b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Sabtu, 26 Oktober 2013

BLOOD LOSS ESTIMATION AND TRANSFUSION IN SURGICAL ILL PATIENTS

thumbnail Title: BLOOD LOSS ESTIMATION AND TRANSFUSION IN SURGICAL ILL PATIENTS
Posted by:Unknown
Published :2013-10-26T07:44:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
BLOOD LOSS ESTIMATION AND TRANSFUSION IN SURGICAL ILL PATIENTS
Anemia pada penderita “Critically Ill” terjadi karena :
- Anemia yang “transient” akibat perdarahan :
  • Trauma
  • Perdarahan saluran cerna

- Anemia yang persisten :
  • Perdarahan saluran cerna, keganasan
  • Produksi sel darah merah yang menurun (nutrisi, keracunan, kegagalan bone marrow dll.)
  • Destruksi yang meningkat (DIC kelainan bawaan thalassemia dll.)
  • Kebutuhan yang meningkat : kehamilan.

Dalam tulisan ini kami banyak memakai Rekomendasi yang diajukan oleh Komisi Trauma Eropa pada tahun 2007 (8). Rekomendasi ini mengikuti Formula dari ”Grading of Recommendation Assessment, Development and Evaluation” (GRADE)  oleh GUYATT dkk (19).

______________________

Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) XXV Proyek Trigonum Plus, Surabaya, 6 – 8  Nopember 2008

Tab. 1 : Grading of Recommendations after Guyatt et al (19)

Grade of recommendation
Implication
1A
Strong recommendation, high-quality evidence

Strong recommendation, can apply to most patients in most circumstances without reservation
1B
Strong recommendation, moderate-quality evidence

Strong recommendation can apply to most patients in most circumstances without reservation
1C
Strong recommendation, low-quality or very low-quality evidence

Strong recommendation but may change when higher-quality evidence becomes available
2A
Weak recommendation, high-quality evidence

Weak recommendation, best action may differ depending on circumstances or patients or societal values
2B
Weak recommendation, moderate-quality evidence

Weak recommendation, best action may differ depending on circumstances or patient or societal values
2C
Weak recommendation, low-quality or very low-quality evidence

Very weak recommendation, other alternatives may be equality reasonable


BLOOD LOSS ESTIMATION

Pada penderita yang datang karena trauma, manajemen awal mengikuti “guidelines” American College of Surgeons Advanced Trauma Life support (ATLS) (7). Pada penderita yang datang dengan syok hemoragik, derajat perdarahan mengikuti American College of Surgeon (ACS) (Rekomendasi 1 C) (tab2) (8). Hal ini penting sebagai assessment awal sehingga dapat membantu menentukan tindakan berikutnya untuk mengurangi perdarahan sehingga mencapai stabilitas hemodinamik.

Tab. 2 : American College of Surgeons ATLS Classification of Hemorrhage Severity (8)

Haemorrhage severity according to ACS/ATLS classification *)


Class I

Class II

Class III

Class IV
Blood loss (ml)
<750 o:p="">
750 – 1,500
1,500 – 2,000
>2,000
Pulse rate (per minute)
<100 o:p="">
>100
>120
>140
Blood pressure
Normal
Normal
Decreased
Decreased
Pulse pressure (mm Hg)
Normal
Decreased
Decreased
Decreased
Respiratory rate (per minute)
14 – 20
20 – 30
30 – 40
>40
Urine output (ml/hour)
>30
20 – 30
5 – 15
Negligible
Central nervous system (mental status)
Slightly anxious
Mildly anxious
Anxious confused
Lethargic
*) Values are estimated for a 70-kg adult. Table reprinted with permission from the American College of Surgeons ACS/ATLS, American College of Surgeons/Advanced Trauma Life Support.


Bila sumber perdarahan dapat ditentukan, tindakan kontrol perdarahan segera dilakukan, kecuali resusitasi awal berhasil. (Rekomendasi 1 B) (8).
Pada trauma dengan perdarahan, penurunan hematokrit (Hct) menunjukkan perdarahan yang berlanjut, walaupun demikian hematokrit jangan menjadi satu-satunya marker perdarahan (Rekomendasi 1B) (8), karena walau  spesifik (0,92 – 0.96) tetapi tidak sensitif (0,09 – 0,27). Penentuan serum laktat sangat sensitif untuk memonitor tingkat perdarahan dan syok (rekomendasi 1B) (8). Laktat diproduksi oleh glycolysis anaerobik pada jaringan yang hipoperfusi. Data penelitian ABRAMSON, menunjukkan bila serum laktat kembali turun mencapai normal (≤ 2m.mol/l) dalam 24 jam, survival mencapai 100%.  Bila serum laktat menjadi normal setelah 48 jam, maka survival menjadi 77,8% (11)
Base deficit merupakan tes yang sensitif untuk memonitor tingkat perdarahan dan syok (Rekomendasi 1 C) (8).
Base deficit mengukur secara indirek asidosis jaringan karena hipoperfiusi (12).
DAIRO  menyusun base deficit dalam 3 kategori : Mild ( -3 to -5 mEq/l) moderate ( -6 to -9 mEq/l) dan severe (< -10mEq/l) yang menunjukkan korelasi yang kuat dengan kebutuhan transfusi , kegagalan organ dan kematian (13).
Pada penderita dengan syok perdarahan berat, perdarahan yang berlanjut dan tanda-tanda “lethal trias” (hipothermia, asidosis, coagulopati) kontrol perdarahan pada laparotomi perlu dilakukan dengan “Damage Control Surgery” (Rekomendasi 1C) (8).
Pada pembedahan elektif dengan perdarahan hebat atau perdarahan yang terjadi di ICU, biasanya perdarahan dihitung secara klinis (estimated Blood Loss = EBL) dengan menghitung jumlah kasa yang basah dan jumlah darahan dalam tabung hisap. Ternyata pada penelitian EIPE dan PONNIAH, EBL dalam 64% kasus mengalami “under estimated” dibanding dengan “Actual Blood Loss” (ABL) (20).
ABL dapat dihitung dengan formula Gross (Fig. 1) (20).

Fig. 1 : ACTUAL BLOOD LOSS

           
             BV     Hct (i) – Hct (f)             
ABL  =
 
 



            (Hct (m)


ABL       =  Actual Blood Loss
                                                BV          = Blood Volume = Body Weight (kg) X 70 ml
                                                Hct (i)     = Initial Hct
                                                Hct (f)    = Final Hct
                                                Hct (m)  = Mean (of the initial and final) Hct
                       



Formula Gross dapat pula digunakan untuk menghitung jumlah perdarahan yang diperbolehkan pada suatu tindakan bedah (Hemodilution Method)

                                                BV (Preop Hb – Lowest acceptable Hb)
Allowed Blood Loss = 
                                         Avarage of preop Hb and Lowest acceptable Hb


OKSIGENASI JARINGAN

Dalam keadaan fisiologis, oksigenasi jaringan dipengaruhi oleh kadar Hb “Cardiac Output” (CO) dan saturasi oksigen (fig.  2).

     Fig . 2 : Oxygen delivery and Cardiac Output


            DO2 = Hgb x 1.36 x SaO2 x CO
                                     15 g/dl       ml/gm       100%        5l/menit
                CO    = Heartbeat x stroke volume

DO2 = Oxygen delivery      Sao2 = Arterial Oxygen Saturation     CO = Cardiac Output      


DO2 (normal) = 1000 ml/menit
Hgb = 7 mg/dl                DO2 = 500 ml/menit
Bed rest : DO2 = 350 ml/menit

Pada perdarahan, tubuh mengadakan kompensasi melalui berbagai mekanisme sehingga meningkatkan extraction ratio  (fig. 3)

                                    Fig. 3 : Extraction Ratio
Compersatory respons
 
VO2
DO2
 
 





anemia
 
50 %
 
Extraction Ratio =                  =
VO2 = Hgb x 1.36 x (Sa O2 – Sv O2) x CO
VO2 = Oxygen consumption
 
 








Pada syok perdarahan pada fase awal segera diberikan cairan kristaloid dengan target tekanan darah 80 – 100 mm Hg  sampai perdarahan dapat dihentikan dengan syarat tanpa  disertai cedera otak (Rekomendasi  2C) (8) = “Permisive Hypotension”.
Resusitasi yang agresif akan memperburuk perdarahan dan koagulasi (fig. 4) (9)


Fig. 4 : Coagulopathy induced by aggressive resuscitation (9)


     bleeding
                                                                               tissue 
                           acidosis                                      hypoxia
         
hypothermia           coagulopathy           inflammatory          organ
                                                                response                 dysfunction
                        dilution
                      coagul. Factors
                           platelets
                                                            Extracell. Fluid
      Colloid/cristalloids
          RBC infusion
                                     

Dilaporkan hasil menjanjikan dengan pemakaian larutan garam hipertonik (15) atau koloid sebagai pengganti plasma (16,17). Kini koloid yang digunakan mempunyai berat molekul lebih rendah (130kDa) dan   substitusi molar lebih rendah (0,4 – 0,72) dilarutkan dalam solusi ( “plasma adapted” = “balanced solution”) (16).


Transfusi
Suatu kenyataan bahwa Bank darah dan Transfusi sudah berlangsung lebih dari 100 tahun, tetapi sukar dipercaya bahwa sedikit diketahui, kapan diperlukan transfusi (16).
Secara sederhana dapat dijawab :

BILA KEGUNAAN LEBIH BESAR DARI RESIKO

Penelitian dari CHANT dkk. dari Toronto menunjukkan indikasi transfusi pada penderita di ICU seperti pada Fig. 5. Kadang-kadang dan sering, indikasi transfusi menjadi tidak jelas.

Fig.  5 : Reason for Transfusion (10)
                                            n = 354


Menurut WARD dkk (21), ada 3 hal yang dapat dijumpai dan dipelajari pada kasus anemia pada penderita “Critically Ill” terutama di ICUyaitu :
Pertama, adalah bahwa anemia sering terjadi di ICU dipicu karena pergeseran cairan sebagai akibat hydrasi penderita.
Hal kedua adalah, transfusi dimaksudkan untuk menaikkan kadar hemoglobin sehingga “Oxigen Delivery” akan meningkat. Evidence menunjukkan bahwa terjadi hal yang sebaliknya pada penderita .
Ketiga adalah, pemberian transfusi darah allogenik banyak memberikan petaka seperti infeksi, reaksi transfusi dll. (21,22,23,24).
Indikasi transfusi adalah :
  • Memperbaiki oxygen carrying capacity (WB, PRC)
  • Mengganti faktor-faktor pembekuan (FFP, Platelet, Cryoprecipitate)
  • Meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh (lekosit, antibodi, gamma globulin)
  • Mempertahankan hemeostasis (albumin)

Eviden dari RS. Dr. Soetomo Surabaya (26) menunjukkan  :
  • Dari 7695 trauma admission selama 20 bulan ( 1 Januari 2006 s/d agustus 2007) menurut AIS, paling banyak mengenai ekstremitas dan pelvic (32,97%) yang sebagian besar menyebabkan perdarahan masif (tab 3)
  • Trauma toraks dan abdomen, walaupun hanya 4,72% dan 3,31% juga merupakan penyebab perdarahan (tab 3)
  • Dari 76 trauma abdomen, perlukaan organ padat hepar, lien dan ginjal bersama sebanyak 81,6% merupakan penyebab perdarahan dan syok heipovolemik (tab 4)
Tab. 3 : Distribusi of injury (ICD X : S.00 – S. 98)
Dr. Soetomo General Hospital – Surabaya January 2006 – August 2007 (21)
n = 7695


ISS – AIS

n (%)

Head and Neck
2409 (31.31)
Face
2127 (27.64)
Thorax
367 (4.77)
Abdomen – pelvic organ
255 (3.31)
Extremity – pelvic
2537 (32.97)
External
-
              Total
7695 (100%)


Tab. 4  : Incidence of organ injury for Blunt Abdominal Injury
Dr. Soetomo General Hospital Surabaya
January 2006 – August 2007 ( n = 76)  (21)



n
%

Liver
25
32.9
Spleen
25
32.9
Colon / rectum
2
2.6
Small bowel
10
13.2
Stomach
1
1.3
Duodenum
2
2.6
Pancreas
2
2.6
Kidney
12
15.8
Bladder
6
7.9

76
100


Transfusi Sel Darah Merah (RBC)

Transfusi darah dapat meningkatkan transport oksigen. Tanda-tanda awal dari tidak adekwatnya sirkulasi adalah : takikardia relatif, hipotensi relatif, ”Oxygen Extraction Ratio”  lebih besar dari 50% dan Pv O2 kurang dari 32 mmHg (8).
Tingkat syok, respon hemodinamik terhadap resusitasi dan kecepatan darah yang hilang secara integral juga menentukan indikasi transfusi RBC.
Pada perdarahan , hemoglobin ditargetkan pada 7 – 9 gr/dl (Rekomendasi 1C) (8,14). Evidence menunjukkan eritrosit mempunyai pengaruh  pada fungsi dan biokimia platelet sehingga berperan pada hemostasis (8).
Pada cedera otak diperlukan Hb lebih tinggi (8)
Manajemen Koagulasi

Pada penderita dengan perdarahan masif disertai gangguan keagulasi (PT atau APTT lebih dari 1,5 kali kontrol) atau INR lebih dari 1,5 diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) (Rekomendasi 1C) (8)
Tidak ada bukti klinis kegunaan FFP (8) tetapi kebanyakan “Guidelines” merekomendasi pemakaian FFP pada perdarahan masif disertai gangguan koagulasi. Dosis awal 10 – 15 ml/kg BB (Recommendation 1C) (8) dan dapat ditingkatkan kemudian.
Platelet perlu diberikan untuk mempertahankan angka diatas 50 x 10 9  / l (Rekomendasi 1 C) (8).  Pada trauma ganda dan perdarahan masif disertai trauma otak, perlu menjaga platelet diatas 100 x 10 9 / l  (Rekomendasi 2 C) (8). Dosis awal 4 – 8 T.C. (Rekomendasi 2 C) (8).
Menurut GEORGE pada analisa multivariate menunjukkan hipoalbumin dan uremia secara signifikan berhubungan dengan resiko perdarahan, bukan dari jumlah platelet (15). Resiko paling besar untuk perdarahan terjadi bila trombositopenia disertai defek hemostatik lain seperti gangguan koagulasi dan fibrinolysis yang terjadi pada penderita dengan penyakit hepar, penderita sepsis dan ”Disseminated Intravascular Coagulation”
Plasma fibrinogen yang kurang dari 1 gm/l, perlu penambahan fibrinogen concentrate atau cryoprecipitate 50 mg/kg BB (Rekomendasi 1 C) (8).
Cryoprecipitatae atau fibrinogen digunakan untuk mengkoreksi hipofibrinogenemia, baik kongenital maupun akwisita. Pada trauma, sedikit eviden menyebabkan kegunaan klinis dari cryoprecipitate dan fibrinogen (8)
Cryoprecipitate dan fibrinogen diberikan bila perdarahan disertai fibrinogen plasma kurang dari 1 gm/l dengan dosis fibrinogen consentrate 3 – 4 gr atau 50 mg/kg cryoprecipitate. Hal ini ekwivalen dengan 15 – 20 unit cryoprecipitate pada orang dewasa 70 kg. (Rekomendasi 1C) (8)


Bahan Farmakologik

Banyak eviden menunjukkan pemakaian antifibrinolitik pada perdarahan karena bedah elektif dan pembedahan jantung. Pada perdarahan karena trauma dapat juga diberikan tranexamic acid 10 – 15 mg/kg BB disusul dengan infus 1 – 5 mg/kg/jam (Rekomendasi 2C).


”Factor Replacement”

Bila sumber perdarahan utama sudah dikontrol dan pemakaian komponen darah sudah dilakukan, tetapi masih terjadi perdarahan, dianjurkan pemakaian ”recombinant activated coagulation factor VII (rF VII a) (rekomendasi 2 C) (8).

Dikatakan rF VIIa (Novosen, Novo Nordisk A/s, Denmark) merupakan obat prokoagulan yang paling menjanjikan (9) obat ini diberikan dengan dosis awal 200 µg/kg, dilanjutkan dengan dua dosis dari 100 µg/kg diberikan pada 1 dan 3 jam setelah dosis awal. 

| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar