b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Minggu, 20 Oktober 2013

BRONKOPNEUMONIA

thumbnail Title: BRONKOPNEUMONIA
Posted by:Unknown
Published :2013-10-20T06:09:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
BRONKOPNEUMONIA
Bronkopenumonia adalah inflamasi pulmo yang dimulai dari bronkiolus terminal kemudian bronkiolus terminal ini menjadi tertutup oleh eksudat mukopurulen yang kemudian menjadi konsolidat tak lengkap dari lobulus yang berdekatan (Douglas, 2007). Bronkopneumonia merupakan tipe pneumonia bakterial yang diklasifikasikan berdasarkan distribusi anatomis dari konsolidasi pulmo, dimana salah satu tipe pneumonia yang lain ialah penumonia lobaris.
Description: Illustration of lobar pneumonia Description: Illustration of bronchial pneumonia
                   Pneumonia lobaris                          bronkopneumonia
         
Patofisiologi
          Infeksi saluran nafas terjadi lebih sering dibandingkan dengan infeksi organ lainnya. Mayoritas infeksi saluran nafas disebabkan oleh virus akan tetapi infeksi pulmo yang disebabkan bakteri, virus atau mikoplasma bertanggung jawab terhadap morbiditas yang besar. Infeksi pulmo karena berbagai organisme ini disebut pneumonia (Kumar, 2010).
Pertahanan lokal paru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
Hilangnya atau tertekannya refleks batuk. Sebagai akibat dari koma, anastesia, gangguan neuromuskular, obat-obatan.
Jejas aparatus mukosiliar, baik itu akibat terganggunya fungsi siliar atau destruksi dari epitel bersilia karena merokok, inhalasi gas korosif, penyakit viral atau defek genetik (contoh: sindrom silia imotil)
Akumulasi sekresi seperti dalam kondisi fibrosis kistik atau obstruksi bronkial.
Gangguan fagositik
Kongesti pulmo atau oedem pulmo
          Pneumonia bakterialis mempunyai dua pola distribusi anatomis: bronkopneumonia dan pneumonia lobaris.


          Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh berbagai bakteri termasuk Streptococcus pneumoniae dan Klebsiella pneumoniae (Walter, 2008). Konsolidasi tidak lengkap dari pulmo merupakan karaktertistik dominan dari bronkopneumonia sedangkan konsolidasi fibrinosupuratif dari bagian besar lobus atau keseluruhan lobus disebut pneumonia lobaris. Pembagian anatomis dan klasik ini seringkali sulit diaplikasikan kepada kasus individual dikarenakan adanya pola yang tumpang tindih. Konsolidasi tidak lengkap dari bronkopneumonia dapat menjadi konfluen dan berubah menjadi pneumonia lobaris yang nyata. Sebaliknya,  terapi antibiotik yang efektif terhadap semua bentuk pneumonia dapat membatasi konsolidasi subtotal. Lebih jauh, organisme yang sama dapat menunjukkan kedua pola pneumonia tergantung kepada kerentanan pasien. Yang paling penting secara klinis ialah identifikasi agen kausatif dan menentukan keparahan penyakit (Kumar, 2010).
          Foki bronkopneumonia adalah area inflamasi supuratif akut yang terkonsolidasi. Konsolidasi dapat tersebat tak merata dalam satu lobulus tetapi lebih sering multilobular, bilateral dan didaerah basal diakibatkan efek gravitasi sehingga sekresi cenderung ke daerah basal. Lesi yang telah berkembang sedikit meninggi, kering, granular, merad sampai kuning dan sulit ditentukan batasnya. Secara histologis reaksinya menimbulkan eksudat yang supuratif, kaya neutrofil yang memenuhi bronchi, bronchiolus dan spasium alveolar terdekat.
          Beberapa faktor resiko spesifik untuk terjadinya bronkopneumonia antara lain adanya kondisi medis kronis (contoh: keganasan, sirosis, penyakit jantung iskemik, penyakit neurodegeneratif), umur ekstrim (terlalu muda atau terlalu tua), defisiensi imunoglobulin (leukemia, limfoma), tidak adanya spleen (Walter, 2008).
          Komplikasi dari penumonia antara lain:
·    Destruksi jaringan dan nekrosis menyebabkan terbentuknya abses (terutama infeksi oleh pneumokokus tipe 3 atau infeksi Klebsiella)
·    Penyebaran infeksi ke kavitas pleuralis menyebabkan empyema
·    Diseminata bakterialis ke katub jantung, perikardium, otak, ren, spleen atau sendi dan dapat menyebakan abses metastatik, endokarditis, meningitis atau artritis supuratif.


Manifestasi klinis
            Pasien biasanya akan mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali demam dan batuk. Pada anak yang lebih besar kemungkinan akan mengeluhkan nyeri kepala, nyeri  abdomen disertai muntah.
            Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi yang lebih tua grunting ini jarang ditemukan. Gejala yang lebih sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, sesak nafas, dn iritabilitas. Pada anak kelompok prasekolah dapat dijumpai panas, batuk produktif atau nonproduktif, takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada (Pudjiadi, 2010).
            Pada auskultasi akan terdengar suara nafas menurun, fine crackles (krepitasi) yang khas pada anak besar. Pada bayi krepitasi mungkin jarang ditemui. Gejala lain yang dapat ditemui ialah redup pada perkusi, fremitus meurun, nyeri dada akibat iritasi pleura.
Pemeriksaan Penunjang
            Rontgen Toraks posterior-anterior merupakan dasar utama diagnosis penumonia. Dapat ditambah foto lateral jika diperlukan informasi tambahan. Gambaran radiologis dari bronkopneumonia ialah pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan inhomogen didaerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (Shiloute sign). Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitasi pada parenkim paru. Pada keadaan lebih lanjut dimana semakin banyak alveolus yang terlibat maka gambaran opak menjadi terlihat homogen (Ghazali, 2008). 
Tatalaksana
            Diagnosis etilogik pneumonia sangat sulit dilakukan sehingga pemberian antibiotik secara empirik dilakukan dan berdasar atas bakteri kausatif tersering yaitu streptokokus pneumoniae dan haemofilus influenza.
            Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi dibawah 3 bulan diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia >3bulan, ampisilin dipandu dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah kombinasi ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime dan cefotaxime (Pudjiadi, 2010)..


Daftar Pustaka
Douglas M. Anderson. 2007. Dorland's Illustrated Medical Dictionary, 31e. Saunders: USA
Ghazali Rusdy. 2008. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press: Yogyakarta
Kumar, 2010. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. – 8th ed. Saunders elsevier: Philadelphia.
Pudjiadi A, Hegar B, Setyo H, Hikmah S, Ellen P, Eva D, 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. PP IDAI: Jakarta
Walter L. Kemp. 2008. The Big Picture: Pathology. The McGraw-Hill Companies: USA


| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar