Asma
merupakan penyakit kronis yang sering dijumpai pada anak dinegara maju. Dalam
dua dekade terakhir prevalensi asma dilaporkan meningkat baik pada anak maupun
pada dewasa. Asma memberikan dampak negatif bagi penderitanya, sperti
menyebabkan anak tidak masuk sekolah atau membatasi aktifitas berat seperti
olahraga.
Serangan
asma bervariasi mulai dari yang ringan hingga sampai yang berat dan mengancam
kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma
antara lain aktifitas fisik, alergen, infeksi, perubahan mendadak suhu dan
udara, pajanan terhadap iritan seperti asap rokok dan laion sebagainya.
Berbagai faktor mempengaruhi prevalensi asma disuatu tempat. Antara lain, umur,
gender ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor ini mempengaruhi
prevalensi asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan, status
asma dan kematian karean penyakit asma(Makmuri, 2008)
Definisi
Asma didefinisikan sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran respiratorius dengan banyaknya sel yang berperan,
khususnya sel mast, eusinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi
ini menyebabkan episode mengi (Wheezing) berulang, sesak nafas, rasa dada
tertekan dan batuk, khususnya pada malam dan dini hari. Gejala-gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorius yang luas namun
bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel secara spontan
maupin dengan pengobatan. Inflamasi ini juga dihubungkan dengan
hiperreaktifitas saluran respiratorius terhadap berbagai pencetus(Makmuri,
2008)
Dalam
klinisnya definisi diatas walaupun sangat lengkap akan kurang praktis sehingga
definis asma yang lama masih sering digunakan. Definisi itu ialah wheezing
berulang dan/atau batuk persisten dalam hal ini asma adalah yang paling
mungkin, sedangkan sebab yang lain yang lebih jarang telah disingkirkan.
Pedoman
nasional asma anak menggunakan definisi operasional yang juga praktis yaitu
wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara
episodik dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman,
adanya faktor pencetus diantaranya aktifitas fisik, dan bersifat reversibel
secara spontan, maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi
lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain telah disingkirkan.
Yang dimaksud batuk kronik adalah batuk yang telah berlangsung lebih dari 14
hari dan/atau tiga lebih episode dalam waktu 3 bulan berturut-turut(Makmuri,
2008).
Patogenesis
Asma dihubungkan dengan manifestasi atopi
melalui mekanisme igE-dependent. Pada populasi diperkirakan faktor atopi
memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa. Sel Thelper-2
diduga bertanggung jawab dalam memproduksi sitokin IL-4, IL-5, IL9, IL-13 dan
IL-16 yang menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitifitas tipe lambat maupun
yang dimediasi sel.
Adanya
eusinofil dan limfosit yang teraktivasi pada biopsi bronkus pasien asma atopik
dan non-atopik wheezing mengindikasikan bahwa interaksi sel lomfosit T dan
eusinofil sangat penting.
Paparan
alergen inhalan pada pasien dengan alergi dapat menimbulkan respon alergi fase
cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respon fase lambat. Reaksi
cepat ini dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE
spesifik terutama sel mast dan makrofag. Bersama dengan mediator-mediator yang
lebih dahulu terbentuk, mediator ini menginduksi otot polos saluran
respiratorius dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi
dan kebocoran mikrovaskular. Reaksi fase lambat dipikirkan sebagai sistem model
untuk mempelajari mekanisme inflamasi pada asma. Selama respon fase lambat dan
selama berlangsungnya paparan alergen, aktivasi sel-sel pada saluran
respiratorius menghasilkan sitokin dimana sitokin ini selanjutnya merangsang
lepasnya leukosit proinflamasi terutama eusinofil.
Remodelling
saluran respiratorius meupakan serangkaian proses yang menybabkan deposisi
jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratorius melalui proses
dideferensiasim migrasi diferensiasi dan maturasi struktur sel. Miofibroblas
yang teraktifasi akan mmproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin dan sitokin
yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratorius dan
meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi,
neovaskularisasi dan jaringan saraf. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos
saluran respiratorius, sel goblet, kelenjar submukosa timbul pada bronkus
pasien asma, terutama pada pasien dengan asma yang lama dan berat. Secara
keseluruhan, saluran respiratorius pada asma memperlihatkan perubahan struktru
saluran respiratorius yang bervariasi dimana perubahan ini dapat menimbulkan
penebalan dinding saluran respiratorik. Pada pasien asma diduga ada remodelling
saluran nafas sehingga pada beberapa pasien terdapat obstruksi yang ireversibel
(Kliegman, 2007).
Patofisiologi
Inflamasi yang ditemukan pada pasien asma
diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran
respiratorius menyebabkan keterbatasan aliran udara. Perubahan fungsional
dihubungkan dengan gejala khas pada asma, batuk , sesak dan Wheezing dan
disertaihiperreaktifitas saluran respiratorius terhadap berbagai rangsangan.
Batuk berulang bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan pada
anak. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada
saluran respiratorius oleh mediator inflamasi(Kliegman, 2007).
Penyempitan
saluran respiratorius pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama
penyempitan saluran respiratorius adalah kontraksi otot polos bronkus yang
diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Kontraksi otot polos
saluran respiratorius diperkuat oleh penebalan dinding saluran nafas akibat
edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodelling, hiperplasia dan
hipertrofi kronis otot polos, vaskular dan sel-sel sekretori serta deposisi
matriks pada dinding saluran respiratorius.
Diagnosis dan klasifikasi
Wheezing berulang dan/atau batuk kronik
berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis asma. Termasuk yang
perlu dipertimbangkan adalah pada anak-anak kemungkinan batuk adalah
satu-satunya tanda dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain
sedang tidak timbul.
Untuk
anak dibawah 3 tahun, respon yang baik terhadap obat bronkodilator dan steroid
sistemik (5 hari) dan dengan penyingkiran penyakit lain diagnosis asma menjadi
lebih definitif.untuk anak > 6tahun pemeriksaan faal paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru sederhana dengan peak flow meter atau yang lebih
lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakoin,
latihan, udara kering dan dingin atau dengan NaCl hipertonis sangat menunjang
diagnosis.
Pada
anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respon terhadap pemberian
obat bronkodilator yang baik sekali maka pemeriksaan diagnostik lebih lanjut
tidak perlu dilakukan.
Derajat asma pada anak dibagi 3
Parameter
klinis,
kebutuhan obat
dan faal paru
asma
|
Asmaepisodikjarang
|
Asmaepisodiksering
|
Asmapersisten
|
|
1
|
Frekuensiserangan
|
<1x bulan="" p="">
1x>
|
>1x/bulan
|
Sering
|
2
|
Lama serangan
|
<1minggu p="">
1minggu>
|
>1minggu
|
Hampir
sepanjang tahun, tidak ada periode bebas serangan
|
3
|
Intensitasserangan
|
Biasanyaringan
|
Biasanyasedang
|
Biasanyaberat
|
4
|
Diantaraserangan
|
Tanpagejala
|
Seringadagejala
|
Gejalasiangdanmalam
|
5
|
Tidurdanaktifitas
|
Tidaktergganggu
|
Seringtergganggu
|
Sangattergganggu
|
6
|
Pemeriksaanfisikdiluarserangan
|
Normal ( tidakditemukankelainan)
|
Mungkintergganggu
(ditemukankelainan)
|
Tidakpernah normal
|
7
|
Obatpengendali(anti inflamasi)
|
Tidakperlu
|
Perlu
|
Perlu
|
8
|
Uji faal
paru(diluar serangan)
|
PEFatauFEV1>80%
|
PEFatauFEV1<60-80 p="">
60-80>
|
PEVatauFEV<60 p="">
60>
|
9
|
Variabilitas
faal paru(bila ada serangan)
|
Variabilitas>15%
|
Variabilitas>30%
|
Variabilitas 20-30%.
Variabilitas>50%
|
PEF=Peak expiratory flow (aliranekspirasi/saatmembuangnapaspuncak), FEV1=Forced expiratory volume in second
(volume ekspirasipaksadalam 1 detik)
Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Parameter klinis, fungsi faal
paru, laboratorium
|
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Ancamanhentinapas
|
Sesak (breathless)
|
Berjalan
|
Berbicara
|
Istirahat
|
|
Bayi :
Menangiskeras
|
Bayi :
-Tangispendekdanlemah
-Kesulitanmenetek/makan
|
Bayi :
Tidakmaumakan/minum
|
|
|
Posisi
|
Bisaberbaring
|
Lebihsukaduduk
|
Dudukbertopanglengan
|
|
Bicara
|
Kalimat
|
Penggalkalimat
|
Kata-kata
|
|
Kesadaran
|
Mungkiniritabel
|
Biasanyairitabel
|
Biasanyairitabel
|
Kebingungan
|
Sianosis
|
Tidakada
|
Tidakada
|
Ada
|
Nyata
|
Wheezing
|
Sedang, sering hanya pada
akhir ekspirasi
|
Nyaring, sepanjangekspirasi ± inspirasi
|
Sangat nyaring, terdengar
tanpa stetoskop
|
Sulit/tidakterdengar
|
Penggunaanotot bantu respiratorik
|
Biasanyatidak
|
Biasanyaya
|
Ya
|
Gerakanparadoktorako-abdominal
|
Retraksi
|
Dangkal, retraksiinterkostal
|
Sedang, ditambahretraksi suprasternal
|
Dalam, ditambah napas cuping
hidung
|
Dangkal / hilang
|
Frekuensinapas
|
Takipnu
|
Takipnu
|
Takipnu
|
Bradipnu
|
Pedoman nilai baku frekuensi
napas pada anak sadar :
Usia
Frekuensi napas normal per menit
< 2
bulan
<60 o:p="">60>
|
2-12 bulan
< 50
1-5 tahun< 40
6-8 tahun< 30
Frekuensinadi
Normal
Takikardi
Takikardi
Dradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi
pada anak
Usia
Frekuensi nadi normal per menit
2-12
bulan
< 160
1-2
tahun< 120
6-8 tahun< 110
Pulsus paradoksus
(pemeriksaannya tidak
praktis)
Tidakada
(< 10 mmHg)
Ada
(10-20 mmHg)
Ada
(>20mmHg)
Tidakada, tandakelelahanototrespiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilaidugaan/%nilaiterbaik)
Prabonkodilator
Pascabronkodilator
>60%
>80%
40-60%
60-80%
<40 o:p="">40>
<60 jam="" o:p="" respon="">60>
SaO2 %
>95%
91-95%
≤ 90%
PaO2
Normal (biasanya tidak perlu
diperiksa)
>60 mmHg
<60 mmhg="" o:p="">60>
PaCO2
<45 mmhg="" o:p="">45>
<45 mmhg="" o:p="">45>
>45 mmHg
Tatalaksana
Tujuan
tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin
dicapai ialah :
1. Pasien dapat menjalani aktivitas
normalnya, termauk bermain dan berolahraga
2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam
hari
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak
ada variasi diurnal yang mencolok
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak
adak serangan
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak
atau sesedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Obat asma dapat dibagi dalam 2
kelompok besar yaitu obat pedera dan obat pengendali. Obat pereda digunakan
untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Obat pengendali
digunakan untuk mengatasi masalah dasar yaitu inflamasi respiratorik kronis.
Maka pemakaian obat pengendali terus menerus dalam waktu lama tergantung
derajat penyakit asma dan responnya terhadap pengobatan/penanggulangan.
Obat-obat pengendali diberikan pada asma episodik sering dan asma persisten
(Pudjiadi, 2010).
Diagram tatalaksana asma
Asmaepisodikjarang Obatpereda:b-agonisatauteofilin
(hirupanatauoral)bilaperlu
3-4minggu,
obat
dosis/minggu >3x <3x
Asmaepisodiksering Tambahkanobatpengendali:
atau steroidhirupandosisrendah*)
asmapersisten
6-8minggu,respons (-) (+)
Obatpengendali:gantidengansteroidhirupandosismedium
ataupertimbangkanpenambahansalahsatuobat:
- b-agoniskerjapanjang
-
antileukotrien
-
teofilinlepaslambat
6-8minggu,respons (-) (+)
Naikkandosissteroidhirupan(dosistinggi)ataupertimbangkan
penambahansalahsatuobat:
- b-agoniskerjapanjang
-
antileukotrien
- teofilinlepaslambat
6-8minggu,respons (-) (+)
Tambahkansteroidoral
Alur TataLaksanaSeranganAsma padaAnak
NilaiDerajatSerangan(1)
(sesuai tabel)
Tatalaksanaawal:
*nebulisasiβ-agonis1-
3x,selang 20menit(2)
*nebulisasi
ketiga+antikolinergik
*jika seranganberat,nebulisasi
1x
SeranganRingan
(nebulisasi 1x,respons
baik,
gejala hilang)
·observasi1-2jam
·jika efekbertahan,
boleh
pulang
·jika gejalatimbul lagi
perlakukan sebagai serangan sedang
Serangan Sedang
(nebulisasi 2-3x,respons
parsial)
·berikan oksigen(3)
·nilai kembaliderajat
serangan, jikasesuai dengan serangansedang,observasi
di ruangrawatsehari
·pasangjalur parenteral
SeranganBerat
(nebulisasi 3x, respons
buruk)
·sejakawal beri O2saat/di luar
nebulisasi
·pasangjalur parenteral
·nilai ulanggejala klinis, jika sesuai dengan serangan berat,rawatdi r.rawatinap
·fotorontgen thorax
DIRUJUK
BolehPulang
·Bekali denganobatβ-agonis
(hirupan/oral)
·Jika sudahada obat
pengendali,
teruskan
·Jika infeksivirus sebagai pencetus,
dapatdiberi steroidoral
·Dalam24-48jam,kontrol rawatjalanuntuk evaluasi
Catatan:
Ruang RawatSehari
·Oksigenteruskan
·Berikansteroidoral
·Nebulisasi tiap 2jam
·Bila dalam8-12jam
perbaikanklinis stabil, boleh
pulang
·Jika dalam12jamklinis
belummembaik,alihrawat keR.RawatInap(dirujuk)
Ruang RawatInap
·Oksigenditeruskan
·Atasi dehidrasi danasidosis
jika ada
·SteroidIVtiap6 –8jam
·Nebulisasi tiap 1 –2jam
·AminofilinIV awal, lanjutkan rumatan
·Jika membaikdlm 4–6x nebulisasi,
interval
jadi4–6 jam
·Jika dalam24jamperbaikan
klinis stabil, boleh
pulang
1. Jika menurutpenilaianseranganberat,nebulisasicukup
1x
langsungdengan
βagonis+antikolinergik
2. Jika
tidaktersedia,nebulisasi dapatdiganti denganadrenalin
subkutan0,01ml/kgBB/kali,
maks0,3ml/kali
3. Untuk
serangansedangdan terutama
berat,oksigen2–
4L/menitdiberikansejakawal,
termasuk saatnebulisasi.
·Jika dengansteroiddan aminofilinparenteraltidak
membaik,bahkan timbul
ancamanhenti napas, alih rawatkeR.RawatIntensif
Makmuri, 2008. Asma dalamBuku Ajar Respirologi Anak. Badan
Penerbit IDAI: Jakarta
Pudjiadi A, Hegar B, Setyo H, Hikmah S, Ellen P,
Eva D, 2010. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Do