdarahan yang berlanjut, walaupun
demikian hematokrit jangan menjadi satu-satunya marker perdarahan (Rekomendasi
1B) (8), karena walau spesifik (0,92 –
0.96) tetapi tidak sensitif (0,09 – 0,27). Penentuan serum laktat sangat sensitif
untuk memonitor tingkat perdarahan dan syok (rekomendasi 1B) (8). Laktat
diproduksi oleh glycolysis anaerobik pada jaringan yang hipoperfusi. Data
penelitian ABRAMSON, menunjukkan bila serum laktat kembali turun mencapai
normal (≤ 2m.mol/l) dalam 24 jam, survival mencapai 100%. Bila
serum laktat menjadi normal setelah 48 jam, maka survival menjadi 77,8% (11)
Base deficit merupakan tes yang sensitif untuk memonitor tingkat perdarahan
dan syok (Rekomendasi 1 C) (8).
Base deficit mengukur secara indirek asidosis jaringan karena hipoperfiusi
(12).
DAIRO menyusun base deficit dalam 3
kategori : Mild ( -3 to -5 mEq/l) moderate ( -6 to -9 mEq/l) dan severe (<
-10mEq/l) yang menunjukkan korelasi yang kuat dengan kebutuhan transfusi ,
kegagalan organ dan kematian (13).
Pada penderita dengan syok
perdarahan berat, perdarahan yang berlanjut dan tanda-tanda “lethal trias”
(hipothermia, asidosis, coagulopati) kontrol perdarahan pada laparotomi perlu
dilakukan dengan “Damage Control Surgery” (Rekomendasi 1C) (8).
Pada pembedahan elektif dengan
perdarahan hebat atau perdarahan yang terjadi di ICU, biasanya perdarahan
dihitung secara klinis (estimated Blood Loss = EBL) dengan menghitung jumlah kasa
yang basah dan jumlah darahan dalam tabung hisap. Ternyata pada penelitian EIPE
dan PONNIAH, EBL dalam 64% kasus mengalami “under estimated” dibanding dengan
“Actual Blood Loss” (ABL) (20).
ABL dapat dihitung dengan formula Gross (Fig. 1) (20).
Fig. 1 : ACTUAL BLOOD LOSS
BV Hct
(i) – Hct (f)
|
|||
(Hct (m)
ABL = Actual Blood Loss
BV = Blood Volume = Body Weight (kg) X 70 ml
Hct (i) = Initial Hct
Hct (f) = Final Hct
Hct (m) = Mean (of the initial and final) Hct
Formula Gross dapat pula
digunakan untuk menghitung jumlah perdarahan yang diperbolehkan pada suatu
tindakan bedah (Hemodilution Method)
BV
(Preop Hb – Lowest acceptable Hb)
Allowed Blood Loss =
Avarage of preop Hb and Lowest acceptable
Hb
OKSIGENASI JARINGAN
Dalam keadaan fisiologis,
oksigenasi jaringan dipengaruhi oleh kadar Hb “Cardiac Output” (CO) dan
saturasi oksigen (fig. 2).
Fig . 2 : Oxygen delivery
and Cardiac Output
DO2 = Hgb x 1.36 x SaO2 x CO
15 g/dl ml/gm 100% 5l/menit
CO = Heartbeat
x stroke volume
DO2 = Oxygen delivery Sao2
= Arterial Oxygen Saturation CO =
Cardiac Output
DO2 (normal) = 1000 ml/menit
Hgb = 7 mg/dl DO2 = 500 ml/menit
Bed rest : DO2 = 350 ml/menit
Pada perdarahan, tubuh mengadakan
kompensasi melalui berbagai mekanisme sehingga meningkatkan extraction
ratio (fig. 3)
Fig. 3 : Extraction Ratio
|
|||||
|
|||||
|
|
Extraction Ratio = =
|
Pada syok perdarahan pada fase awal segera diberikan cairan kristaloid
dengan target tekanan darah 80 – 100 mm Hg
sampai perdarahan dapat dihentikan dengan syarat tanpa disertai cedera otak (Rekomendasi 2C) (8) = “Permisive Hypotension”.
Resusitasi yang agresif akan memperburuk perdarahan dan koagulasi (fig. 4)
(9)
Fig. 4 : Coagulopathy induced by aggressive resuscitation (9)
bleeding
tissue
acidosis
hypoxia
hypothermia coagulopathy inflammatory organ
response dysfunction
dilution
coagul. Factors
platelets
Extracell. Fluid
Colloid/cristalloids
RBC
infusion
Dilaporkan hasil menjanjikan dengan pemakaian larutan garam
hipertonik (15) atau koloid sebagai pengganti plasma (16,17). Kini koloid yang
digunakan mempunyai berat molekul lebih rendah (130kDa) dan substitusi molar lebih rendah (0,4 – 0,72)
dilarutkan dalam solusi ( “plasma
adapted” = “balanced solution”) (16).
Transfusi
Suatu kenyataan bahwa Bank darah dan Transfusi sudah berlangsung lebih dari
100 tahun, tetapi sukar dipercaya bahwa sedikit diketahui, kapan diperlukan
transfusi (16).
Secara sederhana dapat dijawab :
BILA KEGUNAAN LEBIH
BESAR DARI RESIKO
Penelitian dari CHANT dkk. dari Toronto menunjukkan indikasi transfusi pada
penderita di ICU seperti pada Fig. 5. Kadang-kadang dan sering, indikasi
transfusi menjadi tidak jelas.
Fig.
5 : Reason for Transfusion (10)
n = 354
Menurut WARD dkk (21), ada 3 hal
yang dapat dijumpai dan dipelajari
pada kasus anemia pada penderita “Critically Ill” terutama di ICUyaitu :
Pertama, adalah bahwa anemia sering terjadi di ICU dipicu karena pergeseran
cairan sebagai akibat hydrasi penderita.
Hal kedua adalah, transfusi dimaksudkan untuk menaikkan kadar hemoglobin
sehingga “Oxigen Delivery” akan meningkat. Evidence menunjukkan bahwa terjadi
hal yang sebaliknya pada penderita .
Ketiga adalah, pemberian transfusi darah allogenik banyak memberikan petaka
seperti infeksi, reaksi transfusi dll. (21,22,23,24).
Indikasi transfusi adalah :
- Memperbaiki oxygen carrying capacity (WB, PRC)
- Mengganti
faktor-faktor pembekuan (FFP, Platelet, Cryoprecipitate)
- Meningkatkan
mekanisme pertahanan tubuh (lekosit, antibodi, gamma globulin)
- Mempertahankan
hemeostasis (albumin)
Eviden dari RS. Dr. Soetomo Surabaya (26) menunjukkan :
- Dari
7695 trauma admission selama 20 bulan ( 1 Januari 2006 s/d agustus 2007)
menurut AIS, paling banyak mengenai ekstremitas dan pelvic (32,97%) yang
sebagian besar menyebabkan perdarahan masif (tab 3)
- Trauma toraks
dan abdomen, walaupun hanya 4,72% dan 3,31% juga merupakan penyebab
perdarahan (tab 3)
- Dari 76
trauma abdomen, perlukaan organ padat hepar, lien dan ginjal bersama
sebanyak 81,6% merupakan penyebab perdarahan dan syok heipovolemik (tab 4)
Tab. 3 : Distribusi
of injury (ICD X : S.00 – S. 98)
Dr. Soetomo General
Hospital – Surabaya
January 2006 – August 2007 (21)
n = 7695
ISS – AIS
|
n (%)
|
Head and Neck
|
2409 (31.31)
|
Face
|
2127 (27.64)
|
Thorax
|
367 (4.77)
|
Abdomen – pelvic organ
|
255 (3.31)
|
Extremity – pelvic
|
2537 (32.97)
|
External
|
-
|
Total
|
7695 (100%)
|
Tab. 4 : Incidence of organ injury for Blunt
Abdominal Injury
Dr. Soetomo General
Hospital Surabaya
January 2006 – August
2007 ( n = 76) (21)
|
n
|
%
|
Liver
|
25
|
32.9
|
Spleen
|
25
|
32.9
|
|
2
|
2.6
|
Small bowel
|
10
|
13.2
|
Stomach
|
1
|
1.3
|
Duodenum
|
2
|
2.6
|
Pancreas
|
2
|
2.6
|
Kidney
|
12
|
15.8
|
Bladder
|
6
|
7.9
|
|
76
|
100
|
Transfusi Sel Darah Merah
(RBC)
Transfusi darah dapat meningkatkan transport oksigen. Tanda-tanda awal dari
tidak adekwatnya sirkulasi
adalah : takikardia relatif, hipotensi relatif, ”Oxygen Extraction Ratio” lebih besar dari 50% dan Pv O2 kurang dari 32
mmHg (8).
Tingkat syok, respon hemodinamik terhadap resusitasi dan kecepatan darah
yang hilang secara integral juga menentukan indikasi transfusi RBC.
Pada perdarahan , hemoglobin ditargetkan pada 7 – 9 gr/dl (Rekomendasi 1C)
(8,14). Evidence menunjukkan
eritrosit mempunyai pengaruh pada fungsi
dan biokimia platelet sehingga berperan pada hemostasis (8).
Pada cedera otak diperlukan Hb lebih tinggi (8)
Manajemen Koagulasi
Pada penderita dengan perdarahan masif disertai gangguan keagulasi (PT atau
APTT lebih dari 1,5 kali kontrol) atau INR lebih dari 1,5 diberikan Fresh
Frozen Plasma (FFP) (Rekomendasi 1C) (8)
Tidak ada bukti klinis kegunaan FFP (8) tetapi kebanyakan “Guidelines”
merekomendasi pemakaian FFP pada perdarahan masif disertai gangguan koagulasi.
Dosis awal 10 – 15 ml/kg BB (Recommendation 1C) (8) dan dapat ditingkatkan
kemudian.
Platelet perlu diberikan untuk mempertahankan angka diatas 50 x 10 9 / l (Rekomendasi 1 C) (8). Pada trauma ganda dan perdarahan masif disertai trauma otak, perlu menjaga
platelet diatas 100 x 10 9 / l (Rekomendasi 2 C) (8). Dosis awal 4 – 8 T.C. (Rekomendasi 2 C) (8).
Menurut GEORGE pada analisa multivariate menunjukkan hipoalbumin dan uremia
secara signifikan berhubungan dengan resiko perdarahan, bukan dari jumlah
platelet (15). Resiko paling besar untuk perdarahan terjadi bila
trombositopenia disertai defek hemostatik lain seperti gangguan koagulasi dan
fibrinolysis yang terjadi pada penderita dengan penyakit hepar, penderita
sepsis dan ”Disseminated Intravascular Coagulation”
Plasma fibrinogen yang kurang dari 1 gm/l, perlu penambahan fibrinogen
concentrate atau cryoprecipitate 50 mg/kg BB (Rekomendasi 1 C) (8).
Cryoprecipitatae atau fibrinogen digunakan untuk mengkoreksi hipofibrinogenemia,
baik kongenital maupun akwisita. Pada trauma, sedikit eviden menyebabkan
kegunaan klinis dari cryoprecipitate dan fibrinogen (8)
Cryoprecipitate dan fibrinogen diberikan bila perdarahan disertai
fibrinogen plasma kurang dari 1 gm/l dengan dosis fibrinogen consentrate 3 – 4
gr atau 50 mg/kg cryoprecipitate. Hal ini ekwivalen dengan 15 – 20 unit
cryoprecipitate pada orang dewasa 70 kg. (Rekomendasi 1C) (8)
Bahan Farmakologik
Banyak eviden menunjukkan pemakaian antifibrinolitik pada perdarahan karena
bedah elektif dan pembedahan jantung. Pada perdarahan karena trauma dapat juga
diberikan tranexamic acid 10 – 15 mg/kg BB disusul dengan infus 1 – 5 mg/kg/jam
(Rekomendasi 2C).
”Factor Replacement”
Bila sumber perdarahan utama sudah dikontrol dan pemakaian komponen darah
sudah dilakukan, tetapi masih terjadi perdarahan, dianjurkan pemakaian
”recombinant activated coagulation factor VII (rF VII a) (rekomendasi 2 C) (8).
Dikatakan rF VIIa (Novosen, Novo Nordisk A/s, Denmark) merupakan obat
prokoagulan yang paling menjanjikan (9) obat ini diberikan dengan dosis awal
200 µg/kg, dilanjutkan dengan dua dosis dari 100 µg/kg diberikan pada 1 dan 3
jam setelah dosis awal.