b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

Kamis, 21 November 2013

sklerosis sistemik

thumbnail Title: sklerosis sistemik
Posted by:Unknown
Published :2013-11-21T07:53:00-08:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
sklerosis sistemik
Sklerosis sistemik merupakan kelainan dari jaringan lunak yang memiliki pengaruh ke organ-organ lain. Meskipun gejala awal penyakit pada umumnya mengenai pembuluh darah tetapi kelainan pada kulit lebih sering terjadi pada pasien sklerosis sistemik. Kehadiran Rayanud’s phenomenon, ulkus pada jari, penebalan kulit dan kalsinosis berhubungan dengan beratnya penyakit. Sejak tidak terdapatnya pengobatan yang adekuat untuk sklerosis sistemik maka penatalaksaan lebih difokuskan kepada penanganan gejala dan pencegahan terjadinya komplikasi. Pada jurnal ini, penulis akan membahas tentang penatalaksanaan awal bagi pasien sklerosis sistemik dan penatalaksanaan terhadap komplikasinya (J Clin Aesthet Dermatol. 2012;5(7):33–43.)
Sistemik sklerosis merupakan penyakit jaringan lunak yang jarang terjadi dan bersifat progresif serta lebih banyak mengenai wanita dibandingkan laki-laki. Prevalensi tertinggi berada pada usia 30-50 tahun. Jarang terjadi pada anak-anak. Gejala klinis yang muncul antara lain vasokonstriksi dari pembuluh darah kecil, pembengkakan jari, penebalan kulit, kontraktur jari, nyeri sendi dan disfagia. Patofisiologi dari sklerosis sistemik adalah kerusakan endotel dan vaskular yang memicu aktivasi fibroblas yang menghasilkan peningkatan dari kolagen dan produksi matriks ekstraseluler lainnya. Pada kulit, sklerosis sistemik ditandai dengan adanya penimbunan kolagen di dermis, penipisan epidermis, hilangnya konjugasi interpapilar, atrofi dari lapisan pada dermis yang pada akhirnya akan menyebabkan fibrosis pada kulit, raynaud’s phenomenon, dan ulkus kutaneus.
Meskipun kondisi mayor dari penyakit ini adalah abnormalitas vaskular dan  kerusakan progresif dari organ-organ dalam, penyebaran fibrosis dari sendi dan kulit lebih sering terjadi pada penyakit ini. Beratnya kelainan pada kulit juga berhubungan dengan beratnya penyakit yang memberikan prognosis buruk kepada pasien dengan sklerosis sistemik yang bermanifestasi pada kulit. Pada artikel ini, penulis akan menjelaskan tentang penatalaksanaan skelrosis sistemik pada kulit dengan peralihan dari pengobatan konvensional menuju pengobatan alternatif lainnya.

Raynaud’s Phenomenon
Raynaud’s Phenomenon pertama kali ditemukan oleh Auguste-Maurice Raynaud pada tahun 1962 yaitu adanya fenomenan perubahan warna yang disertai rasa nyeri yang terjadi pada tangan dan kaki setelah terpajan oleh suhu dingin maupun stres emosional. Klasifikasi dari Raynaud’s Phenomenon adalah idiopatik RP dan RP sekunder dimana kehadiran dari Raynaud Phenomenon disertai dengan adanya penyakit lainnya terutama pada penyakit jaringan lunak seperti sklerosis sistemik, systemic lupus eritematous, dan sjorgen’s syndrome. RP primer memiliki prevalensi 5-10% dari suatu populasi dan lebih banyak menyerang wanita dibandingkan pria. Lebih sering mengenai usia 30-50 tahun. Raynaud’s phenomenon merupakan suat tanda kardinal bagi sklerosis sitemik dimana hampir menyerang 95% kasus. Berlawanan dengan RP primer, RP sekunder lebih berhubungan dengan kelainan dari struktur pembuluh darah yang berhubungan dengan vasospasme yang mengakibatkan berbagai macam komplikasi pada jari yaitu adanya ulkus, infeksi dari jaringan lunak maupun infeksi pada tulang, atau suatu keadaan iskemia hingga gangren. Banyak golongan obat yang dapat digunakan untuk mengobati raynaud phenomenon pada sklerosis sistemik.



Digital Ulcer
Ulkus pada jari merupakan manifestasi klinis mayor pada pasien sklerosis yang terlokalisir maupun yang generalisata terjadi pada 30-58% pasien. Ulkus jari lebih sering terjadi pada sklerosis sistemik difus yang merupakan suatu tanda bahwa penyakit sudah memasuki stadium yang cukup parah. Ulkus jari dapat terjadi pada jari tangan maupun jari kaki yang lebih sering didahului oleh suatu fase iskemik. Hal lain yang berhubungan dengan ulkus jari yaitu adanya trauma yang berulang dan kontaktur pada sendi. Ulkus jari juga sering berhubungan dengan perkembangan daerah yang mengalami kalsinosis.Nyeri yang ditimbulkan oleh menifestasi ini sangatlah berat, fase penyebmbuhan berhubungan dengan atrofi, fibrosis dan daerah avaskular yang pada jaringan lokal. Perbaikan fungsional berhubungan dengan kualitas hidup pasien (fisik dan psikologis). Ulkus pada jari dapat bermanifestasi ke suatu keadaan iskemik yang dapat berakibat gangren dan akhirnya membutuhkan amputasi. Ada beberapa mekanisme patofisiologi dari ulkus jari yang berhubungan dengan terapi dari kasus ini yaitu memblok patofisiologi dari ulkus jari. Faktor pemicu dari ulkus jari belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan migrasi dari sel otot polos ke tunika intima dan adanya diferensiasi dari fibroblas yang menghasilkan kolagen dan matriks ekstraselular lainnya. Proses ini berhubungan dengan penyempitan lumen intravaskular yang mengakibatkan tidak lancarnya aliran darah dan menyebabkan iskemi kronik pada jaringan tersebut. Mekanisme dari kerusakan endotel berhubungan dengan terdapatnya antibodi terhadap endotel yang menyebabkan kerusakan endotel, aktivasi platelet dan yang melepaskan tromboksane dan menyebabkan trombosis intralumen. Hingga saat ini, belum didapatkan terapi yang adekuat untuk komplikasi ulkus jari pada sklerosis sistemik. Jika menemukan pasien dengan ulkus jari, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah ukuran ulkus jari, lokasi, fungsi, nyeri dan banyaknya jaringan yang hilang.



Terapi non-farmakologi
Pendekatan pertama yang harus dipertimbangkan pada pasien adalah penanganan nyeri. Selain itu, juga harus diperhatikan tentang pemulihan fungsi dari tangan kemudian perbaikan perfusi ke jaringan-jaringan kecil dan mencegah terbentuknya ulkus yang baru.

Penatalaksanaan nyeri
Nyeri yang timbul berhubungan dengan beratnya ulkus yang dapat terjadi dalam hitungan bulan hingga tahun. Meskipun NSAIDs sering diresepkan tetapi lebbih sring dipilih menggunakan asetaminofen ataupun golongan opiat karena NSAIDs memiliki resiko terjadinya gangguan pada sistem gastrointestinal dan bersifat toksik terhadap ginjal.

Infeksi
Kontrol terhadap kontaminasi dan dan kolonisasi bakteri sangat penting untuk mencegah terjadinya kehilangan jaringan yang berlebihan. Sangat penting untuk dilakukan kultur kulit sebelum memberikan terapi antibiotik. Setelah menunggu hasil kultur dapat diberikan antibiotik oral yang sesuai dengan hasil kultur. Selain itu, antibiotik parenteral juga dapat menjadi pilihan. Untuk infeksi yang menjalar hingga ke tulang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiologi untuk mengetahui pakah terjadi osteomielitis atau tidak.

Terapi Farmakologi
Dihydropyridine-type calcium antagonist
Nifedipine and nicardipine yang diberikan secara per oral sering digunakan sebagai terapi lini pertama dari Raynaud’s Phenomenon. Golongan tersebut juga memiliki efek untuk mengurangi perkembangan dari ulkus jari. Selain itu juga dapat digunakan golongan analog prostasikilin. Obat yang biasa digunakan yaitu iloprost dan epoprostenol yang keduanya diberikan secara intravena dan memiliki effek untuk mencegah progresifitas dari ulkus pada jari. Sebuah studi menunjukkan penggunaan infus iloprost selama 5-8 jam dan digunakan selama 3-5 hari.

Oral endothelin receptor blockers (bosentan, sitaxentan, and ambrisentan).
Bosentan digunakan pada pasien ulkus jari yang telah mengalami kegagalan dengan terapi antagonis kalsium. Tidak ada batasan untuk penggunaan bosentan pada ulkus jari. Suatu studi menunjukkan bosentan 62.5 mg  yang diberikan dua kali sehari yang dititrasi menjadi 125mg (2x1) setelah satu bulan. Bosentan berhubungan dengan pencegahan pembentukan ulkus baru yaitu sekitar 30%. Pengamatan tersebut dilakukan pada pasien ulkus jari yang sudah mendapatkan terapi sedikitnya tiga macam obat. Terdapat juga laporan kasus yang menggunakan selective endothelin type A receptor antagonist (sitaxentan) 100mg satu kali sehari. Setelah pengobatan selama 4 bulan, pasien mengatakan rasa nyerinya sangat berkurang dan mengalami penyembuhan sempurna. Hepatotoksik merupakan efek samping dari penggunaan sitaxentan. Tujuh kasus yang memiliki gambaran seperti hepatitis yang dipengaruhi obat dan dua kasus dengan gangguan fungsi hati yang sangat parah.

Angiotensin converting enzyme inhibitors and alpha adrenergic blockers
Beberapa studi menunjukkan bahwa golongan obat ini dapat memperbaiki Raynaud’s Phenomenon dan Digital ulcer. Tetapi studi efikasi penggunaan dari obat tersebut belum dapat dibuktikan.

Nitrat
Oral, topikal maupun sublingual dapat digunakan untuk terapi dari Raynaud phenomenon ataupun digital ulcer. Suatu studi yang tidak mengalami randomisasi, saat ini perlu evaluasi untuk penyembuhan dari digital ulcer.

Phospodiesterase inhibitor
Sildenafil menunjukkan keuntungan pada pasien dengan Raynaud Phenomenon. Suatu studi double-blind yang memiliki 57 sampel menggunakan sildenafil 200mg/hari yang dibandingkan dengan plasebo menunjukkan pengurangan frekuensi atau serangan dari raynaud phenomenon pada kelompok sildenafil. Meskipun secara statistik hasilnya tidak signifikan.

Statin
Artovastatin oral yang diberikan 40mg/hari pada pasien sklerosis sistemik memberikan perbaikan yang signifikan pada fungsi endotel. Studi menunjukkan kadar NO meningkat dan kadar endhotelin-1 menurun setelah terapi artovastatin yang dibandingkan dengan kelompok plasebo.

Pembedahan
Tindakan pembedahan yang biasa dilakukan pada pasien dengan ulkus jari yaitu pembedahan mikro yang bertujuan revaskularisasi aliran darah di tangan, memperbaiki arteria digitalis, dan perifer atau digital sympatectomy. Tindakan ini akan mempercepat penyembuhan dalam waktu 4-6 minggu. Rekonstruksi vaskular pada pasien gangren merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan pada pasein sklerosis sistemik karena seringnya terjadi oklusi arteri ulnaris dan arteri digitalis. Beberapa penulis mengatakan bahwa sympathectomy servikal dapat mengurangi nyeri tetapi tidak membatu proses penyembuhan maupun pencegahan timbulnya ulkus baru. Symphatectomy jari menunjukkan percepatan proses penyembuhan karena meningkatkan aliran darah pada area yang terkena. Kesimpulannya, symphatectomy jari dapat dilakukan pada pasein yang mengalami kegagalan dengan terapi konservatif. Nyeri pada jari merupakan suatu gejala dari nervus ulnaris dan dapat diperbaiki dengan blok dari nervus tersebut. Penulis lain menyimpulkan bahwa amputasi konservatif merupakan pilihan terapi pada pasien ulkus jari yang tidak mengalami penyebuhan setelah dilkukan terapi dengan adekuat.

FIBROSIS KULIT
Penebalan kulit merupakan suatu manifestasi klinik yang penting pada sklerosis sistemik. Hanya 2% kasus yang tidak menunjukkan manifestasi ini. Meskipun tidak ada terapi yang spesifik tetapi banyak pilihan yang dapat digunakan untuk mengobati gejala ini. Pada beberapa studi, penebalan kulit ini dinilai dengan Rodnan skin score yang menilai palpasi dari 17 area di tubuh manusia (Jari, tangan , lengan, kaki, wajah, dana dan perut) menggunakan skala 0-3. 0 = Normal, 1= Penebalan kulit ringan, 2 = Penebalan kulit sedang, 3 = Penebalan kulit berat. Total Skin Score (TSS) berkisar dari 0 = tidak ada penebalan hingga 51 = Penebalan kulit berat.

Terapi non-farmakologi
Edukasi pasien dan teknik rehabilitasi seperti stretching, peningkatan gerak, massase berpengaruh terhadap kesembuhan dari sklerosis sistemik.

Terapi Farmakologi
Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi sklerosis sistemik merupakan suatu pilihan yang sering digunakan, tetapi penggunaannya berhubungan dengan krisis renal. Suatu studi membandingkan penggunaan dexamethasone 100mg satu kali perbulan yang diberikan selama 6 bulan dibandingkan dengan penggunaan plasebo menunjukkan perbaikan Total Score Skin pada kelompok dexamethasone. Studi lain menunjukkan perbaikan histopatologi pada kelompok ini.

D-penicillamine
Penicillamine merupakan metabolit dari penisilin tanpa aktivitas antibiotik, mekanisme kerjanya yaitu mengurangi jumlah limfosit T dan mencegah pembentukan kolagen. Obat ini juga menghambat fungsi makrofag melalui penurunan IL-1. Hal ini menunjukkan perbaikan dari penyakit sklerosis sistemik dan mencegah terjadinya komplikasi pada organ dalam. Suatu studi prospektif yang dilakukan selama 15 bulan, 60 pasien diberikan D-Penicillamine 750mg/hari selama 6 bulan. Hal ini menunjukkan perbaikan terhadap sklerosis sistemik


Cyclosporine A (CSA)
Cyclosporine A yang merupaka anggota dari immunophilins-proteins bekerja memblok defosforilasi faktor nukelar sel T, memblok transkripsi faktor dari mediator inflamasi. Penurunan ketebalan kulit didapatkan pada pasien yang diterapi dengan Cyclosporine A selama 48 minggu. Penggunaan CSA jangka panjang tidak direkomendasikan karena meningkatkan risiko dari efek samping yaitu krisis renal dan hipertensi.

Methotrexate (MTX)
MTX merupakan analog asam folat yang bekerja dengan cara menghambat dihydrofolate reductase (DHFR) yang merupakan enzim yang bekerja mengkonversi dihydrofolate menjadi  tetrahydrofolate. Meskipun penggunaan MTX pada sklerosis sistemik masih kontroversial, beberapa penelitian menunjukkan perbaikan sklerosis sistemik dengan pengobatan MTX. Beberapa studi menunjukkan hasil statistik yang tidak signifikan terhadap penggunaan MTX dan meningkatkan resiko terjadinya efek samping.

Azathioprine
Azathioprine yang dikonversi menjadi 6-mercaptopurine (6-MP) setelah diabsorbsi merupakan analog purine analogue yang berhubungan dengan deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) dan menghambat metabolisme purin dan pembelahan sel. Relaps dari perkembangan kulit setelah penghentian terapi merupakan suatu efek yang menguntungkan dari penggunaan Azathioprine

Chlorambucil
Chlorambucil merupakan alkylating agent yang berhubungan dengan. Hal ini menunjukkan penurunan TSS pada pasien sklerosis sistemik pada suatu percobaan yang dibandingkan dengan plasebo. Suatu studi randomisasi, doubleblind, parallel study dari 65 pasien yang membandingkan placebo dan chlorambucil (0.05–0.1mg/kg/day) menunjukkan lebih banyak komplikasi pada kelompok chlorambucil tetapi studi ini gagal menunjukkan perbedaan efek terapi pada kedua kelompok

5-Fluorouracil (5-FU)
5-FU merupakan analog pyrimidine yang bekerja melalui mekanisme inhibisi thymidylate synthase. 5-FU diteliti penggunaanya pada 12 pasien yang diobati selama 1.5 hingga 20 bulan dengan dosis 10–20mg/kg/minggu. Semua pasien menunjukkan perbaikan yang signifikan (p<0 .05="" o:p="" pada="" tss.="">

Cyclophosphamide
Cyclophosphamide merupakan alkylating agent yang digunakan untuk terapi kanker dan berbagai macam penyakit autoimun. Ini berhubungan dengan SSc pada paru. Cycclophosphamide juga menunjukkan perbaikan pada kulit serelah pengobatan selama 1 tahun dengan dosis 1-2mg/kg/hari.

Gamma-interferon
Gamma-interferon (IFN) merupakan inhibitor selektif dan poten dari proliferasi fibroblas dan produksi kolagen. Penggunaanya juga menunjukkan kultur fibroblas dari SSc pasien dengan penurunan sistesis kolagen dan protein non-kolagen. Mekanisme kerjanya yaitu menurunkan koding  messenger RNA coding untuk pro alpha 1 collagen dan menghambat sintesis  glycosaminoglycan, menunjukkan perbaikan yang signifikan setelah penggunaan selama 12 bulan pada 9 pasien yang menerima 50μg/day, 3hari/minggu. Bagaimanapun juga, ini tidak berhasil menunjukan efektifitas pada SSC dengan studi randomisasi, controlled, multicenter trial dan studi prospektif lainnya

Alpha IFN-2a
Alpha IFN-2a terikan dengan reseptor membran spesifik yang menginduksi enzim, menekan proliferasi sel dan menghambat replikasi virus. Obat ini tidak berhasil menunjukkan efektifitas pada pengobatan SSc randomized,double-blind, placebo-controlled trial pada 35 pasien. Tetapi, dapat ditemukan bahwa obat ini berhungan dengan perbaikan fungsi paru pada pasien yang menerima terapi aktif

Calcitriol (1,25 dihydroxycholecalciferol)
Calcitriol merupakan bentuk aktif  dari Vitamin D. Calcitriol (0.75μg/hari selama 6 bulan, dilanjutkan dengan 1.25μg /hari selama 3 bulan) tidak berhasil menunjukkan perbedaan signifikan dari TSS pada studi randomized, double-blind, placebo-controlled yang dilakukan selama 9 bulan pada 7 pasien. Kesimpulan sulit ditentukan, karena jumlah pasien yang terlalu sedikit.

Retinoids
Retinoids merupakan analog Vitamin A yang memiliki efek pada diferensiasi dan proliferasi sel. Derivat Vit. A diteliti pada 31 pasien SSc yang dikombinasikan dengan angen terapetik lainnya sperti kortikosteroid sistemik, immunosuppressan, D-penicillamine, MTX, bucillamine, dan ultraviolet light A (UVA) irradiation. Hasil statistik menunjukkan perbaikan yang signifikan (P<0 .01="" dalam.="" dalam="" dapat="" dari="" dengan="" digunakan="" efek="" histologi="" isotretinoin="" juga="" kutaneus="" lesi="" memperbaiki="" nbsp="" o:p="" organ="" pada="" pengobatan="" ssc.="" ssc="" terapi="" terdapat="" terhadap="" tetapi="" tidak="" tocoretinate="" topical="" yang="" ystemic="">

Relaxin
Merupakan hormon dari family insulin yang mengembangkan matriks ekstraselular. Penggunaannya menunjukkan pencegahan dan pengobatan yang menunjukkan fibrosis pada berbagai macam model. Terapi relaxin pada fibroblas atau scleroderma fibroblas menghasilkan penurunan dari sekresi kolagen dan meningkatkan degradasi kolagen. Studi pada 30 pasien dengan stable diffuse scleroderma menunjukkan relaxin aman dan dapat ditoleransi tetapi sedikit perubahan pada TSS. Akhir-akhir ini, penggunaan kontrol-plasebo dengan menggunakan 2 dosis berbeda 25 dan 100μg/kg/hari) relaxin menunjukkan dosis rendah untuk menginduksi perbaikan yang signifikan dari penebalan kulit. Pada dosis tinggi, tidak terlihat ada efek yang menguntungkan. Efek sampingbyang mungkin timbul antara lain reaksi pada ginjal yaitu peningkatan serum kreatinin, krisis renal atau hipertensi

Intravenous immunoglobulin (IVIg)
Berdasarkan pada autoimun yang merupakan dasar dari penyakit SSc,  intravenous immunoglobulin (IVIg ) merupakan suatu terapi yang potensial. Berdasarkan teori ini, penelitian pada 3 pasien yang memperoleh pengobatan dosis tinggi IVIg (2g/kg) dengan penurunan dari TSS. Berkaitan dengan jumlah sampel yang sangat sedikit, maka hasil ini tidak dpaat diinterpretasikan. Studi lain menunjukkan 15 pasien mencapai pengurangan signifikan pada TSS (P<0 .001="" dilakukan="" o:p="" setelah="" terapi.="">

Extracorporeal photochemotherapy (EP)
EP dilakukan selama 2 hari setiap bulannya yang dibandingkan dengan penggunaan  D-penicillamine (750mg/d) in a randomized, parallel-group, single-blinded pada 79 pasien dengan systemic sclerosis. Pada studi ini, extracorporeal photochemotherapy menunjukkan tingkat perbaikan yang signifikan pada TSS (p=0.02). Studi penggunaan  D-penicillamine pada pasien selama 10 bulan menunjukkan perbaikan TSS dan peningkatan rata-rata perbaikan kondisi kulit. Efek samping yang cukup tinggi ditemukan pada penggunaan
D-penicillamine. Hasil ini dikonfirmasi  dengan studi lain randomized, double-blind, placebocontrolled pada 4 orang pasien, menghasilkan perbaikan kulit yang signifikan. Studi ini diobservasi selama 6 bulan  (P=0.0024) dan 12 bulan (P=0.008). Tetapi, perbandingan pada skor kulit tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada kedua kelompok.

Factor XIII (FXIII)
Fungsi dari faktor XII adalah sebagai cross-link fibrin dan melindungi ini dari aktifitas fibrinolitik plasmin. Penggunaanya menunjukkan penurunan sintesis kolagen dan peningkatan degradasi dari sintesis kolagen. Suatu studi  double-blind, randomized, crossover
study pada pasien yang mendapatkan FXIII,menunjukkan perbaikan pada 50 pasien. Tetapi, bagaimanapun juga perbaikan kutaneus merupakan efek yang paling menguntungkan dari terapi ini.

Anti-TNF therapy
Akhir-akhir ini, banyak studi yang mengevaluasi efek dari obat anti-TNF. Keduanya, etanercept and infliximab menunjukkan efektifitas dari pengobatan pada artritsi yang berhubungan dengan SSc. Tetapi, efek pada TSS tidak dapat ditentukan dengan pasti.

Imatinib
Penggunaan potensial dari obat ini adalah sebagai penghambat terjadinya fibrosis. Fungsinya adalah sebagai penghambat spesifik dari enzim tyrosine kinase seperti transforming growth factor beta (TGFb) dan platelet-derived growth factor (PDGF) pathways.  Penggunaan imatinib menunjukkan penurunan sintesis basal dari  COL1A1, COL1A2, dan fibronectin 1 messenger RNA in SSc. Hasilnya menunjukkan adanya  inhibisi pada proliferasi dermal normal dan fibroblas scleroderma. Penggunaan imatinib tidak hanya menunjukkan perbaikan pada penebalan kulit, tetapi juga fungsi dari paru.

Rituximab
Rituximab merupakan antibodi chimeric monoclonal yang menghambat proliferasi CD20-mediated B-cell. Suatu laporan kasus menunjukkan rituximab mungkin efektif bagi pengobatan SSc serta peningkatan TSS dan perbaikan fungsi paru.

CALCINOSIS
Deposisi abnormal dari kalsium pada jaringan lunak tergantung dari kadar kalsium dan fosfor dalam serum yang sering ditemukan pada pasien sklerosis sistemik ataupun penyakit autoimun lainnya. Kalsifikasi distrofik pada ekstremitas merupakan tipe kalsinosis yang sering terjadi pada sistemik sklerosis. Terjadi pada 25% dari 94 pasien yang menyebabkan timbulnya nyeri, inflamasi lokal, iritasi, atrofi otot, infeksi sekunder dan kontraktur sendi. Prosesnya sering didahului oleh ketidakmampuan yang sifatnya berat dan meningkatkan angka morbiditas. Meskipun banyak hipotesis yang menjelaskan kehadiran kalsinosis pada sistemik sklerosis, mekanisme patofisiologi bertanggung jawa pada perkemabngan dari penyakit ini. Jumlah terapi yang menunjukkan efektifitas pada penggunaan jangka panjang sangat sedikit. Beberapa terapi menggunakan variasi lain yaitu include coumadin, colchicine, biphosphonates, diltiazem, minocycline, aluminum hydroxide, surgical excision, dan CO2 laser. Terapi terbaru yang mungkin dilakukan adalah  IVIg, extracorporeal shock wave lithotripsy, fetuin-A (a-2-Heremans-Schmid glycoprotein, AHSG), dan preparasi topikal dari  myoinositol hexaphosphate (InsP6, phytate).

Pharmacological treatment
Warfarin
Berger et al melaporkan warfarin dosis rendah (1mg/hari) selama 18 bulan menunjukkan efek yang menguntungkan pada pasien kalsinosis kutis. Mereka juga memiliki hipotesis bahwa warfarin berperan dalam penurunan kalsinosis sejak proses ini menghambat the carboxylation of glutamine, kemudian menghambat formation of g-carboxyglutamic acid. Obat ini berguna pada pasien dengan onset kalsinosis yang baru.

Aluminum hydroxide
Mekanisme kerjanya yaitu mengurangi klasium fosfat plasma dengan cara meminimalisir absorbsi pada traktus gastrointestinal. Efek samping yang mungkin timbul yaitu konstipasi.

Minocycline
Derivat tetracycline digunakan pada ilmu dermatologi sebagai antibiotik dan anti inflamasi. Pada kasus kalsinosis kutis, alasan penggunaan minocycline adalah karena mempengaruhi fungsi osteoklas. Selain itu, juga berperan menghambat produksi kolakgenase dan neutrophil matrix metalloproteinases (MMP).  Studi lain menunjukkan sejak timbul plak kalsinosis, antibiotik berperan dalam perbaikan lesi. Studi yang dilakukan Robertson et al, 9 pasien dengan SSc fokal diterapi dengan 50-100 mg minocycline/hari selama 3.5 tahun. Inflamasi, ulserasi, dan ketidaknyamanan pasien berhubungan dengan penurunan lesi pada 8 orang pasien. Ukuran plak juga berkurang, meskipun terjadi sangat lambat.

Diltiazem
Meskipun penggunaan calcium channel blocker bagi Raynaud’s phenomenon direkomendasikan, sangat sedikit laporan tentang kalsinosis yang dapat diterapi dengan menggunakan golongan ini. Penggunaan diltiazem pada kalsinosis dpaat mengurangi jumlah kalsium yang masuk melalui kanal ion kalsium. 12 pasien yang didagnosis dengan kalsinosi pada SSc yang diterapi dengan diltiazem 180mg/hari hanya 3 orang pasien yang menunjukkan perbaikan radiologi. Percobaan lain menunjukkan dosis tinggi yang digunakan (240 vs 480 mg/ hari) mendapatkan hasil yang lebih baik. Laporan terakhir menunjukkan pada pasien SSc muda yang diobati dengan total 90mg diltiazem tiga kali sehari yang dikombinasikan dengan alumunium (830mg) atau magnesium hydroxide (185mg) 15mL tiga kali sehari. Perbaikan terjadi dalam dua bulan dan setelah satu tahun, ukuran dan indurasi dari plak kalsifikasi berkurang secara signifikan. Setelah 6 tahun terapi, lesi hampir menghilang.

Intravenous immunoglobulin (IVIg)
IVIg merupakan produk plasma yang merupakaderivat dari antibodi yang efektif digunakan pada beberapa kelainan sistem imun. Berdasarkan pada laporan dermatomyositisassociated, kalsinosis sukses diterapi dengan IVIg. Schanz et al melakukan terapi pada  CREST syndrome dengan dosis 2g/kg IVIg selama 4 hari. Marker lesi menunjukkan perbaikan ketika memasuki siklus ketiga pengobatan. Studi lain yang dilakukan oleh Kalajian et al tidak menunjukan hasil yang sama


Fetuin-A (a-2-Heremans-Schmid glycoprotein, AHSG)
Glikoprotein ini mempunyai peran penting dalam inhibisi kalsifikasi. Yang mengukur kadar dalam serum 41 orang pasien dengan SSc. Kadar  fetuin-A menurun pada 20 pasien yang mempresentasikan kalsinosis dan semakin menurun pada pasien dengan  anticentromere antibodies. Kadar yang rendah juga ditemukan pada pasien dengan kelainan vaskular

Myo-inositol hexaphosphate (InsP6, phytate)
Diet jenis ini tergantung kepada moleku, dimana dapat ditemukan pada bibit tanaman atau cairan pada tubuh dan jaringan dari mamalia yang merupakan inhibitor poten dari kristalisasu garam kalsium. Studi menunjuukan 7 tikus dengan kalsinosis plak diterapi dengan menggunakan cream yang mengandung InsP6 dan dibandingkan dnegan 7 tikus pada kelompok kontrol. Molekul ini diabsorbsi melalui kulit dan menunjukkan penurunan berat dan ukuran dari deposisi kalsium. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui efek agen ini pada manusia.

Nonpharmacological treatment
Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
Prosedur invasif minimal ini memiliki intensitas tinggi pada pasien distrofi calculus. 15 hari setelah sesi pertama, nyeri dan ulkus berkurang secara signifikan. Setelah dua kali pengobatan, pasien bebas dari kalsifikasi yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi. Teknikini menggunakan ablasi dari lesi dan mencegah kerusakan dari jaringan lain yang tidak terkena. Chan dan Li juga melaporkan bahwa pengobatan calsinosis berhubungan dengan dermatomyositis with ESWL. Tidak ada laporan yang mununjukkan kegagalan dengan teknik ini.

Carbon dioxide laser
Penggunaan laser merupakan salah satu alternatif selain eksisi secara bedah. Hal ini dapat mencegah pasien mengalami kerusakan pada jaringan yang masih sehat. Selain itu, perdarahan yang akan timbul sedikit dan mengurangi ketidaknyamanan pasien. Sebagai pengetahuan kita, hanya terdapat 2 laporan yang sukses menggunakan teknik ini untuk terapi kalsinosis.

Pembedahan
Tindakan ini dilakukan jika sudah terjadi kegagalan pada pengobatan denan obata-obatan atau nyeri yang ditimbulkan sangat hebat serta lesi yang terlokalisir. Prosedur ini mencakup operasi dan post operasi anestesi. Keuntungan yang sulit diperoleh yaitu kemungkinan untuk merusak jaringan sehat lainnya dan memproduksi keadaan iskemik lainnya dengan mendorong kerusakan pada neurovaskular.

SIMPULAN

Terapi yang optimal bagi sklerosis sistemik adalah merupakan suatu tantangan karena patogenesis dari SSc tidak begitu jelas dan ini merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi dan memiliki manifestasi klinik yang cukup heterogen yang mempengaruhi banyak organ. Hal yang paling diutamakan pada terapi adalah mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi. Tidak ada terapi yang dapat mencegah progresifitas penyakit secara lengkap dan angka kekambuhannya cukup tinggi di masyarakat. Penelitian-penelitian terus dilakukan untuk mengetahui penyakit masih berada dalam fase awal sebelum berkembang terlalu jauh dan menyebabkan kerusakan organ yang ireversibel. Diagnosis awal dari sklerosis sistemik akan menentukan terapi awal yang akan diberikan yang dapat menmperlambat proses perkembangan penyakit. Meskipun tingkat kesembuhan untuk sklerosis sistemik sangat rendah, tetapi manajemen yang berhubungan dengan komplikasi dapat meningkakan kualitas hidup pasien. Banyak terapi baru yang mempunyai organ target yang spesifik yang sedang dikembangkan saat ini.

| bisnis online |

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar