b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Sabtu, 26 Oktober 2013

Resusitasi Cairan

thumbnail Title: Resusitasi Cairan
Posted by:Unknown
Published :2013-10-26T07:47:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
Resusitasi Cairan
TERAPI CAIRAN

1.      Kompartemen Cairan Tubuh
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Pada manusia dewasa distribusi zat padat adalah 40% dari berat badan dan 60% lagi adalah terdiri dari zat cair. Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1tahun, cairan tubuh sekitar 80-85% dari berat badan, dan pada bayi >1 tahun, adalah sekitar 70-75% berat badan. Seiring dengan pertumbuhan, presentase jumlah cairan terhadap berat badan beransur-ansur turun, iaitu pada lelaki dewasa 50-60% berat badan dan pada wanita dewasa 50% berat badan.
Zat cair (60%) terdiri dari cairan intrasel 40% berat badan, cairan ekstrasel 20% berat badan, dan cairan transelular 1-3% berat badan. Cairan ekstrasel dibagi lagi menjadi cairan intravascular dan cairan interstisial. Pada bayi cairan jumlah ekstrasel  lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali cairan ekstrasel. Cairan intrasel merupakan cairan yang terkandung didalam sel. Sedangkan cairan ekstrasel merupakan cairan yang berada diluar sel. Jumlah relative cairan ekstraseluler berkurang seiring usia. Ia dibagi menjadi: 1) Cairan Intravaskular yaitu cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma dan sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit. 2) Cairan Interstisial Cairan yang mengelilingi  sel, rata-rata volumenya adalah 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe juga termasuk dalam kategori ini. 3) Cairan Transeluler merupakan cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikordial, pleura, sendi synovial, intraocular, dan sekresi saluran pencernaan.
Dalam cairan tubuh terlarutnya zat-zat elektrolit dan non elektrolit. Zat-zat non elektrolit antara lainnya adalah glukosa dan protein. Zat-zat elektrolit yang penting dalam cairan tubuh adalah ion natrium dan ion klorida pada ekstrasel dan ion kalium dan ion fosfat pada intrasel. Elektrolit itu sendiri merupakan molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listerik yaitu kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/L cairan. Pada tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit yang tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandungi protein. Perbedaannya seperti yang terlampir dibawah.

Na
K
Mg
Ca
Cl
HCO3
HPO4
SO4
Protein
Plasma Darah
142
4
3
5
103
27
2
1
16
Cairan Interstital
144
4
1.5
2.5
114
30
2
1
0
Cairan Interseluler
15
150
27
2
1
10
100
20
63

Pergerakan air diantara intrasel dan ekstrasel diatur oleh keseimbangan diantara tekanan hidrostatik, tekanan osmotik dan tekanan onkotik. Sekiranya keseimbangan ini terganggu, ia biasanya menyangkut cairan ekstrasel. Tekanan hidrostaik adalah tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Manakala tekanan onkotik atau tekanan osmotic koloid adalah tekanan yang mencegah pergerakan air. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan di dorong masuk ke interstisial yang berakibat edema. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstitial.
2.      Kebutuhan Air dan Elektrolit
a.       Pada dewasa :
Air       : 30-35 ml/kg
Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%
Na      : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)
K        : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)
b.      Pada bayi dan anak
Air       :   0-10 kg          : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)
    10-20 kg        : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg
(1000+ 50 ml/kg diatas 10 kg)
   >20 kg           : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg
(1500+ 20 ml/kg diatas 20 kg)
c.       Na      : 2 mEq/kg
d.      K        : 2 mEq/kg
Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukan dalam tabel berikut:

Caloric Needs
Water Needs

Cal/Kg
Cal/Total
MI/100 cal
MI/Kg
Infant
125
1000-2000
100-150
150
Children
100
1500-2000
100-150
150
Adolescent
80
2200-3000
125
100
Adult
Bed Rest
20-25
1600
90
25
Non Sweating
30
2100
90-125
30
Sweating
35
3500
144
40-50
Work
45
3000-5000
125-150
60

Keseimbangan cairan keluar dan masuk :
Cairan Masuk
Cairan Keluar
Minuman : 8000-1700 ml
Urin : > 0.5-1 ml/kg/jam
Makanan : 5000-1000 ml
Feses : 1 ml/hari
Hasil Oksidasi : 100-300 ml
IWL
Dewasa : 15ml/kg/hari
Anak : (30-usia) ml/kg/hari

3.      Mekanisme Regulasi Tubuh
Ada dua mekanisma utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan volume osmoler dan pengaturan volume non osmoler.
1.      Pengaturan osmoler
a.       Sistem osmoreseptor anti diuretic hormone (ADH)
Pada saat volume cairan intravaskuler berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor dihipotalamus anterior yang meransang pituitary posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume cairan intravaskuler juga meransang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus kolektivus, sehingga menaikkan volume cairan intravaskuler. Peningkatan volume cairan intravaskuler akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume cairan intravaskuler dipertahankan tetap.
b.      Sistem rennin aldosteron
Saat volume cairan intravaskuler berkurang, macula densa akan melepaskan rennin yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzyme angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat, menstimulasi korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.
2.      Pengaturan non osmoler
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

4.    Jenis Cairan
1.      Cairan intravena
Terdapat 3 jenis cairan intravena yang biasanya digunakan dalam terapi cairan.
a.       Cairan Kristaloid
Merupakan cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton )  dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik yang rendah menyebabkan ia mudah dan cepat terdistribusi  ke seluruh ruang ekstraseluler, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Cairan ini mempunyai masa paruh  intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruangan intravaskuler ke interstisial berlansung selama 30-60 menit sesudah infuse dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. Contoh cairan yang tergolong cairan kristaloid adalah: Ringer Laktat; Ringer; NaCl 0,9% (NS); Dextrose 5% dan 10%, Darrow; dan D5%+NS dan D5%+1/4NS.
b.      Cairan Koloid
Cairan yang mengandungi zat dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton), misalnya protein. Cairan ini mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin dalam plasma yang akan tinggal dalam intravaskuler cukup lama. Waktu paruh koloid intravaskuler adalah 3-6 jam, sehingga volume yang diberikan adalah sama dengan volume darah yang hilang. Contoh cairan koloid antara lain albumin, blood product (RBC), plasma protein fraction (plasmanat) dan koloid sintetik (dextran, hetastarch).
c.       Cairan Khusus
Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus. Contohnya  NaCl 3%, bic-nat, mannitol.

Kristaloid
Koloid
Efek Volume Intravaskuler
-
Lebih baik (efisien, volume lebih kecil, menetap lebih lama)
Efek Volume Interstitial
Lebih baik
-
DO2 Sistemik
-
Lebih tinggi
Sembab paru
Dua-duanya memiliki resiko yang sama
Sembab Perifer
Sering
Jarang
Koagulopati
-
Dekstran>Hidroksi etil
Aliran Urin
Lebih besar
GFR menurun
Reaksi-reksi
Tidak ada
Jarang
Pemberian cairan juga di bagi berdasarkan fungsinya.
a.       Cairan pemeliharaan (maintenance therapy)
Ditujukan untuk menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan kulit. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa           : 1.5 – 2 ml/kg/jam
Anak-anak       : 2 – 4 ml/kg/jam
Bayi                 : 4 – 6 ml/kg/jam
Neonates         : 3ml/kg/jam
Mengingat cairan yang keluar sedikit sekali mengandungi elektrolit, maka cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotonik, seperti D5%+1/4NS, atau D5W.
b.      Cairan pengganti (replacement therapy)
Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase lambung. Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan yang bersifat isotonik seperti, RL, NS, D5RL, D5%+NS.

5.      Terapi Cairan pada Pembedahan
Cairan didalam tubuh dalam keadaan normal seharusnya mencukupi, ianya biasa didapatkan dari makanan dan minuman. Dalam waktu 24 jam, air dan elektrolit bisa keluar lewat air kemih, tinja, keringat dan uap air pernafasan. Sekiranya terjadi ketidak seimbangan cairan didalam tubuh, akibat puasa lama, kerana pembedahan salur cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah yang masal dan lain-lain, maka dibutuhkan terapi cairan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Antara lain tujuan terapi cairan sendiri adalah :
  1. Mengganti kekurangan air dan elektrolit.
  2. Memenuhi kebutuhan tubuh
  3. Mengatasi syok
  4. Mengatasi kelainan yang ditimbulkan kerana terapi yang diberikan
  5. Sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin
  6. Dapat juga untuk menjaga keseimbangan asam-basa
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Faktor-faktor preoperatif :
1.      Kondisi yang telah ada seperti Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.
  1. Prosedur diagnostik. Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis osmotik.
  2. Pemberian obat. Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit.
  3. Preparasi bedah. Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
Penanganan cairan selama pembedahan terdiri dari penanganan kondisi yanga ada dan restriksi cairan Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif:
a.    Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
b.    Kehilangan darah yang abnormal
c.    Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
d.   Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperatif:
a.       Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
b.      Peningkatan katabolisme jaringan
c.       Penurunan volume sirkulasi yang efektif
  1. Risiko atau adanya ileus postoperative
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :
a.       Hiperkalemia
b.      Asidosis metabolic
c.       Alkalosis metabolic
d.      Asidosis respiratorik
e.       Alkalosis repiratorik
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat dari :
1.       Kerusakan sel di lokasi pembedahan
  1. Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
  2. Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
  3. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan
Pada penderita yang akan menjalani operasi, baik karena penyakitnya atau karena adanya trauma pembedahan, maka akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis tubuh. Antara lainnya adalah
  1.  Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah atau trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada penderita tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan.
  2. Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat
  3. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami peningkatan yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Trauma atau stress akan merangsang hipotalamus sehingga dikeluarkan corticotropin releasing factor yang merangsang kelenjar pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH. Peningkatan kadar ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma meningkat sehingga timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asma lemak.
  4. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang berlangsung sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma ini akan mengganggu pengaturan ADH yang dalam keadaan normal banyak dipengaruhi oleh osmolalitas cairan ekstraseluler.
  5. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap penurunan volume darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan rangsangan untuk pelepasan aldosteron.
  6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan lakilaki.
  7. Terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan metabolisme.
Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap individu tergantung dari beberapa faktor :
1.       Rasa sakit dan kualitas analgesi
  1. Rasa takut dan sedasi yang diberikan
  2. Komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia atau sepsis)
  3. Keadaan umum penderita
  4. berat dan luasnya trauma
Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian cairan perioperatif, yaitu :
1.    Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2.    Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.
3.    Kehilangan cairan saat pembedahan
a.    Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
Ø Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump)
Ø Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4×4 cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah ± 100-10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b.    Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
c.    Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Ø Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
Ø Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar aldosteron.
Ø Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.
Ø Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk menghasilkan urin hipotonis.
Terapi Cairan Resusitasi
Terapi cairan resusitasi (TCR) bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan tubuh yang bersifat akut atau ekspensi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Contohnya pada keadaan luka bakar atau syok. TCR ini dapat dilakukan dengan member infuse NS, Ringer Asetat (RA), atau bisa juga RL. Cairan diberikan sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada keadaan syok hemoragik, bisa diberikan 2-3 liter dalam waktu 10 menit.
Koloid dapat diberikan pada luka bakar, syok kardiogenik, ataupun syok hemoragik. Antara lain yang bisa digunakan adalah, gelatin(hemaksel,gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin). Jika terjadi syok:
Ø  Berikan oksigen dengan segera
Ø  Berikan infuse isotonic RA, RL atau NS
Ø  Jika tidak membaik dosis dapat diulang
Pertimbangan dalam melakukan resusitasi cairan.
Ø  Medikasi harus diberikan secara i.v
Ø  Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius, maka Na harus dimonitor terutama dalam pemberian infuse dalam volume yang besar.
Ø  Tranfusi diberikan bila hematokrik <30 o:p="">
Ø  Insulin diberikan bila kadar gula darah >200mg%
Ø  Histamine H2 bloker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung tetap 7,0.
Terapi Cairan Rumatan
Terapi cairan rumatan (TCR) ini bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam, sedangakan untuk anak digunakan rumus 4:2:1, yaitu:
0 – 10 kg          : 4 ml/kgBB/jam
10 – 20 kg       : tambahkan 2 ml/kgBB/jam
>  20 kg           : tambahkan 1 ml/kgBB/jam
TCR dapat diberikan infuse cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandungi karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandungi karbohidrat ialah larutan KA-EN, dextran+saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll.
Penatalaksanaan
1. Cairan Preoperative
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status cairan ini dapat dari :
Ø  Anamnesis : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus, kapan BAK terakhir,jumlah dan warna.
Ø  Pemeriksaan fisik : Didapatkan tanda-tanda obyektif dari status cairan, tekanan darah, nadi, kulit, berat badan, kulit, abdomen, mata, dan mukosa.
Ø  Laboratorium :Pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan protein.
Defisit cairan diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.
Ø Pada fasa awal, pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi sedikit meningkat, belum ada gangguan cairan dan komposisinya serius. Dehidrasi pada fasa in terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Ø Fasa moderat, di tandai dengan rasa haus, mukosa kering, otot lemah, nadi cepat, dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.\
Ø Fasa lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda-tanda shock kardiosirkulasi, terjadi pada kehilangan cairan 7-15% BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit, biasanya menyebabkan kematian. Biasanya pada kehilangan cairan 15% BB atau lebih.
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera  diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.  Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan  Dextrose.  Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi.  Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi. Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5 ml/kgBB.
2.  Terapi cairan selama pembedahan
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat  pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi).  Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
Ø  Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
Ø  Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
Ø  Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar  ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya.  Total  10  ml/kgBB/jam.
Ø  Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV =  Estimated Blood Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi  dan penurunan tekanan vena sentral.  Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala  tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.
Neonates
Pre Term
Full Term
Bayi
Dewasa
Laki-laki
Wanita

90 ml/kgBB
85 ml/kgBB
80 ml/kgBB

75 ml/kgBB
65 ml/kgBB

Walaupun volume cairan intravaskuler  dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid, pemberian transfusi darah  tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:
1.      Keadaan  umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan
  1. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
  2. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
  3. Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
  4. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
  5. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
  6. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:
1.       1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
  1. Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%. Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga dieresis ± 1 ml/kgBB/jam.
3. Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
  1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.  Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam.  Pada hari pertama  pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah.  Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.  Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium.  Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%.  Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis.  Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
  2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Ø  Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C suhu tubuh.
Ø  Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Ø  Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.

3.      Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai.  Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
  1. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit
















TERAPI ELEKTROLIT
a.    Hiponatrimia
Yang murni jarang sekali oleh sebab natrium tak dapat hilang tanpa air sehingga kenyataan apa yang disebut hiponatrimia adalah jumlah air tubuh yang berlebihan yang diperberat dengan kurangnya intake natrium pengganti yang hilang. Umpama berkeringat banyak diminum air yang banyak sehingga terjadi dilusi hiponatrimia. Tekanan osmotik ECF menurun, cairan interstitial ditarik ke ICF, ginjal berusaha mengeluarkan air yang banyak untuk mempertahankan tonicity ECF, akibatnya terjadi dehidrasi ECF sementara overhidrasi ICF sehingga penderita tak merasa haus dan tak ingin minum.
Kadar Na plasma normal: 135 – 145 mg /L, bila < 120 mg/L akan muncul tanda-tanda disorientasi, lethargi, gangguan mental, irritability, dan henti nafas dan bila < 110 mg/L bisa terjadi kejang sampai koma. Hiponatrimia bisa disebabkan :
1.      Euvolemia  : SIADH(sundroma inapropriate anti diuretic hormon)
2.      Hipovolemia : diarhae, vomitus, diuretika, third space losses
3.      Hipervolemia: nephrosis, cirrhosis hepatis lative
Ini bisa dikoreksi bila Na >= 125 mg/L cukup retriksi cairan, bila Na < 120 mg/L –> NaCl 3% (140-X)xBBx0,6mg
X = kadar Na dikoreksi
b.    Hipernatrimia
Relative hipernatrimia terjadi pada deplesi air (dehidrasi) dengan adanya fungsi renal yang mundur bisa akibat kerusakan tubuler overproduksi aldosteron primer/sekunder sehingga kelebihan Na tak bisa dikeluarkan. Kelebihan Na murni bisa didapat oleh sebab overinfused dengan NaCl hipertonis, asupan berlebihan salt tablet, bicarbonas natricus.
Adanya retensi natrium dan air yang meningkat terjadi odem. Timbul dehidrasi ICF karena penarikan cairan ICF ke ECF penderita merasa haus, bila kadar Na >160 mg/L akan timbul gejala lethargi, kejang, koma.
Terapinya :
kelebihan Na = (X-140) x BB x 0,6 mg
defisit cairan = (X-140) x BB x 0,6 : 140  = L
berikan Dextrose 5% in water
Prinsipnya memberikan banyak air walaupun ada retensi air tetapi pada saatnya membatasi intake Na.
Regulasi  Kalium (Potasium)
Total kalium dalam tubuh lebih kurang 3500 meq dan 98% berada dalam cell, terutama dalam cell otot. Kadar dalam plasma = 3,5-5,0 meq/ L. Kalium berfungsi mempertahankan membran potensial elektrik. Gangguan kadar kalium terutama mempengaruhi cardiovascular, neuromuscular dan gastro intestinal. Intake : rata-rata pemasukan perhari  2-3 gram, daging sumber utama kalium disamping teh dan buah-buahan. Output terutama via urine sedikit via keringat atau faeces, pada diarrhae atau hilangnya lendir mukosa usus yang banyak  hilangnya kalium meningkat. Bila protein dipecah selama kelaparan, stress pembedahan atau anestesi atau peradangan maka tiap gram nitrogen yang dipecah akan membebaskan kalium sebesar 3 meq. Insulin dan adrenalin bisa menurunkan kadar kalium plasma.
Gangguan keseimbangan kalium : bisa berupa hipokalimia atau hiperkalimia.
a.    Hipokalimia :
Jarang menimbulkan problem yang serius bila tidak berlangsung lama atau tiba-tiba dalam jumlah  yang banyak seperti pada gastroenteritis atau colitis atau pasien yang diinfus jangka lama tanpa kalium. Penyebab yang lebih sering muntah-muntah karena stenosis pilorus terutama bila banyak mukus yang hilang seperti pada chronic gastritis yang berat atau suction gastrointestinal post operatif .
Bisa juga karena pergeseran kalium kedalam cell, oleh karena plasma alkalosis, atau karena koreksi diabetes dengan insulin, beta adrenergik agonis serta keluarnya kalium via urine pengaruh aldosteron, diuretikum. Bila kalium hilang dari cell diganti Na atau H ion, secara klinis akan timbul kelemahan, tetani dan aritmia.
Kadar K< 3 meq/L bisa menimbulkan gejala  aritmia (VT.SVT, bradikardi.) ECG abnormal(U wave, flat atau inverted T), paralise parestesi, mual muntah bila K<2 bisa="" fatal.="" meq="" p="">
Terapi  dengan KCl :
K> 3meq/L ,oral atau via NGT   20-40 mmol.
K< 3 meq/L,(4,5 – X ) x BBx 0,3 meq.
Kecepatan  0,5 meq /kgBB/jam, pediatrik 0,2-0,3meq/kg/jam.
Berikan bila produksi urine sudah baik 0,5-1cc/kgBB/jam.
b.    Hiperkalimia:
Umumnya tejadi bila ion kalium bergeser dari dalam cell ke cairan interstitial dan plasma darah dalam jumlah yang lebih besar dari normal
Ini bisa disebabkan oleh:
a.       infeksi atau trauma yang luas, kematian cell (rhabdomyolisis, hemolisis, tumorlisis, luka bakar)
b.      dysfungsi ginjal, diabetik asidosis/ketosis,hypoaldesteronisme
c.       obat-obatan yang membatasi sekresi kalium didistal tubules seperti spironolacton,triamteren, NSAID, ACE inhibitor, Succinilcholine –menggeser K+ keluar otot terutama otot yang paralise berbahaya pada penderita paralyse otot.
d.      Perlu diingat oklusi vena terlalu lama waktu mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium bisa menggambarkan hiperkalimia palsu, juga pada thrombocytosis atau leukositosis dimana pelepasan K+ dari platelet atau leukosit selama pembekuan darah.
Kadar K plasma > 6 meq/timbul gejala aritmia, heart block, bradikardi, ECG abnormal(PR prolonggation, QRS wide QRS, Diminish P wave) paralise dan reflex hipoaktif. Bila > 7 meq/L  sering berakhir dengan cardiac atau respirasi arrest.
Yang perlu diingat lagi adalah selama post operatif oleh karena trauma bedah/anestesi, premedikasi (morpin,petidin), emosi terjadi retensi cairan dan natrium serta mobilisasi K dari cell ke ECF serta penurunan urine output ini semua karena pengaruh ADH dan aldosterone serta pemecahan protein cell yang menaikkan output nitrogen.
Awas overload cairan, natrium maupun kalium selama periode 24-72 post operatif. Terapi ECG abnormal  beri CaCl2 10%, 5-10 cc perlahan-lahan . Untuk mendorong K ke intracell, biasanya satu unit regular insulin dalam 30cc D10. Na bikarbonat 1 meq/kgBB iv pelan-pelan beta agonist -albuterol inhaled 10-20 mg Lasix Loop diuretik) utk exkresi K Dialisis kalau K>7 meq/L +oliguri/anuria.
Hiperventilasi membuat alkalosis sehingga kalium masuk cell, Yang paling penting  adalah intake kalium distop.
Calcium Homeostatis
Fungsi utama  Ca++ adalah bagian utama struktur tulang. Mempengaruhi transmisi neuro muscular. Mempengaruhi sekresi kelenjer eksokrin dan endokrin, cardiac action potential, system enzym dan pembekuan darah. Normal kadar Ca plasma : Total 10 mg% terdiri dari 4,7mg% ionized, 1,3mg% complexed, 4,0 mg% protein bound) atau 1-1,25 mmol/L. Gangguan keseimbangan Ca  berupa hipocalcemia dan hipercalcemia.
a.    Hipocalcemi
Bila Ca++ < 1 mmol/L bisa muncul gejala aritmia, gagal jantung sampai henti jantung ,hipotensi, ECG (Prolonggasi QT,ST) tetani, spasmo otot, parestesi dan kejang. Bisa disebabkan : Transfusi massif, gangguan ginjal, malabsorbsi, sakit liver, pancreatitis, luka bakar dan lain-lain.
Koreksi Calcium : CaCl2 10% 3-4 cc atau Ca glukonas10% 10 cc iv pelan. Hipercalcemia : Bila kadar Ca++ > 1,3 mmol/L bisa timbul gejala berupa :aritmia, hipertensi, bradikardi, ischeia cordis, digitalis toxicity, gangguan konduksi, depresi mental, kejang koma, mual muntah konstipasi dan lain-lain.Bisa disebabkan : thyrotoxicosis, keganasan, hiperparathyroidea, overdosis vitamin A,D.
Terapi : NaCl 0,9% untuk perbaikan volume plasma agar perfusi dan renal blood flow cukup. Loop diuretik(furesemid): Meninggikan eskresi Calcium.
Magnesium Homeostasis
Fungsi magnesium sebagai element struktural tulang, mempengaruhi neuroexiability system enzim terutama ATP ase. Konsentrasi Mg dalam plasma 1,6-1,9 mg%(1,4-1,7meq)/L, kira-kira 55% dalam bentuk ionized, 13% complex dan 32%  ikatan protein)  Gangguan klinis umumnya disebabkan hipo magnesemia atau hipermagnesemia.
a.    Hipomagnesemi
Sering disertai hipocalcemia dan hipokalimia. Manifestasi klinisnya mirip hipocalcemia adanya gejala neuromuscular seperti: fasciculasi otot,tremor,spontanous carp pedalspasm general spasticity,tetani nausea,apathi dan lain-lain bisa disebabkan : poor intake (total parenteral nutrisi yang lama tanpa Mg. excessive renal loss (terapi diuretik,SIADH)
excessive gastro intestinal loss (gastro intestinal suction) miscellaneous (luka bakar,transfusi darah citrat, gentamy cine,diabetic aidosis) dysfungsi organ (renal diseases hyper thyiroid, hyperpara thyroidism,acute pancreatitis).
Terapi : Hati-hati pemberian Mg pada renal insuficiency dengan evaluasi sering kadar Mg plasma karena sebagian besar ekskresi via renal. Dosis dan jalur pemberiannya tergantung pada beratnya defisiesi dan gejala yang timbul seperti adanya kejang bisa diberi Mg sampai 2meq /kgBB iv dalam 4 jam.Sebelum memulai infus bisa diberi 30 cc Mg Sulfat 10% iv pelan-pelan. Untuk yang sedang bisa diberi 0,25-0,5 meq/kgBB setiap 4 jam via oral atau parenteral. Hati-hati memberikan iv pada anak kecil bisa hipotensi. MgSulfat tersedia dalam larutan 10,25 dan 50%. Setiap g MgSO47H20 setara dengan 8 meq Mg. Untuk dosis peroral, 12,5-25 meq ,4x sehari tersedia dalam sediaan Mg citrat,Mg Hidroksida,MgChloride dan asetat. Sangat effektif  untuk pre atau eklampsi via parenteral karena mendepressi neuromuscular function dan menurunkan tekanan darah dengan efek vasodilatasi perifer.
b.    Hipermagnesemia
Mendepressi neuromuscular transmission baik perifer maupun central. Manifestasi klinisnya mensupressi fungsi mental mulai dari  mengantuk sampai koma depresi fungsi motorik mulai menurunnya reflex tendon paralise otot,reflex patella menghilang bila kadar Mg > 8 meq/L, dan paralise otot respirasi bila > 10 meq/L. Efek vasodilatasi perifer terjadi hipotensi,mual,muntah effek pada gastrointestinal dan QT interval memanjang pada ECG,soft tissue calcification.
Penyebabnya: Intake obat-obatan mengandung Mg pada renal failure, Adrenal cortical insuficiency,hipothyroidism. Bisa timbul selama hipotermi.
Terapi : Untuk terapi emergensi Ca gluconate 10% 10 cc iv pelan2 oleh karena ion Ca mengantagonis ion Mg. Bila fungsi renal baik beri diuretik furesemide, Hentikan obat2an yang berisi Mg. Bila tak respons lakukan dialise.




| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar