Dokter Oh Dokter
Masih ingat dengan postingan saya soal Emang Enak Jadi Dokter? dan Respond to -Emang Enak Jadi Dokter?
Baru saja postingan itu saya buat belum ada sebulan. Saya masih ingat komentar pedas maupun yang mengkritik saya, seperti:
Waktu itu saya jelaskan di postingan setelahnya bahwa saya engga pernah ber-negative thinking terhadap siapapun. Saya menulis berdasarkan hasil googling saya yang kebanyakan memang ber-negative thinking terhadap dokter. Semua dibilang malpraktik. Segala dibilang dokter mata duitan. Tidak ada hasil googling dengan keyword "Dokter di Indonesia" waktu itu yang memberitakan suatu hal baik tentang dokter. Seakan-akan kalau dokter berbuat baik pada sesama, menyembuhkan pasien ya memang kewajibannya, bukan prestasi yang layak masuk media. Sekali lagi, berarti bukan saya dong ya yang ber-negative thinking?;)
Beberapa hari belakangan, social media heboh dengan berita (lagi-lagi) malpraktik. Saya sendiri juga bekerja di bidang media, dan tahu benar bahwa issue di bidang kesehatan sangat menarik minat pembaca atau penonton. Belum tentu berita yang ada benar, bisa jadi memang judulnya yang diberi banyak bumbu supaya terlihat wah. Makanya pertama kali mendengar kasus ini, saya mencari info sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber untuk mengetahui benar masalah. Kali ini kejadiannya di Manado, tiga orang dokter residen ilmu kandungan divonis bersalah karena "malpraktik" terhadap seorang wanita yang meninggal setelah dioperasi. Pasien, berusia 25 tahun dan mengalami emboli air ketuban. Operasi dilaksanakan, kemudian bayinya selamat namun pasien tadi meninggal setelah operasi. Keluarga pasien mengaku tidak dijelaskan dulu kemungkinan pasien bisa meninggal sehingga menuntut dokter tadi dipenjara.
Emboli air ketuban adalah kondisi yang sangat berbahaya, baik bagi ibu maupun janin. Saat ini terjadi, memang operasi sesegera mungkin adalah tindakan yang sesuai prosedur. Sepersekian detik pun sangat berarti. Time saving is life saving. Bagaimana kalau dokter yang menerima pasien ini memutuskan menjelaskan panjang lebar kepada keluarga mengenai tindakan dan risiko yang bisa terjadi saat operasi? Berdasarkan pengalaman saya, kebanyakan keluarga akan bertanya detail, membutuhkan waktu untuk berdiskusi satu sama lain yang tidak mungkin memakan waktu sebentar. Penjelasan bisa diberikan, tapi nyawa tidak terselamatkan. Lagi-lagi dokter yang pasti kena bukan? Pasti akan tetap dianggap malpraktik.
Kalau begini ceritanya, sedikit-sedikit dituduh malpraktik, jangan salahkan dokter kalau ada kecelakaan di pinggir jalan lantas tidak mau menolong karena takut. Jangan-jangan nanti kalau korban kecelakaannya meninggal, kami dibilang malpraktik? Jangan salahkan kami kalau enggan menolong pasien gawat darurat yang diantar polisi atau orang lain bukan keluarga. Nanti kalau ada apa-apa, jangan-jangan kami yang dipenjara?
Hari ini, seorang senior saya, dr. Ario Jatmiko sp. B(K). Onk menulis buah pikirnya di harian Jawa Pos. Mirip seperti curahan hati saya.Betapa tidak dihargainya profesi dokter menimbulkan ide untuk demo seperti buruh. Seperti kata ungkapan, if someone does not appreciate your presence, then make them appreciate your absence. Bagaimaa kalau dokter se-Indonesia demo mogok kerja?
Ada satu hal yang membuat saya istighfar berkali-kali ketika membaca tulisan ini. Menurut dr. Ario, ibu menteri kesehatan kita berkata "Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan." terhadap para dokter di forum Urun Rembug Dokter Indonesia 2013. Astaghfirullah, bu istighfar yuk! Rasanya omongan macam ini sangat tidak pantas bagi seseorang yang berpendidikan, apalagi seorang pejabat negara.
Coba baca alinea terakhir tulisan tsb. Saya kutipkan yaa..
"Saya mohon petunjuk Bapak Presiden, Ibu Menkes, Bapak Menkeu, atau siapa sajalah, bagaimana cara dokter (dengan istri dan dua anak) merencanakan masa depan keluarga dengan pendapatan Rp. 1.200.000,00 per bulan?"
Saya tidak mengerti politik. Saya tidak mengerti bagaimana maksud pihak-pihak tertentu menjanjikan biaya rumah sakit gratis, biaya pelayanan kesehatan ini-itu gratis untuk masyarakat saat kampanye, sementara dengan 240 juta rakyat budget kesehatan hanya 2.7% APBN. Positive thinking, mungkin saja petinggi-petinggi ini berharap masyarakat Indonesia selalu sehat semua, sehingga hanya sedikit yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Atau apakah hanya pencitraan? Terserahlah nantinya bagaimana, yang penting janji dulu ke masyarakat supaya terpilih. Entahlah.
Saya tidak mengerti hukum. Saya engga tahu sama sekali bagaimana bisa seseorang yang berusaha menyelamatkan nyawa orang lain TANPA DIBAYAR, sesuai prosedur bisa divonis hukuman penjara hanya karena orang yang diselamatkan tadi meninggal dunia. Apakah tidak bisa menjadi Tuhan adalah suatu kesalahan yang harus dihukum? Entahlah.
Saya tidak mengerti ilmu Kriminologi. Apakah seseorang yang berusaha menolong kemudian orang yang ditolongnya meninggal karena penyakit sendiri adalah suatu tindakan kriminal? Apakah si penolong tadi bisa dikatakan sebagai penjahat? Entahlah.
Saya hanya mengerti satu hal, bahwa sebagai dokter kami harus menolong sesama yang membutuhkan semaksimal mungkin. Kami bukan dan tidak akan pernah menjadi Tuhan. Kami hanya bisa berikhtiar. Masalah hidup dan mati adalah rahasia Yang Di Atas. Orang yang sehat saja bisa meninggal dalam tidur kan?
Percayalah juga kalau rejeki sudah diatur. Mungkin uang Rp. 1.200.000,00/bulan kelihatan engga masuk akal di jaman serba-mahal begini. Apalagi buat yang sudah berkeluarga dan punya anak. Hari gini, uang pangkal masuk sekolah saja bisa belasan juta! *curcol:p* Tapi kalau Allah berkehendak, pintu rejeki bisa terbuka dari segala penjuru.
Yakinlah, sebutir niat baik pun akan tercatat, Gusti Allah mboten sare. Ada timbangannya sendiri-sendiri kelak. Tak mengapa dihujat atau direndahkan, diledek sampai "dianiaya" di dunia, hanya Allah yang Maha Tahu. Tetap semangat yuk TS!:)
Salam TS!