Penumpukan CSF dalam sistem ventrikular
yang disebabkan berbagai proses patologi,paling sering ditemukan pada pasien
myelomeningocele. Hidrosepalus akut dimana terjadi penutupan sistem ventikular
mendadak dengan kurangnya kompensasi untuk kenaikan volume intrakranial biasa
disebabkan perdarahan intraventrikular pada prematur atau expansi kiste koloid dalam
ventrikel III . Muntah, dehidrasi, turunnya kesadaran, neurogenic pulmonary
edema(NPO), koma adalah gejala mengancam nyawa. Jika terapi yang tepat seperti
dekompressi ventrikular tak segera dilakukan bisa berlanjut dengan hernia
brainstem, berhentinya jantung dan respirasi atau kematian disebabkan
meningkatnya ICP yang hebat. Hidrosepalus kronis dapat terjadi oleh karena
stenosis aquaduktus kongenital, meningitis dan tumor spinalis. Gejala yang
timbul bertahap antara lain anak rewel, terlambat mengikuti pelajaran, sakit
kepala intermittent, bicara gagap, kelakuan
aneh,bingung, kejang dan inkotinens. Bila tekanan meningkat nyata periode
neonatal terjadi pelebaran sutura dan membesarnya kepala akan menimbul problem
airway pada neonatus.
Hidrosepalus
baik kongenital maupun yang didapat bisa disebabkan oleh salah satu dari 4
proses:
1.Anomali kongenital
2.Neoplasma
3.Peradangan
4.Overproduksi CSF
1.Anomali kongenital
2.Neoplasma
3.Peradangan
4.Overproduksi CSF
Klassifikasi hidrosepalus:
Tipe kommunikating dan non
kommunikating.Non kommunikating ada obstruksi CSF sedangkan tipe
kommunikating aliran CSF bebas tapi overproduksi CSF atau penurunnya absorbsi
CSF.
I. Overproduksi CSF :
-Papilloma plexus choroideous
II.Obstruksi aliran CSF :
A.Obstruksi dalam sistem ventrikular :
a.Ventrikular lateralis
b.Ventrikel III
c.Aquaductus Sylvii (stenosis kongenital,lesi massa)
d.Ventikel IV
III.Obstruksi dalam ruangan subarachnoid :
a.Cysternal basalis (Chiari Malformation, post infeksi).
b.Konveksitas.
IV.Menurunnya absorbsi CSF :
a.Obstruksi pada villi choroidales :
(sumbatan sel tumor,darah,protein dan bakteri).
b Obstruksi sinus venosus duralis mayor :
(thrombus,infeksi maupun keganasan).
c.Obstruksi pada sinus venosus ektrakranial (achondroplasia).
Penyebab obstruksi CSF
yang sering :
a. Infeksi :
abses,meningitis,ensepalitis.
b. Neoplasma :astrositoma, ependimoma, papilloma plexus choroideus, oligodendroglioma medulloblastoma
& meningioma.
c. Vaskular : Arterivenous
Malformation,aneurisma.
d. Kongenital : Kista arachnoid,kista koloid, ensepalokel,
Chiari malformasi.
Diagnosis:
Pemeriksaan funduskopi:
Ditemukan papil odem bilateral
kalau ICP cukup tinggi.
Computed Tomography CT):
Computed Tomography CT):
Ukuran ventrikel mudah
ditentukan dan bisa menunjukkan hidrosepalus, odem otak atau lesi massa
seperti kista koloid ventrikel III dan tumor thalamus. Bila
ada proses neurologi akut maka CTscan adalah urgen.
Magnetic Resonance Imaging (MRI):
Bisa melihat dilatasi ventrikel
atau lesi massa.
Transcranial Doppler:
Metode non invasif
untuk menilai hidrosepalus. Perubahan serebral vaskular dan CBF. Diastolic
velocity menurun dan pulsatility index (systolic velocity-diastolic velocity/mean velocity) meningkat. Bisa
menilai fungsi CSF shunt secara non invasif, dimana penurunan pulsality
index berkaitan dengan perubahan ukuran ventrikel.
Tiga type operasi shunting ventrikular
yang dilakukan pada pasien hidrosepalus yaitu ventrikuloperitoneal, atrial
dan pleural tetapi yang paling sering adalah shunting
ventrikuloperitoneal.Ventrikulo atrial beresiko endokarditis bila
terinfeksi. Tekanan intrakranial biasanya segera kembali kenormal
sesudah dilakukan dekompressi ventrikel. Revisi kateter ventrikular shunt
karena 10% mengalami malfungsi , terutama karena obstruksi (80% dibagian
proksimal), infeksi atau pertumbuhan bayi.
Pertimbangan pra anestesi termasuk :
1.Tingkat kesadaran yang menurun :
Bisa karena meningkatnya
ICP yang memerlukan terapi agresif.
2.Lambung penuh :
2.Lambung penuh :
Adanya
muntah atau terlambat pengosongan lambung merupakan indikasi rapid
squence induksi.
3.Penyakit yang mendampingi :
Cerebral palsy yang sering
terjadi aspirasi.
4.Patofisiologi yang berkaitan dengan
umur :
Problem
apnoe, komplian paru yang jelek atau fungsi renal yang belum matang.
Cara induksi tergantung kondisi
anak. Kalau kenaikan ICP minimal, tak ada mual atau muntah maka
induksi dengan masker cukup baik, atau bisa dengan methohexital 30mg/kg
via rectal. Bila ada tanda meningkatnya ICP atau lambung penuh maka
rapid sequence induction technique lebih terpilih dengan memakai pentotal
atau propofol, lidokain, dosis kecil narkotik dan pelemas otot tanpa
depolarisasi.Lakukan penekanan krikoid, pasien dihiperventilasi dengan
tekanan inspirasi puncak yang rendah, intubasi haruslah semulus
mungkin tanpa batuk atau merejan untuk mencegah kenaikan ICP
dengan menambah pentotal dan lidokain.
Anestesia biasanya dipertahankan dengan
obat inhalasi N20 dan kadang-kadang suplemen narkotik, hiperventilasi
mempertahankan PaCO2 antara 25 dan 30 mmHg. Pemakaian narkotik
sebaiknya dikurangi atau dihentikan menjelang akhir operasi terutama
pada anak dengan gangguan neurologi yang berat sangat sensitif terhadap
sedatif dan narkotik. Penempatan VP shunt biasanya tak disertai hilangnya darah
dan cairan rongga ketiga yang bermakna akan tetapi pengeluaran
CSF yang mendadak dan banyak akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
Hilangnya cairan karena diuresis oleh
obat-obatan atau muntah diganti dengan larutan garam seimbang. Cegah
hipotermia yang tak diinginkan karena kepala, dada dan abdomen di
expose selama pembedahan. Pada akhir operasi, pelemas otot harus direverse, dan
bila hemodinamik stabil, pernafasan spontan adekuat, suhu tubuh >35 derajat
C indikasi untuk extubasi. Anak yang sebelumnya mual, muntah sebaiknya
benar benar sadar dan reflex proteksi kembali normal baru lakukan extubasi
untuk mencegah aspirasi.Kebanyakan anak yang membutuhkan VP shunt dengan reflex
airway yang lemah untuk itu hati-hati menggunakan analgetik narkotik. Infiltrasi
lokal anestetik sebelum penutupan luka operasi dapat mengurangi kebutuhan
narkotik secara bermakna.