FORM REFLEKSI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
_____________________________________________________________________________________________
Nama Dokter Muda : Adhisti Kusumawati, Nurfitriah, Ratih Kartika Rini, Robin Perdana Saputra
NIM : 12712112/12712115/12712109/12712105
Stase :Ilmu Kedokteran Forensik
Identitas Pasien
Nama / Inisial :Ny. DS
Umur :42 tahun Jenis kelamin :Perempuan
Diagnosis/kasus : Vulnus Excoriatum/Kekerasan Fisik dalam RumahTangga
Pengambilan kasus pada mingguke :2
Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya wajib)
a. Ke-Islaman*
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Aspek lain
Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang diambil ).
Satu hari sebelum Ny. DS (korban) memeriksakan diri ke Rumah Sakit Bhayangkara, korban telah melakukan pengintaian di rumah kos Tn. RA (suami korban) di Jamblang, Legok tanggal 11 Oktober 2013. Kemudian pada tanggal 12 Oktober 2013 pukul 07.30 WIB Ny. DS mengintai kembali rumah kos Tn. RA dan melihat motornya berada di kos. Kebetulan Tn. RA hari tersebut sedang libur. Ny. DS keluar dari gang rumah kos Tn. RA untuk pergi bekerja. Saat itu, Ny. DS melihat perempuan yang diduga teman selingkuh Tn. RA datang dan masuk ke kamar kosnya di lantai 2. Ny. DS menghubungi temannya untuk menjadi saksi. Ketika temannya datang, Ny. DS sedang dianiaya di depan kamar kos Tn. RA.
Ny. DS pada hari Sabtu 12 Oktober 2013 berobat ke RS Bhayangkara Semarang dan selanjutnya Ny. DS melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak kepolisian Resor Kota Besar Kota Semarang.Ny. Ds diduga telah menjadi korban kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang diduga dilakukan oleh suaminya yang bernama Tn. RA dengan cara Ny. DS dijambak, dibekap, dan dicekik dengan menggunakan tangan kosong.
Hasil Pemeriksaan
a. Keadaan Umum
- Tingkat kesadaran : Sadar penuh
- Denyut nadi : 104x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Tekanan darah : 120/90 mmHg
- Suhu badan : 36o C
b. Kelainan-kelainan Fisik
• Deskripsi Luka :
Wajah
o Terdapat tiga buah luka lecet di bibir
- Luka pertama dan luka kedua masing-masing berukuran dua sentimeter.
- Luka ketiga di bibir atas bagian dalam, panjang satu sentimeter, lebar nol koma lima sentimeter, di sekitarnya terdapat luka memar dan pembengkakan
o Terdapat lima buah luka memar di wajah:
- Luka pertama disertai pembengkakan di pipi kiri memanjang sampang dagu, warna kemerahan, panjang sembilan sentimeter, lebar empat sentimeter
- Luka memar kedua disertai pembengkakan di dagu sebelah kanan, warna kemerahan, panjang sembilan sentimeter, lebar tiga sentimeter, di dalamnya terdapat luka lecet panjang satu sentimeter, lebar nol koma dua sentimeter
- Luka memar ketiga di pipi kanan, warna kemerahan, panjang satu koma lima sentimeter, lebar nol koma dua sentimeter
- Luka memar keempat di pipi kanan, warna kemerahan, panjang satu sentimeter, lebar nol koma dua sentimeter
- Luka memar kelima di bibir bawah sebelah kiri, warna kemerahan, panjang satu sentimeter, lebar nol koma tiga sentimeter
o Terdapat sebuah luka memar disertai pembengkakan di kepala bagian atas, warna merah, diameter tiga sentimeter
o Terdapat pembengkakan di bawah mata kanan, warna seperti kulit, panjang tiga sentimeter, lebar dua sentimeter
Leher
Terdapat sebuah luka memar di leher bagian belakang, warna merah kebiruan, panjang dua belas sentimeter, lebar tiga sentimete.
Dada, punggung, perut, anggota gerak atas, anggota gerak bawah: tidak ada tanda-tanda kekerasan
2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Gumelar, 2011).Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak pernah habis dibahas karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari Internasional sampai pada tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi.
Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada awal tahun 2004 menunjukkan peningkatan serius dalam jumlah kasus kekerasan berbasis gender yang menimpa perempuan. Pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus yang dilaporkan ke lembaga pengada layanan tersebut.Pada tahun 2002 angka itu meningkat menjadi 5.163 kasus dan tahun 2003 terdapat 5.934 kasus. Sedangkan tahun 2006, catatan dari Ketua Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Kamala Chandrakirana menunjukkan kekerasan terhadap perempuan (KTP) sepanjang tahun 2006, mencapai 22.512 kasus, dan kasus terbanyak adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga sebanyak 16.709 kasus atau 76%. Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun Kekerasan Dalam Rumah Tangga cenderung meningkat karena kekerasan yang dihadapai perempuan juga meningkat.
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti"anggota" "kelompok kerabat". Keluarga inti (“nuclear family”) terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Menurut UU No. 23 Tahun 2002, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikendaki oleh korban. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau biasa juga disebut sebagai kekerasan domestik (domestic violence) merupakan suatu masalah yang sangat khas karena kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat berstatus sosial rendah sampai masyarakat berstatus sosial tinggi.Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan, apakah istri atau anak perempuan dan pelakunya biasanya ialah suami (walaupun ada juga korban justru sebaliknya). Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (POLRI, 2005).
Di sebagian besar masyarakat Indonesia, KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga belum diterima sebagai suatu bentuk kejahatan.Artinya penanganan segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga hanya menjadi urusan domestik setiap keluarga saja, dan Negara dalam hal ini tidak berhak campur tangan ke lingkup intern warga negaranya. Namun, dengan berjalannya waktu dan terbukanya pikiran kaum wanita Indonesia atas emansipasi, akhirnya sudah mulai muncul titik terangnya yaitu disusunnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun masih banyak kasus KDRT yang bergulir sebagaimana kasus fenomena yang terselubung.Ketertarikan pemilihan kasus ini terkait dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidaklah mudah karena pemerintah berhadapan dengan akar budaya tradisonal patriarki yang membawa dampak kepada marginalisasi, diskriminasi dan sub-ordinasi kaum perempuan dan anak-anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Refleksi dari aspek etika moral/medikolegal/ sosial ekonomi besertapenjelasan evidence / referensi yang sesuai *
Aspek Hukum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Semakin besarnya peranan lembaga-lembaga sosial atau WCC dalam menanamkan kesadaran akan hak dan memberikan pendampingan serta perlindungan kepadakorban kasus KDRT dipengaruhi oleh lahirnya peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Peraturan Pemerintah No. 4Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT, Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Terhadap Perempuan, Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan peraturanperundangan lainnya yang memberikan tugas dan fungsi kepada lembaga-lembaga yangterkoordinasi memberikan perlindungan hukum terhadap kasus KDRT dan termasuklembaga-lembaga sosial yang bergerak dalam perlindungan terhadap perempuan. Bahkandalam rencana pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut tidak terlepas dari peranlembaga sosial.
A. Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga yang selanjutnya disebut sebagai UU PKDRT diundangkan tanggal 22 September2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 95. Fokus UU PKDRTini ialah kepada upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga.UU PKDRT Pasal 3 menyebutkan Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakanberdasarkan :
a. Penghormatan hak asasi manusia
b. Keadilan dan kesetaraan gender
c. Nondiskriminasi
d. Perlindungan korban.
UU PKDRT Pasal 4 menyebutkan Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan :
a. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
b. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
c. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
d. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
B. Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadapPerempuan
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasanterhadap Perempuan yang selanjutnya disebut sebagai Perpres Komnas Perempuan ialahmerupakan penyempurnaan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 tentang KomisiNasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Perpres Komnas Perempuan Pasal 24 telahmencabut dan menyatakan tidak berlaku Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang KomisiNasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Komnas Perempuan ini dibentuk berdasarkan prinsip negara hukum yang menyadaribahwa setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentukpelanggaran atas hak-hak asasi manusia sehingga dibutuhkan satu usaha untuk mencegah danmenanggulangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang RepublikIndonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT sebagai berikut :UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tanggasebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara palinglama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,- (Lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korbanjatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun atau denda palingbanyak Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinyakorban, dipadana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau denda paling banyakRp45.000.000,-(Empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadapisteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untukmenjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-harian,dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyakRp 5.000.000,-(Lima juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45
1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadapisteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untukmenjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidanakan penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,-(Tiga juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau dendapaling banyak Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukanhubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahunatau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00-(dua belas juta rupiah) atau paling banyak Rp300.000.000,00-(tiga ratus juta rupiah).
UU Nomor UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan 47 mengakibatkan korbanmendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguandaya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1(satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, ataumengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda palingsedikit Rp 25.000.000,00-(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00-(lima ratus juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9 ayat (1);
b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidanatambahan berupa :
a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.
Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pemulihan korban berdasarkan kepada Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga :
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 39
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
c. Relawan pendamping; dan/atau
d. Pembimbing rohani.
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 40
a. Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya
b. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan danmerehabilitasi kesehatan korban.
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 42
Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawanpendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama.
Yang dimaksud dengan upaya pemulihan korban Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam RumahTangga pada Pasal 1 ayat 1 ialah :
“Segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya baiksecara fisik maupun psikis”.
PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan pemulihan ialah:Segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan korban KDRT.
PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan :
Bahwa penyelenggaraan pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi pemerintahdan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban. Hal yang samadisebutkan dalam PP RI Pasal 19 yang menyebutkan :
Untuk penyelenggaraan pemulihan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan tugasdan fungsi masing-masing dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau lembagasosial, baik nasional maupun internasional yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari ketentuan ini, lembaga sosial mendapat kesempatan untuk berperan dalam melakukanupaya pemulihan korban KDRT.
PP PKPKDRT Pasal 4 menyebutkan Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban meliputi :
a. Pelayanan kesehatan
b. Pendampingan korban
c. Konseling
d. Bimbingan rohani
e. Resosialisasi
Perlindungan Saksi Dan Korban Kekerasan Dalam RumahTangga
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga Pasal 10, korban berhak mendapatkan :
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapanperintah perlindungan dari pengadilan
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkatproses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Pelayanan bimbingan rohani
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga Pasal 15, setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan bataskemampuannya untuk :
a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. Memberikan perlindungan kepada korban;
c. Memberikan pertolongan darurat; dan
d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yangselanjutnya disebut dengan UU PSK berlaku sejak tanggal 11 Agustus 2006 setelahdiundangkan di Lembaran Negara RI No. 64 Tahun 2006. Pokok materi UU PSK ini meliputiperlindungan dan hak saksi dan korban, lembaga perlindungan saksi dan korban, syarat dantata cara pemberian perlindungan dan bantuan, serta ketentuan pidana. UU PSK inidikeluarkan karena pentingnya saksi dan korban dalam proses pemeriksaan di pengadilansehingga membutuhkan perlindungan yang efektif, profesional, dan proporsional terhadapsaksi dan korban.
Perlindungan saksi dan korban dilakukan berdasarkan asas penghargaan atas harkat danmartabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum.Perlindungan saksi dan korban berlaku pada semua tahap proses peradilan pidana dalamlingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberikan rasa aman pada saksi dan/ataukorban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.Perlindungan saksi dan korban juga dilakukan karena adanya hak-hak seorang saksi dankorban yang harus dilindungi seperti:
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan hartabendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yangakan, sedang, atau telah diberikannya
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungankeamanan
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan
d. Mendapat penerjemah
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
i. Mendapat identitas baru
j. Mendapatkan tempat kediaman baru
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan
l. Mendapat nasihat hokum
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir,dan/atau
n. Bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dalam hal saksi dan korban mengalamipelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Dampak Jangka Pendek Kekerasan Terhadap Perempuan
Umumnya yang dimaksud dengan dampak jangka pendek kekerasan adalah cedera fisik yang diderita oleh korban (luka-luka, patah tulang, kehilangan fungsi alat tubuh atau indera, keguguran kandungan, dll), gejala sisa di bidang kesehatan dan psikologis (anxietas, depresi, battered woman trauma syndrome, rape trauma syndrome, alcohol and drug abuse, dan resiko melakukan bunuh diri), serta dampak terhadap pendidikan dan pertumbuhan anak – terutama bila dalam kasus kekerasan rumah tangga.
Kekerasan terhadap perempuan juga dapat menimbulkan dampak jangka panjang, terutama pada kekerasan yang berulang dan berlangsung lama seperti pada kekerasan dalam rumah tangga. Dampak tersebut dapat berupa ketidakharmonisan keluarga yang berakibat kepada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak, child abuse, “cycle of violence”gangguan perkembangan mental dan perilaku seksual, dll
Dampak Kekerasan Jangka Panjang
Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa anak-anak yang tumbuh dari keluarga yang biasa dengan kekerasan terhadap perempuan atau juga terhadap anak, akan melakukan perbuatan yang sama pada saat mereka menjadi dewasa dan berumahtangga sendiri. Anak laki-laki belajar dari ayahnya dalam melakukan kekerasan terhadap isterinya, sedangkan anak perempuan belajar dari ibunya untuk menjadi korban kekerasan. Masyarakat luas telah menerima teori bahwa kekerasan adalah perilaku yang diperoleh dari belajar dan bersifat siklik.
Peran Tenaga Kesehatan
Para dokter dapat menemukan kasus dengan melakukan wawancara (anamnesa) yang terarah secara efisien tetapi efektif, menemukan tanda kekerasan yang khusus atau mencurigakan, mendokumentasikan temuannya, menilai keselamatan di masa datang dan mengkomunikasikan kepada korban pilihan penyelesaian yang realistik. Beberapa pertanyaan dapat dijadikan pertanyaan rutin penapis dalam rangka diagnostik. Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan melihat ciri-ciri tertentu.Tracy (1996) melaporkan pengalamannya menerapkan pertanyaan “rutin” penapis terhadap pasien-pasien ginekologis yang tidak ada hubungannya dengan KDRT, tentang apakah pernah mengalami kekerasan fisik selama dalam perkawinannya. Dari 8 pasien yang datang berurutan ternyata semuanya pernah mengalami kekerasan fisik pada tahun-tahun sebelumnya.
Tenaga kesehatan juga dapat menilai besarnya risiko bahaya kekerasan di masa mendatang dengan menilai : meningkatnya frekuensi kekerasan, meningkatnya ancaman pembunuhan atau bunuh diri dari pasangannya, adanya senjata api atau mulai digunakannya senjata tajam, dan catatan kriminal pelaku.Dalam menatalaksana korban KDRT, selain melakukan terapi di bidang medis tenaga kesehatan juga dapat melakukan hal-hal :
1. Menyatakan atau memperlihatkan bahwa ia juga memperhatikan keselamatan korban / pasien guna menumbuhkan kepercayaan korban.
2. Memberikan nasihat atau merujuk pasien untuk terapi medis khusus, penanganan mediko-legal, konseling psikologis dan atau psiko-sosial,
Contoh pertanyaantersebut adalah :
• Apa yangterjadi apabilaterdapat ketidaksepakatan antara Anda dengan suami / pacar di rumah?
• Pernahkah Anda menerima kekerasan atau tindakan serupa dari suami atau pacar?
• Pernahkah Anda mengalami ancaman, intimidasi atau dibuattakut oleh pasangan?
• Apakah Anda merasa aman dan selamat bila berada di rumah?
• Apakah Anda merasa takut atas keselamatan Anda atau anak Anda yang diakibatkan oleh ulah orang yang hidup di rumah Anda? dan
• Pernahkah Anda pergi ke dokter karena mengalami kekerasan atau ketakutan di rumah?
Beberapa ciri dapat disebutkan :
• cedera bilateral atau multipel,
• beberapa cedera dengan beberapatahap penyembuhan,
• tanda kekerasan seksual,
• keterangan pasien yangtidak sesuai dengan cederanya,
• keterlambatan berobat, atau
• berulangnya kehadiran di rumah saki t akibat trauma.
3. Membatasi terapi obat penenang atau obat tidur kecuali atas indikasi yang tepat.
4. Menilai perlu atau tidaknya pelaporan ke pihak berwenang
1. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
Pemukulan terhadap istri dalam masyarakat patriarkhis selalu dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan lumrah.Bahkan oleh sebagian masyarakat pemukulan terhadap istri hampir selalu diterjemahkan sebagai bentuk pengajaran suami terhadap istri dalam rangka pembinaan rumah tangga.Dan yang lebih parahnya lagi masyarakat sering melegitimasikan kekerasan tersebut dengan dalih agama, khususnya Islam.Persoalannya apakah memang agama melegitimasi hal tersebut?
1. Benarkah Islam membolehkan seorang suami memukul atau melakukan kekerasan terhadap istrinya?
Islam tidak pernah membenarkan seorang suami bertindak kejam terhadap istrinya baik secara lahir maupun batin. Karena islam adalah agama yang mempunyai nilai-nilai prinsipil seperti nilai egalitarian, keadilan, dan kemanusiaan. Berikut ini aya-ayat Alqur’an dan hadist nabi yan mengharuskan suami untuk berlaku sopan, penyayang, lemah lembut kepada istrinya :
a. Dalam QS An-Nisa: 19 yang menyatakan “ Wahai orang yang beriman, tiada dihalalkan bagimu mempusakai perempuan dengan paksaan dan janganlah bertindak kejam terhadap mereka,.. sebaliknya bergaullah dengan mereka secara baik-baik lagi adil. Hiduplah bersama mereka dalam kebajikan.”
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.Dan bergaullah dengan mereka secara patut.Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
b. Dalam QS Ar-ruum : 21 yang pada intinya menyuruh kepada suami istri untuk hidup saling sayang menyayangi dan cinta mencintai
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
c. Aisyah ra meriwatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda “Yang Paling baik di kalangan kamu adalah mereka yang paling sopan terhadap istrinya” (HR. Tirmidzi)
d. “…Para suami yang memukul istrinya bukanlah termasuk orang-orang baik di antara kamu” ( HR. Abu Daud, Nasa’I dan Ibnu Majah)
e. “ Janganlah kamu memukul hamba-hamba perempuan Allah SWT ( HR. Abu Daud)
2. Pernahkah Nabi Muhammad SAW melakukan kekerasan terhadap Istri- Istrinya?
Baik di dalam Alqur’an maupun hadist- hadist yang sahih tidak pernah ada dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW pernah berlaku kejam terhadap seorang istrinya., meskipun saai tu Rasul merasa kurang senang terhadap sesuatu. Ketika terjadi konfrontasi antara Rasulullah dengan beberapa istrinya beliau tidak hanya diam ( tidak memukul), tetapi memilih meninggalkan rumah dan dan tidur di salah satu ruangan masjid.
Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa baik dari pernyataan rasul maupun dari perlakuannya pada dasarnya Rasul melarang praktek kekerasan terhadap istri.
Dengan demikian, jelaslah bahwa pesan moral yang ingin disampaikan Alquran dan hadist-hadist yaitu menolak pandangan bahwa Islam melegitimasi budaya kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga.
Umpan balik dari pembimbing
TTD Dokter Pembimbing
dr.Ratna Relawati, Sp.KF, Msi, Med
DAFTAR PUSTAKA
Gumelar, L., 2011. Kasus KDRT masih tinggi.www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/03/08/168036-linda-gumelar-kasus-kdrt-masih-tinggi
(diakses tanggal 19 Desember 2013)
Jelang Satu Dasawarsa UU Penghapusan Kekerasan Dalam rumah Tangga.www.komnasperempuan.com (diakses 19 Desember 2013)
POLRI, 2005.Buku Pegangan Pusat Pelayanan Terpadu POLRI. Jakarta
Shopia, M.S., 2010. Perlindungan Saksi dan Korban www.hukumonline.com/berita/R_U_U_Perlindungan_saksi_dan_korban(diakses 19 Desember 2013)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak
Undang-UndangRepublik Indonesia No. 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban