b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Minggu, 20 Oktober 2013

Memahami & Menjelaskan Neurofisiologi Neurotransmitter Dopamin

thumbnail Title: Memahami & Menjelaskan Neurofisiologi Neurotransmitter Dopamin
Posted by:Unknown
Published :2013-10-20T00:58:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
Memahami & Menjelaskan Neurofisiologi Neurotransmitter Dopamin

Fungsi Dopamin
Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran penting dalam perilaku dan kognisi, gerakan sukarela, motivasi dan penghargaan, penghambatan produksi prolaktin (yang terlibat dalam laktasi), tidur, mood, perhatian, dan belajar. Neuron dopaminergik (yaitu, neuron yang utama adalah dopamin neurotransmitter) yang hadir terutama di daerah tegmental ventral (VTA) dari otak tengah, substantia nigra pars compacta, dan inti arkuata dari hipotalamus.
Telah dihipotesiskan bahwa dopamin mengirimkan hadiah kesalahan prediksi, meskipun ini telah dipertanyakan. Menurut hipotesis ini, respon phasic neuron dopamin diamati ketika pahala tak terduga disajikan. Respon ini transfer ke timbulnya stimulus yang dikondisikan setelah pasangan berulang dengan pahala. Selanjutnya, neuron dopamin mengalami depresi ketika pahala yang diharapkan adalah dihilangkan. Dengan demikian, neuron dopamin tampaknya untuk mengkodekan kesalahan prediksi hasil memuaskan. Di alam, kita belajar untuk mengulangi perilaku yang mengarah untuk memaksimalkan manfaat. Dopamin Oleh karena itu diyakini memberikan sinyal pengajaran ke bagian otak yang bertanggung jawab untuk memperoleh perilaku baru. perbedaan belajar Temporal menyediakan sebuah model komputasi menggambarkan bagaimana kesalahan prediksi neuron dopamin digunakan sebagai sinyal mengajar.
Sistem reward serangga menggunakan octopamine, yang merupakan homolog arthropoda dianggap norepinefrin, daripada dopamin. Dalam serangga, dopamin bertindak bukan sebagai sinyal hukuman dan diperlukan untuk membentuk kenangan menyenangkan.
Neuron dopaminergik membentuk sistem neurotransmitter yang berasal substantia nigra pars compacta, daerah tegmental ventral (VTA), dan hipotalamus. Akson ini proyek ke daerah-daerah besar dari otak melalui empat jalur utama:
Mesocortical jalur menghubungkan daerah tegmental ventral lobus frontal korteks pre-frontal. Neuron dengan somas di wilayah proyek akson ventral tegmental ke korteks pre-frontal.
Mesolimbic jalur membawa dopamin dari daerah tegmental ventral ke nucleus accumbens melalui amigdala dan hipokampus. Para somas dari neuron memproyeksikan berada di daerah tegmental ventral.
Nigrostriatal jalur berjalan dari nigra substantia untuk neostriatum tersebut. Somas dalam proyek substantia nigra akson ke dalam nukleus dan putamen berekor. jalur ini terlibat dalam loop motor ganglia basal.
Tuberoinfundibular jalur dari hipotalamus ke kelenjar pituitari.
Persarafan ini menjelaskan banyak efek dari mengaktifkan sistem dopamin. Sebagai contoh, jalur mesolimbic menghubungkan VTA dan nucleus accumbens; keduanya pusat sistem otak yang memberi imbalan.
Gerakan
Melalui reseptor dopamin, D 1-5, dopamin mengurangi pengaruh dari jalur tidak langsung, dan meningkatkan tindakan jalur langsung dalam ganglia basal. Kurangnya dopamin biosintesis dalam neuron dopaminergik dapat menyebabkan penyakit Parkinson, di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengeksekusi halus, gerakan terkontrol.
Kognisi dan korteks frontal
Di lobus frontal, dopamin mengontrol arus informasi dari daerah lain di otak. Dopamin gangguan di wilayah otak dapat menyebabkan penurunan fungsi neurokognitif, terutama memori, perhatian, dan pemecahan masalah. Mengurangi konsentrasi dopamin di prefrontal cortex diperkirakan untuk memberikan kontribusi terhadap gangguan perhatian defisit. Telah ditemukan bahwa reseptor D1 serta reseptor D4 bertanggung jawab atas efek kognitif-meningkatkan dopamin. Pada sebaliknya, bagaimanapun, obat anti-psikotik bertindak sebagai antagonis dopamin dan digunakan dalam pengobatan gejala positif skizofrenia, meskipun, yang lebih tua disebut “biasa” antipsikotik yang paling sering bertindak pada reseptor D2, sedangkan obat atipikal juga bertindak pada reseptor D1, D3 dan D4.
Motivasi dan kesenangan
Penguatan
Dopamin ini umumnya terkait dengan sistem kesenangan otak, memberikan perasaan kenikmatan dan penguatan untuk memotivasi seseorang secara proaktif untuk melakukan kegiatan tertentu. Dopamin dilepaskan (terutama di daerah seperti accumbens inti dan korteks prefrontal) secara alami pengalaman berharga seperti makanan, seks, obat-obatan, dan netral rangsangan yang menjadi terkait dengan mereka. Studi terbaru menunjukkan bahwa agresi juga dapat merangsang pelepasan dopamin dengan cara ini. Teori ini sering dibahas dalam hal obat-obatan seperti kokain, nikotin, dan amfetamin, yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan peningkatan dopamin di jalur imbalan mesolimbic otak, dan dalam kaitannya dengan teori neurobiologis dari kecanduan kimia (tidak harus bingung dengan ketergantungan psikologis), dengan alasan bahwa ini adalah jalur dopamin patologis diubah pada orang kecanduan.
Inhibisi reuptake, pengusiran
Kokain dan amphetamine menghambat pengambilan kembali dopamin, namun mereka mempengaruhi mekanisme terpisah tindakan. Kokain adalah pemblokir transporter dopamin yang kompetitif menghambat penyerapan dopamine untuk meningkatkan masa hidup dopamin dan menambah sebuah melimpah dopamin (peningkatan sampai 150 persen) dalam parameter neurotransmiter dopamin.
Seperti kokain, amfetamin meningkatkan konsentrasi dopamin di celah sinaptik, tetapi dengan mekanisme yang berbeda. Amfetamin adalah serupa dalam struktur dopamin, dan sehingga bisa masuk ke tombol terminal neuron presynaptic melalui transporter dopamin perusahaan serta dengan menyebar melalui membran saraf langsung. Dengan memasukkan neuron presynaptic, amfetamin molekul dopamin memaksa keluar dari vesikula penyimpanan mereka dan mengusir mereka ke dalam celah sinapsis dengan membuat karya transporter dopamin secara terbalik.
Insentif arti-penting
Peran Dopamin dalam kesenangan mengalami telah dipertanyakan oleh beberapa peneliti. Telah dikatakan bahwa dopamin lebih terkait dengan keinginan antisipatif dan motivasi (biasa disebut sebagai “ingin”) sebagai lawan kesenangan consummatory sebenarnya (biasanya disebut sebagai “menyukai”).
Dopamin, belajar, dan penghargaan perilaku mencari
Neuron dopaminergik dari otak tengah adalah sumber utama dopamin di otak. Dopamin telah terbukti terlibat dalam pengendalian gerakan, yang menandakan kesalahan dalam prediksi penghargaan, motivasi, dan kognisi. deplesi dopamin Cerebral adalah ciri khas penyakit Parkinson. patologis negara lain juga telah dikaitkan dengan disfungsi dopamin, seperti skizofrenia, autisme, dan gangguan perhatian defisit hiperaktif, serta penyalahgunaan narkoba.
Dopamin sangat erat kaitannya dengan hadiah-mencari perilaku, seperti pendekatan, konsumsi, dan kecanduan. Baru-baru ini penelitian menunjukkan bahwa penembakan neuron dopaminergik merupakan zat motivasi sebagai konsekuensi dari hadiah-antisipasi. Hipotesa ini didasarkan pada bukti bahwa, ketika hadiah lebih besar dari yang diharapkan, penembakan tertentu meningkat neuron dopaminergik, yang akibatnya meningkatkan keinginan atau motivasi terhadap pahala. Penelitian ini menemukan pahala neuron mendominasi di wilayah ventromedial dalam nigra pars compacta substantia serta daerah tegmental ventral. Neuron dalam wilayah proyek terutama ke striatum ventral dan dengan demikian mungkin mengirimkan informasi terkait nilai-nilai penghargaan hal.
Dengan pengurangan besar di dopamin, tikus tidak akan lagi makan dengan kemauan sendiri. Para peneliti kemudian dipaksa makan makanan tikus dan mencatat apakah mereka memiliki ekspresi wajah yang tepat menunjukkan apakah mereka menyukai atau tidak menyukai itu. Para peneliti dari penelitian ini menyimpulkan bahwa penurunan dopamin tidak mengurangi kenikmatan consummatory tikus, hanya keinginan untuk benar-benar makan. Dalam studi lain, mutan hyperdopaminergic (meningkat dopamin) tikus menunjukkan lebih tinggi “menginginkan” tapi tidak “menyukai” hadiah manis.
LO 2. Memahami & Menjelaskan Psikopatologi
Menurut pandangan patologi, gangguan jiwa atau tingkah laku abnormal adalah akibat dari keadaan sakit atau terganggu yang jelas kelihatan berdasarkan gejala – gejala klinis yang ditampilkan.
Gejala – gejala tertentu yang ditampilkan tersebut berbeda dengan yang ditampilkan pada orang – orang yang tidak terganggu jiwanya (normal). Karena itu untuk melihat apakah seseorang itu terganggu jiwanya atau tidak, dapat dipelajari dari gejala – gejala yang ditampilkannya.
• Definisi
Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala – gejala. Simptomatologi gangguan jiwa berarti ilmu yang mempelajari gejala – gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri (ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang sakit), mempelajari gejala – gejala sangat penting artinya. Tidak saja untuk menentukan atau mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita, tetapi yang lebih pentingadalah untuk mengidentifikasi sebab – sebab dari gangguan tersebut (etiologi).
Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk menghilangkan suatu sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala hanyalah manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun untuk menemukan sesuatu yang menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari gejala – gejalanya.
Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah gejala. Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan untuk menemukan sebab – sebabnya harus dilakukan melalui studi yang mendalam tentang gejala – gejalanya. Dalam pandangan psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai arti yang dapat menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita.
Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan. Misalnya seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya pikirannya saja sementara aspek yang lain tetap sehat, tetapi sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan keseluruhan kepribadian. Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat perhatian kita pada aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal takut yang irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada penderita katatonik).
Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi antar unsure somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan adanya dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Bagaimana pentingnya mempelajari gangguan jiwa tampak dalam suatu proses penyembuhan yang dilakukan oleh seorang terapis atau dokter. Sebelum terapis atau dokter tersebut memberikan treatment tertentu, maka langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan pemeriksaan.
Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa diperlukan untuk mendapatkan satu atau lebih hal – hal berikut ini :
1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan dignosis serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatri khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosisnya (ramalan hasil atau akibat suatu penyakit yang diderita seseorang).
2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang dialami.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan yang cocok baginya.
Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk laporan, diharapkan dapat menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus mengandung banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi, fungsi kognitif, termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi tentang gangguan kejiwaan juga mencakup tentang gangguan – gangguan dalam aspek tersebut.
Untuk memperoleh data tentang gejala – gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat dilakukan dengan tes maupun nontes. Dengan tes misalnya melalui tes – tes psikologik (tes intelegensi atau tes kepribadian). Dengan nontes misalnya melalui wawancara atau observasi terhadap reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata, reaksi terhadap apa yang dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak, reaksi bicara, wujud tulisan, dan sebagainya).
Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau bicara (diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu sendirinsudah merupakan gejala yang penting dalam pemeriksaan.
Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk menemukan gejala – gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan jenis dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan dan sebagainya.
• Gejala – gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu :
1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna dan dinamikanya. Misal : terjadi halusinasi berulang – ulang atau pada saat-saat tertentu (pagi hari) tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi juga dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya, reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.
• Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai berikut :
a. Sindrom
Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau gangguan yang satu dengan yang lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala tersebut dapat dipahami tentang adanya penyakit tertentu. Jadi sifatnya khas dan menunjukkan suatu penyjakit tertentu.
b. Sign
Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya bersifat objektif (mengenai fisik).
c. Simptom
Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang lain, tetapi mungkin merupakan gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif, karena itu harus ditanyakan kepada yang bersangkutan.
d. Gejala primer primer & sekunder
Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer adalah gejala pertama yang dialami oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang muncul kemudian. Misalnya seorang penderita insomnia (sulit tidur) kemudian diikuti munculnya halusinasi. Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan halusinasi adalah gejala sekunder.
e. Gejala dasar dan gejala tambahan
Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama setelah gangguan tersebut mencapai intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan tertentu. Gejala ini penting untuk kepentingan diagnosis. Sedangkan gejala tambahan adalah gejala-gejala yang belum tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya pada penderita skizophrenia, maka gejala dasarnya adalah kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya dapat berupa halusinasi, ilusi, dan sebagainya yang mungkin berbeda untuk setiap penderitanya.
f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik
Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah gejala-gejala yang muncul sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan gejala psikogenik adalah gejala-gejala yang muncul dan berasal dari adanya gangguan-gangguan dalam fungsi psikologis, yang terutama berakar pada alam kesadarannya. Misalnya seseorang yang pusing karena banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan orang yang pusing karena keracunan makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala yang ditampakkan bersifat kejiwaan.
g. Gejala prodomal dan residual
Gejala prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit, atau selama fase sakit. Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sesudah fase sakit.
h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and patient role)
Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai orang sakit yang merupakan respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang yang sakit gigi responnya berbeda dengan yang sakit kepala). Perilaku sakit ini misalnya ; meraung-raung, teriak-teriak, dan sebagainya.
Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita yang diberikan masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani, disuruh tidur, disuruh berobat, disuruh periksa, dan perilaku mencari kesehatan (heakth seeking behavior). Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan oleh masyarakatnya.
Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena merupakan salah satu akibat dari peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah berstatus sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ; patuh pada otoritas dokter, minum obat teratur, dan banyak istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak medis.
LO 3. Memahami & Menjelaskan Skizofrenia
• Definisi Skizofrenia
Kata skizofrenia berakar dari bahasa Yunani, schizein (terbelah) dan phren- (pikiran). Di Indonesia, skizofrenia termasuk gangguan jiwa berat yang terbanyak penderitanya.
Skizofrenia merupakan bahasan yang menarik perhatian pada konferensi tahunan “The American Psychiatric Association/APA” di Miami, Florida, Amerika Serikat, Mei 1995 lalu. Sebab di AS angka pasien skizofrenia cukup tinggi (lifetime prevalance rates) mencapai 1/100 penduduk. Sebagai perbandungan, di Indonesia bila pada PJPT I angkanya adalah 1/1000 penduduk maka proyeksinya pada PJPT II, 3/1000 penduduk, bahkan bisa lebih besar lagi.
Berdasarkan data di AS
1) Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut;
2) Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel skelosis, pasien diabtes yang memakai insulin, dan penyakit otot (muscular dystrophy);
3) 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10% di antaranya berhasil (mati bunuh diri)
4) angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya.
• Faktor Penyebab Skizofrenia
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.
Dari penelitian, diketahui peranan generik pada skizofrenia :
1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor.
Kesimpulannya adalah bahwa skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin;
b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
c) Komplikasi kandungan; dan
d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.
Faktor Biologi
• Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
• Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
• Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.
• Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic aciddiethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptor dopamin D2.
• Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
• Proses Perjalanan Penyakit
Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain :
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan,gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir,gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi
3. Fase Residual
Penderita mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.
• Tahapan Halusinasi dan Delusi yang Biasa Menyertai GangguanJiwa
Menurut Janice Clack,1962 klien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai halusinasi dan delusi yang meliputi beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap Comforting : Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stressornya dengan coping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.
2. Tahap Condeming : Timbul kecemasan moderate , cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (With drawl)
3. Tahap Controling : Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terusmenerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian/sedih.
4. Tahap Conquering : Klien merasa panik , suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersipat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
• Psikopatologi dan Patofisiologi
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter dan resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).
• Gejala Skizofrenia
Ada 2 gejala skizofrenia yaitu:
1. Gejala positif /gejala tipe I
A. Delusi adalah kepercayaan yang tidak sesuai realita;.mis. Merasa dirinya Nabi
B. Halusinasi adalah pengalaman indrawi yang tidak nyata; mis. Merasa melihat, mendengar, atau membaui sesuatu yang sebenarnya tidak ada
C. Pikiran dan bicara kacau adalah pola bicara yang kacau; mis. ‘tidak nyambung’, menyambung kata berdasar bunyinya yang tidak ada artinya
D. Perilaku kacau atau katatonik adalah perilaku sangat tidak dapat diramalkan, aneh, dan sangat tidak bertanggung jawab; mis. Tidak bergerak sama sekali dalam waktu lama, tiba-tiba melompat-lompat tanpa tujuan.
2. Gejala negative/ gejala II
A. Afek datar adalah secara emosi tidak mampu memberi respon thd lingkungan sekitarnya; mis. Ketika bicara ekspresi tidak sesuai, tidak ada ekspresi sedih ketika situasi sedih.
B. Alogia adalah tidak mau bicara atau minimal; mis. Membisu beberapa hari.
C. Avolition adalah tidak mampu melakukan tugas berdasar tujuan tertentu (dalam jangka lama); mis. Tidak mampu mandi sendiri, makan sampai selesai, dll.
Selain gejala-gejala tersebut terdapat beberapa ciri lain skizofrenia, yang sebenarnya bukan kriteria formal untuk diagnosa namun sering muncul sebagai gejala, yaitu:
1) afek yang tidak tepat (mis. Tertawa saat sedih dan menangis saat bahagia),
2) anhedonia (kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak dapat merasakan sedih atau gembira), dan
3) ketrampilan sosial yang terganggu (mis. kesulitan memulai pembicaraan, memelihara hubungan sosial, dan mempertahankan pekerjaan).
• Kriteria Diagnosis Gangguan Skizofrenia
Pedoman Diagnostik berdasarkan PPDGJ III:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a.
- Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.
b.
- Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
Klasifikasi dan Gambaran Klinik Gangguan Psikotik
Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan kode lima karakter berikut: F20.X0 Berkelanjutan, F20.X1 Episodik dengan kemunduran progresif, F20 X2 episodik dengan kemunduran stabil, F20.X3 Episode berulang , F20. X4 remisi tak sempurna, F20.X5 remisi sempurna, F20.X8. lainnya, F20.X9. Periode pengamatan kurang dari satu tahun.
F.20 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
• Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
• Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Diagnosa Banding :
- Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
- Keadaan paranoid involusional (F22.8)
- Paranoid (F22.0)
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
- Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
- Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
- Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
- Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai, (grimaces), manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
- Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations, dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose) Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikirannya.
F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )
Pedoman diagnostik :
1) Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.’
3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skiszofrenia
F20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi semua:
a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang buruk.
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya, depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.
F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostik
- Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari:
1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik. Dan
2) disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
- Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type skisofrenia lainnya.
• Penatalaksanaan Skizofrenia
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1) Haldol (haloperidol)
2) Mellaril (thioridazine)
3) Navane (thiothixene)
4) Prolixin (fluphenazine)
5) Stelazine ( trifluoperazine)
6) Thorazine ( chlorpromazine)
7) Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.—-
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistemdepot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
• Risperdal (risperidone)
• Seroquel (quetiapine)
• Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
• Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No. Nama Generik Sediaan Dosis
1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg,
injeksi 25 mg/ml 150 – 600 mg/hari
2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,
5 mg
Injeksi 5 mg/ml 5 – 15 mg/hari
3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 – 24 mg/hari
4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 – 15 mg/hari
5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6. Levomeprazin Tablet 25 mg
Injeksi 25 mg/ml 25 – 50 mg/hari
7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 – 15 mg/hari
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 – 600 mg/hari
9. Sulpirid Tablet 200 mg
Injeksi 50 mg/ml 300 – 600 mg/hari
10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 – 4 mg/hari
11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 – 6 mg/hari
• Cara penggunaan
o Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
o Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
o Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
§ Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
§ Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
§ Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
§ Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
o Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) à diturunkan setiap 2 minggu à dosis maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) à stop
o Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
o Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
o Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu – 2 bulan.
o Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
o Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3×2 mg/hari)
o Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
o Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor adrenalin (effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4×2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.
• Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
• Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
• Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
• Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.—-
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 – 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.—-
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.—-
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.—-
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
- Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
- Penderita harus puasa
- Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
- Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
- Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
- Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis) dibersihkan.
- Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
- 2-4 hari berturut – turut 1-2 kali sehari
- 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
- Maintenance tiap 2-4 minggu
- Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik.—-
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.
• Prognosis
A. Prognosis ke Arah Baik
1) Onset akut dengan faktor pencetus yang jelas
2) Riwayat hubungan sosial & pekerjaan yang baik ( premorbid )
3) Adanya gejala afektif ( depresi )
4) Subtipe paranoid
5) Subtipe katatonik
6) Sudah menikah
7) Banyak symptoms positif
8) Kebingungan
9) Tension, cemas hostilitas
B. Prognosis ke Arah Buruk
1) Onset perlahan-lahan dengan faktor pencetus tidak jelas
2) Riwayat hubungan sosial dan pekerjaan buruk ( premorbid )
3) Menarik diri , tingka laku yang artistik
4) Tipe Hebepink dan tipe tak tergolongkan
5) Belum menikah
6) Riwayat skizofrenia dalam keluarga
7) Adanya gejala neurologik
8) Banyak symptom negatif
9) Tidak ada gejala afektif atau hostilitas yang jelas


| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar