Bronkopenumonia
adalah inflamasi pulmo yang dimulai dari bronkiolus terminal kemudian
bronkiolus terminal ini menjadi tertutup oleh eksudat mukopurulen yang kemudian
menjadi konsolidat tak lengkap dari lobulus yang berdekatan (Douglas, 2007).
Bronkopneumonia merupakan tipe pneumonia bakterial yang diklasifikasikan
berdasarkan distribusi anatomis dari konsolidasi pulmo, dimana salah satu tipe
pneumonia yang lain ialah penumonia lobaris.
Pneumonia lobaris bronkopneumonia
Patofisiologi
Infeksi saluran nafas terjadi lebih sering dibandingkan dengan infeksi
organ lainnya. Mayoritas infeksi saluran nafas disebabkan oleh virus akan
tetapi infeksi pulmo yang disebabkan bakteri, virus atau mikoplasma bertanggung
jawab terhadap morbiditas yang besar. Infeksi pulmo karena berbagai organisme
ini disebut pneumonia (Kumar, 2010).
Pneumonia dapat didefinisikan sebagai infeksi akut
parenkim paru (Pudjiadi, 2010). Pneumonia dapat terjadi sebagai
akibat terganggunya pertahanan lokal paru atau pertahanan sistemik tubuh pejamu
sedang turun. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara umum berupa penyakit
kronis, defisiensi imun dan leukopenia.
•
|
Hilangnya atau
tertekannya refleks batuk. Sebagai akibat dari koma, anastesia, gangguan neuromuskular,
obat-obatan.
|
|
•
|
Jejas aparatus
mukosiliar, baik itu akibat
terganggunya fungsi siliar atau destruksi dari epitel bersilia karena
merokok, inhalasi gas korosif, penyakit viral atau defek genetik (contoh:
sindrom silia imotil)
|
|
•
|
Akumulasi sekresi seperti dalam kondisi fibrosis kistik atau obstruksi bronkial.
|
|
•
|
Gangguan fagositik
|
|
•
|
Kongesti pulmo atau oedem pulmo
|
Pneumonia bakterialis mempunyai dua pola
distribusi anatomis: bronkopneumonia dan pneumonia lobaris.
Bronkopneumonia dapat
disebabkan oleh berbagai bakteri termasuk Streptococcus pneumoniae dan Klebsiella
pneumoniae (Walter, 2008). Konsolidasi tidak lengkap dari pulmo merupakan
karaktertistik dominan dari bronkopneumonia sedangkan konsolidasi
fibrinosupuratif dari bagian besar lobus atau keseluruhan lobus disebut
pneumonia lobaris. Pembagian anatomis dan klasik ini seringkali sulit
diaplikasikan kepada kasus individual dikarenakan adanya pola yang tumpang
tindih. Konsolidasi tidak lengkap dari bronkopneumonia dapat menjadi konfluen
dan berubah menjadi pneumonia lobaris yang nyata. Sebaliknya, terapi antibiotik yang efektif terhadap semua
bentuk pneumonia dapat membatasi konsolidasi subtotal. Lebih jauh, organisme
yang sama dapat menunjukkan kedua pola pneumonia tergantung kepada kerentanan
pasien. Yang paling penting secara klinis ialah identifikasi agen kausatif dan
menentukan keparahan penyakit (Kumar, 2010).
Foki
bronkopneumonia adalah area inflamasi supuratif akut yang terkonsolidasi.
Konsolidasi dapat tersebat tak merata dalam satu lobulus tetapi lebih sering
multilobular, bilateral dan didaerah basal diakibatkan efek gravitasi sehingga
sekresi cenderung ke daerah basal. Lesi yang telah berkembang sedikit meninggi,
kering, granular, merad sampai kuning dan sulit ditentukan batasnya. Secara
histologis reaksinya menimbulkan eksudat yang supuratif, kaya neutrofil yang
memenuhi bronchi, bronchiolus dan spasium alveolar terdekat.
Beberapa faktor
resiko spesifik untuk terjadinya bronkopneumonia antara lain adanya kondisi
medis kronis (contoh: keganasan, sirosis, penyakit jantung iskemik, penyakit
neurodegeneratif), umur ekstrim (terlalu muda atau terlalu tua), defisiensi
imunoglobulin (leukemia, limfoma), tidak adanya spleen (Walter, 2008).
Komplikasi
dari penumonia antara lain:
· Destruksi jaringan dan nekrosis
menyebabkan terbentuknya abses (terutama infeksi oleh pneumokokus tipe 3 atau
infeksi Klebsiella)
· Penyebaran infeksi ke kavitas pleuralis
menyebabkan empyema
· Diseminata bakterialis ke katub jantung,
perikardium, otak, ren, spleen atau sendi dan dapat menyebakan abses metastatik,
endokarditis, meningitis atau artritis supuratif.
Manifestasi klinis
Pasien biasanya akan mengalami demam
tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas,
seringkali demam dan batuk. Pada anak yang lebih besar kemungkinan akan
mengeluhkan nyeri kepala, nyeri abdomen
disertai muntah.
Manifestasi
klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi yang lebih tua grunting ini jarang ditemukan. Gejala yang
lebih sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, sesak nafas,
dn iritabilitas. Pada anak kelompok prasekolah dapat dijumpai panas, batuk
produktif atau nonproduktif, takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada (Pudjiadi,
2010).
Pada
auskultasi akan terdengar suara nafas menurun, fine crackles (krepitasi) yang khas pada anak besar. Pada bayi
krepitasi mungkin jarang ditemui. Gejala lain yang dapat ditemui ialah redup
pada perkusi, fremitus meurun, nyeri dada akibat iritasi pleura.
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Toraks posterior-anterior
merupakan dasar utama diagnosis penumonia. Dapat ditambah foto lateral jika
diperlukan informasi tambahan. Gambaran radiologis dari bronkopneumonia ialah
pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan inhomogen
didaerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (Shiloute sign). Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi nekrosis
dan kavitasi pada parenkim paru. Pada keadaan lebih lanjut dimana semakin
banyak alveolus yang terlibat maka gambaran opak menjadi terlihat homogen (Ghazali,
2008).
Tatalaksana
Diagnosis etilogik pneumonia sangat sulit
dilakukan sehingga pemberian antibiotik secara empirik dilakukan dan berdasar
atas bakteri kausatif tersering yaitu streptokokus pneumoniae dan haemofilus
influenza.
Pemberian
antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi dibawah 3 bulan diberikan
golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia >3bulan, ampisilin dipandu
dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien berat
atau terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin.
Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah kombinasi ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime dan cefotaxime (Pudjiadi, 2010)..
Daftar Pustaka
Douglas M.
Anderson. 2007. Dorland's Illustrated
Medical Dictionary, 31e. Saunders: USA
Ghazali
Rusdy. 2008. Radiologi Diagnostik. Pustaka
Cendekia Press: Yogyakarta
Kumar, 2010. Robbins and Cotran
pathologic basis of disease. – 8th ed. Saunders elsevier: Philadelphia.
Pudjiadi
A, Hegar B, Setyo H, Hikmah S, Ellen P, Eva D, 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. PP IDAI:
Jakarta
Walter L.
Kemp. 2008. The Big Picture: Pathology. The
McGraw-Hill Companies: USA