b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Minggu, 20 Oktober 2013

General Anestesia

thumbnail Title: General Anestesia
Posted by:Unknown
Published :2013-10-20T00:49:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
General Anestesia

Definisi
General anestesia (GA) adalah blokade nyeri dari seluruh tubuh yang mengakibatkan depresi nervus saraf pusat yang reversibel dengan menggunakan obat-obatan secara intravena, inhalasi (volatile), atau kombinasi keduanya.
Trias anestesi meliputi sedasi, analgesi dan relaksasi. Pemberian obat anestesi umum dapat secara parenteral dan inhalasi.
Stadium anestesi terdiri dari :
a.       Stadium I : stadium analgesia atau stadium disorientasi
Mulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran. Walaupun  disebut  Stadium analgesia, tapi sensasi terhadap ransang sakit tidak berubah, biasanya operasi-operasi kecil sudah bisa dilakukan. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu mata.
b.      Stadium II : stadium eksitasi atau stadium delirium
Mulai  dari  akhir  stadium I dan ditandai dengan pernafasan yang irreguler, pupil melebar dengan refleks  cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan  diakhiri  dengan  hilangnya refleks menelan dan kelopak mata.
c.       Stadium III : stadium pembedahan
Mulai dari akhir stadium II, dimana pernafasan mulai teratur. Dibagi dalam 4 plana, yaitu :
1.         Plana 1
       Ditandai dengan pernafasan teratur, pernafasan torakal sama kuat dengan pernafasan abdominal, pergerakan bola mata terhenti, kadang-kadang letaknya   eksentrik,   pupil   mengecil   lagi  dan  refleks  cahaya  (+), lakrimasi  akan  meningkat,  refleks  farings  dan muntah menghilang, tonus otot menurun.
2.         Plana 2         
       Ditandai dengan pernafasan yang teratur, volume tidal menurun dan frekwensi pernafasan  naik.  Mulai  terjadi  depresi  pernafasan  torakal, bola mata  terfiksir  ditengah,  pupil mulai midriasis dengan refleks cahaya menurun dan refleks kornea menghilang.
3.         Plana  3
       Ditandai  dgn pernafasan abdominal yang lebih dominan daripada torakal  karena  paralisis  otot  interkostal  yang  makin  bertambah sehingga pada akhir  plana  3 terjadi  paralisis total  otot  interkostal,  juga  mulai  terjadi paralisis  otot-otot   diafragma,  pupil  melebar  dan  refleks  cahaya akan menghilang pada akhir plana 3 ini, lakrimasi refleks farings & peritoneal menghilang, tonus otot-otot makin menurun.
4.         Plana  4
       Pernafasan   tidak   adekuat,   irreguler,   ‘jerky’   karena  paralisis  otot diafragma yg makin nyata, pada akhir plana 4, paralisis total diafragma, tonus  otot  makin  menurun  dan akhirnya  flaccid,  pupil  melebar dan refleks cahaya  (-), refleks sfingter ani menghilang.
d.      Stadium IV : stadium paralisis
Mulai dari kegagalan pernapasan yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi
Pada kasus pembedahan khusus yang tidak tahu berapa lama pembedahaan akan berlangsung, dapat dipilih jenis anestesi umum. Selain itu, pada pasien yang memiliki kecemasaan yang cukup besar dapat juga dipilih anestesi umum, agar pasien tersebut tetap tenang dan tidak berontak saat dilakukan pembedahaan.
Tahapan General Anestesi
-          Induksi (awal pembiusan)
-          Konduksi (maintenance pembiusan)
-          Recovery (sadar kembali setelah anestesi)
Prosedur Anestesi Umum
Persiapan pra anestesi umum
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan sangat dipengaruhi oleh persiapan pra anestesi. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat.
Tujuan kunjungan pra anestesi:
- Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain.
- Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai keadaan fisik dan kehendak pasien. Dengan demikian, komplikasi yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.
- Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini dipakai klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis pasien secara umum.
Persiapan pasien
A. Anamnesis
Anamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau melalui keluarga pasien (alloanamnesis). Dengan cara ini kita dapat mengadakan pendekatan psikologis serta berkenalan dengan pasien.
Yang harus diperhatikan pada anamnesis:
- Identifikasi pasien, misal: nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.
- Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi, antara lain: penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru-paru kronik (asma bronchial, pneumonia, bronchitis), penyakit jantung dan hipertensi (infark miokard, angina pectoris, dekompensasi kordis), penyakit hati, dan penyakit ginjal.
- Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestetik. Misalnya kortikosteroid, obat antihipertensi, obatobat antidiabetik, antibiotika golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung seperti digitalis, diuretika, obat anti alergi, tranquilizer, monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator.
- Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali, dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.
- Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti: merokok dan alkohol.
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
C. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, selanjutnya dibuat rencana mengenai obat dan teknik anestesi yang akan digunakan. Misalnya pada diabetes mellitus, induksi tidak menggunakan ketamin yang dapat menimbulkan hiperglikemia. Pada penyakit paru kronik, mungkin operasi lebih baik dilakukan dengan teknik analgesia regional daripada anestesi umum mengingat kemungkinan komplikasi paru pasca bedah. Dengan perencanaan anestesi yang tepat, kemungkinan terjadinya komplikasi sewaktu pembedahan dan pasca bedah dapat dihindari.
D. Kebugaran untuk anestesi
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.
E. Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anesthesia.


F. Klasifikasi status fisik
Berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA (The American Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut:
ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam.
ASA VI: mati batang otak, potensi untuk donor organ.   
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat (cito) dengan mencantumkan tanda
darurat (E=emergency), misalnya ASA I E atau III E.
G. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :
-Meredakan kecemasan dan ketakutan
-Memperlancar induksi anesthesia
-Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
-Meminimalkan jumlah obat anestetik
-Mengurangi mual muntah pasca bedah
-Menciptakan amnesia
-Mengurangi isi cairan lambung
-Mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menenteramkan pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya, dapat diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidin (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi. Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau ondansentron 2-4 mg (zofran, narfoz).
Persiapan peralatan anestesi
Tindakan anestesi yang aman tidak terlepas dari kelengkapan peralatan anestesi yang baik. Baik tidak berarti harus canggih dan mahal, tetapi lebih berarti berfungsi, sesuai dengan tujuan kita memberi anesthesia yang lancar dan aman.
Mesin anestesi
Fungsi mesin anestesi (mesin gas) ialah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman ke rangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa campuran gas dari pasien. Rangkaian mesin anestesi sangat banyak ragamnya, mulai dari yang sangat sederhana sampai yang diatur oleh computer. Mesin yang aman dan ideal ialah mesin yang memenuhi persyaratan berikut:
- Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat
- Ruang rugi (dead space) minimal
- Mengeluarkan CO2 dengan efisien
- Bertekanan rendah
- Kelembaban terjaga dengan baik
- Penggunaannya sangat mudah dan aman
Komponen dasar mesin anestetik terdiri dari:
- Sumber O2, N2O, dan udara tekan.
- Alat pantau tekanan gas (pressure gauge)
- Katup penurun tekanan gas (pressure reducing valve)
- Meter aliran gas (flowmeter)
- Satu atau lebih penguap cairan anestetik (vaporizers)
- Lubang keluar campuran gas (common gas outlet)
- Kendali O2 darurat (oxygen flush control)
Tabung gas beserta alat tambahannya dan penguap diberi warna khusus untuk menghindari kecelakaan yang mungkin timbul. Kode warna internasional yang telah disepakati ialah: Oksigen (putih), N2O (biru),  Udara (Putih hitam kuning), CO2(Abuabu), Halotan (Merah), Enfluran (Jingga), Isofluran (Ungu), Desfluran (Biru), Sevofluran (kuning).
Sirkuit anestesi
Sirkuit anestesi atau sistem penghantar gas atau sistem anestesi ialah alat yang bukan saja menghantarkan gas atau uap anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan napas atas pasien, tetapi juga harus sanggup membuang CO2 dengan mendorongnya dengan aliran gas segar atau dengan menghisapnya dengan kapur soda.
Sirkuit anestesi umumnya terdiri dari:
- Sungkup muka, sungkup laring, atau pipa trakea
- Katup ekspirasi dengan per atau pegas (expiratory loaded spring valve, pop-off valve, APL, adjustable pressure limiting valve)
- Pipa ombak, pipa cadang (corrugated tube, reservoir tube)
Bahan karet hitam (karbon) atau plastic transparent anti static, anti tertekuk
- Kantong cadang (reservoir bag)
- Tempat masuk campuran gas anestetik dan O2 (fresh gas inlet).
Untuk mencegah terjadinya barotraumas akibat naiknya tekanan gas yang mendadak tinggi, katup membatasi tekanan sampai 50 cm H2O .
Sirkuit anestesi yang popular sampai saat ini ialah sirkuit lingkar (circle system), sirkuit Magill, sirkuit Bain, dan system pipa T atau pipa Y dari Ayre.
Sungkup muka
Pemakaian sungkup muka berguna untuk menyalurkan oksigen atau gas anestesi ke pasien. Terdapat beberapa jenis sungkup. Dengan sungkup trasparan berguna untuk obervasi kelembapan udara yang diekshalasi dan mengetahui jika pasien muntah. Sungkup karet hitam dapat digunakan untuk mengadaptasi struktur muka yang tidak biasa.
Ventilasi efektif memerlukan baik sungkup yang kedap udara dan jalan nafas yang baik. Teknik sungkup muka yang salah dapat berakibat deflasi yang berkelanjutan pada reservoir bag saat katup tekanan ditutup, biasanya mengindikasikan adanya kebocoran di sekitar sungkup. Sebaliknya pembentukan tekanan pernapasan yang tinggi dengan gerakan dada minimal dan suara pernafasan menandakan obstruksi jalan nafas.
Sungkup dipegang melawan muka dengan tekanan ke bawah pada badan sungkup dilakukan dengan jempol kiri dan jari telunjuk. Jari tengah dan manis memegang mandibula untuk membantu ekstensi sendi atlantooksipital. Jari kelingking diletakkan di bawah sudut rahang dan digunakan untuk menahan dagu ke depan, maneuver paling penting untuk ventilasi pasien.
Endotracheal tube (ETT)
ETT dapat digunakan untuk memberikan gas anestesi secara langsung ke trakea dan memberikan ventilasi dan oksigenasi terkontrol. Bentuk dan kekerasan ETT dapat diubah dengan stilet. Resistensi terhadap aliran udara tergantung pada diameter tabung, tetapi juga dipengaruhi oleh panjang tabung dan kurvatura.
Ukuran ETT yang digunakan pada wanita dewasa diameter internal 7-7.5 mm dengan panjang 24 cm. pada pria dewasa diameter internal 7.5-9 mm dengan panjang 24cm.
Sedangkan untuk bayi dan anak kecil cara memilih ukuran pipa trakea adalah dengan rumus :
-          Diameter dalam pipa trakea (mm)       : 4.0 + ¼ umur (th)
-          Panjang pipa orotrakeal tube (cm)      : 12 + ½ umur (th)
-          Panjang pipa nasotrakeal (cm)            : 12 + ½ umur (th)
Sungkup laring (Laringeal mask airway = LMA)
LMA digunakan untuk menggantikan sungkup muka atau ETT saat pemberian anestesi, untuk membantu ventilasi dan jalur untuk ETT pada pasien dengan jalan nafas sulit dan membantu ventilasi saat bronkoskopi. Pemakaian LMA memerlukan anestesi lebih kuat dibandingkan dengan insersi jalan nafas oral. Kontraindikasi LMA pada pasien dengan patologi faring seperti abses, obstruksi faring, perut penuh seperti hamil atau komplians paru rendah seperti penyakit jalan nafas restriktif.
Induksi dan rumatan anestesi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi sampai tindakan pembedahan selesai.
Sebelum memulai induksi anestesi selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih
baik. Untuk persiapan induksi anestesi, sebaiknya diingat kata STATICS:
S : Scope : Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoskop pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan usia > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway : Pipa mulut-faring (Guedel,orotracheal airway) dan pipa hidung-faring (nasotracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape : Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I : Introducer : Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa trakea mudah dimasukkan
C : Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S : Suction : Penyedot lender, ludah, dan lain-lainnya
Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuscular, atau rectal.
a. Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut, dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Anestetik intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anesthesia, tambahan apada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostic. Obat yang biasa digunakan adalah : Tiopental dosis induksi 3-7 mg/kg disuntikan perlahan dihabiskan 30-60 detik, Propofol dosis bolus induksi 2-2,5 mg/kg, Ketamin untuk induksi intravena 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg/kg, Opioid (fentanil) dosis induksi 20-50 mg/kg.
b. Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
c. Induksi inhalasi
Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat
- tidak berbau menyengat / merangsang
- baunya enak
- cepat membuat pasien tertidur.
Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran), atau desfluran jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
d. Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam. Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.
Rumatan anesthesia
Rumatan anesthesia (maintenance) dapat dikerjakan dengan cara intravena (anesthesia intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anesthesia biasanya mengacu kepada trias anesthesia yaitu hipnotik-sedatif, analgesia dan relaksasi.
Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, fentanyl 10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena juga dapat menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anesthesia total intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol % atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol % atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernafas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled). 
Teknik anestesi
- Teknik anestesi nafas spontan dengan sungkup muka
Indikasi : untuk tindakan yang singkat (0,5-1 jam) tanpa membuka rongga perut, keadaan umum pasien cukup baik, lambung harus kosong.
- Teknik anestesi nafas spontan dengan pipa endotrakea
Indikasi: operasi lama, kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anestesi dengan sungkup muka.
- Teknik anestesi dengan pipa endotrakea dan nafas kendali
Ekstubasi
Mengangkat keluar pipa endotrakea (ekstubasi) harus mulus dan tidak disertai batuk dan kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan nafas, hipoksia sianosis.
Pasca bedah

Pasien harus diobservasi terus (pernafasan, tekanan darah, dan nadi) sesudah operasi dan anestesi selesai sewaktu masih dikamar bedah dan kamar pulih. Bila pasien gelisah, harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (tekanan darah menurun, nadi cepat) misalnya karena hipovolemia (perdarahan di dalam perut atau kekurangan cairan). Selain itu juga bisa diberikan obat-obatan simptomatik biasanya analgesia ketorolac dan antimuntah ondansetron

| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar